Lukisan-Lukisan Ini Ternyata Bukan Karya Manusia

Suatu sistem kecerdasan buatan telah dikembangkan untuk menciptakan gambar-gambar dengan gaya yang tidak konvensional.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 06 Jul 2017, 12:03 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2017, 12:03 WIB
Lukisan karya AI
Suatu sistem kecerdasan buatan telah dikembangkan untuk menciptakan gambar-gambar dengan gaya yang tidak konvensional. (Sumber Art and Artificial Intelligence Laboratory, Rutgers University)

Liputan6.com, New Brunswick - Pada suatu masa, pelukis semisal Claude Monet atau Pablo Picasso hadir dan menjungkirbalikkan dunia seni. Mereka menciptakan gaya estetika baru, menggabungkan aliran semisal impresionisme ataupun ekpresionisme abstrak.

Apakah keguncangan berikutnya merupakan karya cipta oleh mesin? Suatu sistem kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) telah dikembangkan untuk menciptakan gambar-gambar dengan gaya yang tidak konvensional. Hasil-hasil karyanya pun sudah mendapat pujian dari masyarakat.

Marian Mazzone, ahli sejarah seni dari College of Charleston di South Carolina yang menangani sistem itu, mengatakan bahwa gagasan dasarnya adalah untuk menciptakan seni yang "baru, tapi tidak terlalu baru."

Tim pelaksana terdiri dari para peneliti dari Rutgers University di New Jersey dan laboratorium AI milik Facebook di California. Mereka melakukan modifikasi sejenis algoritma yang dikenal sebagai generative adversarial network (GAN).

Dalam algoritma GAN, dua jejaring neural bertanding satu sama lain untuk menuju hasil-hasil yang lebih baik. Satu jejaring neural menciptakan solusi, lalu jejaring yang lain memberikan penilaian. Algoritma itu berlangsung saling bergantian hingga tercapailah hasil yang diinginkan.

Untuk seni AI, salah satu peran tersebut dimainkan oleh jejaring pembangkit (generator network) yang menciptakan gambar-gambar. Peran yang lain dimainkan oleh jejaring diskriminator (discriminator network) yang telah terlatih membedakan 81.500 lukisan untuk membedakan gambar lukisan dari gambar biasa semisal foto atau diagram.

Jejaring diskriminator itu juga terlatih untuk membedakan berbagai gaya seni yang berbeda, misalnya rococo atau kubisme.

Cara Baru Melukis

Keunikan dalam proses pembuatan lukisan ini dimulai dari generator yang dipersiapkan untuk menciptakan gambar yang oleh diskriminator dikenal sebagai seni, tapi tidak termasuk dalam gaya lukisan manapun.

Ahmed Elgammal dari Rutgers University menjelaskan, "Orang ingin mendapatkan sesuatu yang sangat kreatif dan menarik, tapi pada saat yang sama tidak ingin terlalu berlebihan sehingga membuat sesuatu yang tidak lagi menghibur secara estetika."

Setelah sistem AI itu menghasilkan beberapa gambar, masyarakat umum diminta melalui jajak pendapat untuk memberikan penilaian dibandingkan dengan lukisan-lukisan buatan manusia tanpa diberitahu adanya karya AI.

Para peserta survei menjawab beberapa pertanyaan tentang seberapa kompleks atau barunya gambar-gambar tersebut dan apakah memberi inspirasi atau meningkatkan mood.

Hasilnya mengagetkan para peneliti, karena gambar-gambar yang dihasilkan oleh sistem AI mereka, dalam banyak kasus, mendapat nilai lebih tinggi daripada gambar-gambar buatan manusia.

Memang benar, telah banyak sistem AI yang dapat merekayasa foto agar meniru gaya lukisan terkenal semisal karya Monet. Bahkan sudah ada aplikasi DeepArt untuk melakukan hal tersebut. Tapi, sistem yang baru ini dirancang untuk menghasilkan karya asli sejak awal.

Di Luar Zona Nyaman

Mark Riedl dari Georgia Institute of Technology di Atlanta mengatakan, "Saya suka dengan gagasan bahwa orang mulai mendorong GAN keluar dari zona nyaman. Inilah makalah pertama yang saya lihat melakukan hal tersebut."

Kevin Walker dari Royal College of Art di London mengatakan, "Gambar-gambar peringkat tinggi itu berisi kombinasi estetika warna-warna dan pola-pola dalam suatu komposisi, sedangkan yang berperingkat rendah ditengarai lebih seragam."

Walker juga mengamati bahwa mesin-mesin kreatif telah menghasilkan karya untuk beberapa galeri. Misalnya, dua orang mahasiswanya melakukan eksperimen dengan AI yang bisa mempelajari gaya menggambar mereka untuk kemudian menciptakan gambar-gambar sendiri.

Salah satu mahasiswa, Anna Ridler, telah menggunakan teknik itu untuk mengembangkan sejumlah frame bagi film animasi 12 menit.

Namun demikian, seni sejenis ciptaan Ridler itu masih sangat mengandalkan panduan manusia sehingga muncul pertanyaan apakah kita nantinya bisa menghargai lukisan ciptaan spontan sebuah komputer.

Riedl menegaskan bahwa kisah kemanusiaan di belakang suatu karya seni terkadang menjadi bagian penting yang menyedot minat kita. Tapi Walker berpendapat bahwa batasan itu akan segera pudar.

Katanya, "Coba bayangkan orang-orang sedang pesta makan malam lalu ada yang bertanya, 'Itu karya oleh siapa?' Lalu dijawab, 'Itu buatan mesin'. Nah, itu bisa menjadi pembuka perbincangan."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya