Pidato Duterte Jadi Penentu Akhir Darurat Militer di Marawi?

Presiden Duterte dijadwalkan akan menyampaikan pidato kenegaraan pada 24 Juli mendatang.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 15 Jul 2017, 09:12 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2017, 09:12 WIB
20170529- Selamatkan Diri Warga Marawi Pasang Bendera Putih-AP-0
Pria bermotor ikut dalam rombongan warga Marawi untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman, Filipina, Senin (29/5). Kota Marawi sedang terjadi baku tembak antara pasukan pemerintah dengan kelompok Maute. (AP Photo / Bullit Marquez)

Liputan6.com, Manila - Militer Filipina pada Jumat kemarin menegaskan status darurat militer di Kota Marawi belum akan dicabut hingga Presiden Rodrigo Duterte menyampaikan pidato kenegaraan keduanya (Sona) pada 24 Juli mendatang.

Seperti Liputan6.com kutip dari Inquirer pada Sabtu (15/7/2017), juru bicara Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) Restituto Padilla Jr mengatakan, pemerintah memerlukan waktu 10 hingga 15 hari untuk mengambil kembali kendali atas bangunan-bangunan di Kota Marawi dari cengkeraman teroris Maute.

Menurut Padilla, sekitar 600 bangunan di kota itu belum dibuka. Ia menjelaskan, sejauh ini, pasukan AFP menyisir rata-rata 40 hingga 50 bangunan per hari.

"Ya, jadi kita harus menunggu dalam 10 hingga 15 hari. Tapi 10 -15 hari di luar Sona, jadi jangan berharap itu terjadi sebelum Sona," ujar Padilla di Malacanang.

Pada Rabu kemarin, Duterte mengatakan, ia membutuhkan 10-15 hari lagi untuk menyelesaikan krisis Marawi. Batas waktu itu ditentukan sendiri oleh Duterte dan melampaui batas 60 hari darurat militer yang diterapkan di Mindanao yang akan berakhir pada 22 Juli.

Namun Padilla tak merespons saat ditanya apakah pihak militer yang merekomendasikan perpanjangan darurat militer dengan mempertimbangkan situasi di Kota Marawi.

"Saat ini, penilaiannya ada pada tahap kesimpulan, dan akan diberikan kepada kepala staf yang kelak akan melakukan pemeriksaan atas rekomendasi tersebut. Lalu, rekomendasi itu akan diserahkan kepada menteri pertahanan, untuk diajukan kepada panglima tertinggi (presiden)," ungkap Padilla.

Duterte sebelumnya mengatakan, tidak akan melepaskan darurat militer sebelum Sona keduanya. Tak lama, Duterte mengaku akan menunggu rekomendasi militer untuk memperpanjang status tersebut atau tidak.

Per 14 Juli 2017, juru bicara presiden Ernesto Abella mengatakan, setidaknya ada 392 teroris yang tewas. Sementara di kubu militer, terdapat 93 prajurit militer yang harus kehilangan nyawa dalam pertempuran.

Ditambahkan Abella, setidaknya 45 warga sipil yang tewas dalam konflik bersenjata yang pecah sejak 23 Mei lalu.

 

Simak video berikut:

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya