Nasib Terkini Bikini Atoll, Lokasi Uji Coba Bom Atom AS...

Mulai 1946, Bikini Atoll jadi lokasi uji coba senjata nuklir Amerika Serikat, termasuk yang kekuatannya 1.100 kali bom atom Hiroshima.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 16 Jul 2017, 11:00 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2017, 11:00 WIB
Ledakan 'Baker, yang menjadi bagian dari Operation Crossroads di Bikini Atoll tahun 1946 (U.S. Department of Defense/Creative Commons)
Ledakan 'Baker, yang menjadi bagian dari Operation Crossroads di Bikini Atoll tahun 1946 (U.S. Department of Defense/Creative Commons)

Liputan6.com, Bikini Atoll - Dahulu kala, Bikini Atoll dikenal sebagai pulau surga di Samudra Pasifik. Hingga pada 1946, penduduknya diusir, tanah yang indah lagi subur itu diubah jadi tempat pengujian bom atom milik Amerika Serikat.

Total ada 23 senjata nuklir yang dijatuhkan di sana, termasuk pada 1954, yang kekuatannya 1.100 kali lebih besar dari bom atom 'Little Boy' yang diledakkan di Hiroshima -- yang efeknya membuat Jepang bertekuk lutut di penghujung Perang Dunia II.

Tak hanya kehancuran yang diakibatkan uji coba nuklir beruntun itu. Pada 1978 para ilmuwan memutuskan Bikini Atoll tak aman dihuni karena efek radiasi, di mana kandungan caesium-137 dalam tubuh manusia 11 kali lipat dari level aman.

Evakuasi kembali dilakukan terhadap penduduknya yang terlanjur pulang pada tahun 1970.

Saat ini, 70 tahun setelah AS mengakhiri uji coba nuklir di sana, bagaimana kondisi Bikini Atoll?

Seperti dikutip dari The Guardian, Sabtu 25 Juli 2017, sebuah tim akademisi dari Stanford University belakangan mengunjungi lokasi tersebut. Mereka mengaku terkejut bukan kepalang saat menemukan kehidupan laut berkembang dan melimpah di kawah-kawah bekas hantaman bom atom di Bikini Atoll.

Steve Palumbi, profesor ilmu kelautan di Stanford University mengatakan, efek keracunan radiasi pada kehidupan laut tidak pernah dipelajari secara mendalam sebelumnya,

Penelitian awal timnya menemukan, makhluk-makhluk laut memiliki 'daya tahan luar biasa'. Mereka ternyata sangat tangguh.

 

Kondisi biota laut di Bikini Atoll berdasarkan pengamatan ilmuwan Stanford University (Credit: Steve Palumbi)

Para ilmuwan sebelumnya melakukan studi di bekas ledakan nuklir di Chernobyl. Mereka menemukan hewan-hewan yang cacat atau mengalami mutasi.

Namun, penelitian awal ilmuwan Stanford menunjukkan, biota laut di Bikini Atoll bernasib jauh lebih baik.

Tim yang dipimpin Steve Palumbi menemukan ekosistem beragam yang berada di dalam dan sekitar kawah bom, misalnya coral atau terumbu karang sebesar mobil, juga ratusan kumpulan ikan termasuk tuna, hiu, dan kakap.

Sementara, kepiting kelapa (coconut crab) memetik dan mengonsumsi buah kelapa yang mengandung radioaktif.

Palumbi mengatakan, secara kasat mata, para kepiting, ikan, dan terumbu karang di Bikini Atoll terlihat normal dan sehat.

Bahkan, sejumlah terumbu karang terlihat sudah ada di sana lebih dari satu dekade -- ada bukti mereka mulai tumbuh sekitar 10 tahun setelah bom-bom terakhir dijatuhkan.

"Laguna itu penuh dengan kumpulan ikan yang berkeliling di sekitar terumbu karang hidup. Anehnya, mereka justru dilindungi sejarah tempat ini, populasi ikan di sana dalam kondisi lebih baik dari tempat-tempat lainnya karena mereka tak tersentuh. Hiu-hiu jumlahnya banyak, terumbu karangnya besar-besar," kata Palumbi.

"Bikini Atoll menjadi lingkungan yang luar biasa, dan itu cukup mengherankan."

Tim yang dipimpin Palumbi kini fokus untuk menyelidiki terumbu karang dan kepiting kelapa -- yang ukurannya besar-besar-- yang menunjukkan usia mereka yang panjang. Ilmuwan berniat menyelidiki efek paparan radiasi pada DNA hewan.

Karena ikan memiliki rentang hidup relatif pendek, diduga kuat ikan yang terkena dampak terburuk mati beberapa dekade yang lalu.

Sementara, ikan yang hidup di Bikini Atoll belakangan ini terpapar radiasi level rendah -- apalagi mereka kerap berenang masuk dan keluar atol itu.

"Menjatuhkan 23 bom atom adalah hal paling merusak yang pernah kita lakukan pada laut dan segala isinya. Namun laut berjuang untuk hidup kembali," kata Palumbi.

Kapal induk USS Independence sengaja ditenggelamkan sebagai bagian dari uji coba ledakan nuklir di Bikini Atoll, kepulauan Marshall. (Sumber Live Science)

"Faktanya ada kehidupan di sana. Makhluk-makhluk itu sedang mencoba untuk bangkit dari hal paling kejam yang pernah kita lakukan." 

Saksikan juga video terkait berikut ini:

Manusia Masih Terancam

Walaupun tanaman, hewan, dan kehidupan laut menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang luar biasa, manusia masih tidak dapat hidup dan tinggal di sana, selain sejumlah staf pemelihara fasilitas pulau -- yang harus membawa makanan dan air sendiri.

Sebuah laporan PBB pada 2012 menyebut bahwa efek radiasi bertahan dalam waktu lama.

Pelapor Khusus Calin Georgescu, dalam sebuah laporan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB, mengatakan bahwa pencemaran lingkungan yang diakibatkan bom nuklir berpotensi menyebabkan hilangnya mata pencaharian dan memaksa banyak orang berpindah.

Amerika Serikat melakukan uji coba dampak bom nuklir pada kapal perang yang dinamakan Operation Crossroads (Wikipedia)

Air di Bikini Atoll tidak bisa diminum karena kontaminasi lanjutan, makanan laut tidak bisa dikonsumsi, pertanian tak mungkin dilakukan di tanah yang terkontaminasi.

Setengah dari penduduk asli Bikini Atoll yang jumlahnya 167 saat ini telah meninggal dunia. Banyak orang yang mengunjungi makam mereka rindu untuk kembali pulang.

Di balik keindahannya saat ini, Bikini Atoll menyimpan sejarah mengerikan (Wikipedia)

Menurut sebuah makalah yang ditulis Timothy J. Jorgensen, associate professor di bidang pengobatan radiasi di Georgetown University mengatakan, mantan penduduk Bikini Atoll mengalami kanker yang terkait paparan radiasi pada tahun 1960-an.

Mereka yang tinggal di pulau-pulau lebih jauh juga menunjukkan peningkatan risiko kanker, khususnya tiroid dan leukemia -- dan terlibat klaim kompensasi berlarut-larut dengan Pemerintah Amerika Serikat selama beberapa dekade.

"Apa yang terjadi dengan Kepulauan Marshall berikutnya adalah kisah sedih relokasi konstan para penghuninya dari satu pulau ke pulau lainnya, berusaha menghindari radioaktivitas yang bertahan selama beberapa dekade," tulis Jorgensen.

"Selama pengujian pada tahun-tahun berikutnya, penduduk Kepulauan Marshall yang terkena kontaminasi kemudian bernapas, menyerap, minum, dan makan kandungan radioaktif yang berbahaya. 

Bikini Atoll, lokasi uji coba 23 bom atom milik Amerika Serikat (Wikipedia)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya