Liputan6.com, Jakarta - Menjelang ajal, ada beberapa fenomena menarik yang terjadi berulang pada orang-orang yang berbeda dari berbagai latar belakang budaya yang berlainan.
Misalnya, seperti kisah yang dikutip dari Washington Post pada Selasa (25/7/2017) berikut. Seorang penulis bernama Steven Petrow menceritakan apa yang dialami ibunya yang berusia lanjut menjalani hari-hari terakhirnya.
Pada musim panas tahun lalu, sekitar 6 bulan sebelum meninggal, Petrow memasuki kamar tidur ibunya dan disambut dengan ucapan pelan disertai senyuman yang lebar.
Advertisement
Baca Juga
Perempuan sepuh itu kemudian melanjutkan 'obrolannya' dengan sosok ibunya yang meninggal dunia pada 1973.
"Kamu di mana," ucapnya pada sosok tak kasat mata itu.
Petrow terhenyak dan hanya bisa diam, sementara ibunya meneruskan obrolan selama beberapa menit dengan menggunakan suara seperti remaja putri.
Pertanyaan terbesit di benak pria tersebut. Mungkinkah sang ibu menunjukkan reaksi terhadap obat-obatan atau demensia yang semakin parah? Atau ia sedang dalam "transisi" menuju alam lain?
Ternyata, perbincangan si ibu dengan "hantu" adalah suatu pertanda bahwa ajalnya telah mendekat.
Orang-orang yang menangani pasien penyakit parah, misalnya pekerja sosial dan perawat rumah jompo, menyebut episode atau penampakan sejenis itu sebagai manifestasi hal yang disebut 'kesadaran menjelang ajal' (Near Death Awareness).
"Mereka yang sedang menjelang ajal dan seperti datang-pergi dalam dunia ini dan yang 'berikut' terkadang mendapati kehadiran orang-orang tercinta yang telah meninggal dan berkomunikasi dengan mereka," kata Rebecca Valla, seorang ahli psikiatri di Winston-Salem, North Carolina,
"Dalam banyak kasus, orang-orang tercinta yang sudah meninggal itu seakan membantu 'transisi' ke dunia yang akan datang."
Anggota keluarga seringkali tidak mengerti tentang fenomena itu.
Namun demikian, suatu penelitian kecil pada 2014 terhadap sejumlah warga panti jompo menyimpulkan bahwa "kebanyakan peserta" melaporkan adanya penampakan dan bahwa, ketika orang-orang itu "menyongsong kematian, maka mimpi atau penampakan menyenangkan oleh mereka yang telah meninggal menjadi semakin sering."
Jim May, seorang pekerja sosial berlisensi di Durham, North Carolina, mengatakan bahwa anggota-anggota keluarga --dan si pasien itu sendiri-- seringkali dikejutkan oleh apa yang terlihat seperti kunjungan para tamu di sisi ranjang, dan seringkali meminta bantuan untuk mengerti apa yang sedang terjadi.
May menjelaskan kepada Petrow, "Saya mencoba sebisa mungkin untuk menguatkan orang, entah yang terkait pengalaman nyaris meninggal atau halusinasi, agar mengalir saja."
"Apapun yang mereka alami memang nyata bagi mereka."
Valla sepakat dengan pandangan itu dan mengajukan sejumlah hal yang harus dihindari, "Mengecilkan, membantah, atau bahkan mencurigai cerita-cerita itu dapat berbahaya dan bisa berdampak traumatis bagi orang yang sedang menanti ajal."
May mengatakan bahwa, "bagi kebanyakan pasien, obrolan itu membuat nyaman."
Setidaknya itulah yang dialami oleh ibu si penulis yang berbahagia berbincang dengan beberapa teman lama yang sudah meninggal.
Dalam suatu perbincangan TEDtalk pada 2015, Christopher Kerr, yang waktu itu menjadi kepala medis di Center for Hospice and Palliative Care di Buffalo, New York, mempertontonkan kisah salah satu pasien penyakit maut yang membicarakan penampakan-penampakan di seputar ranjang.
Menurut pasien dalam tayangan itu, "Ibu dan ayah saya, paman saya, semua kenalan saya yang telah meninggal dunia, ada di sana (di samping saya). Saya ingat melihat setiap bagian wajah mereka."
Ibu penulis itu memang telah mendapat diagnosis demensia parah, sehingga awalnya obrolan itu dikira sebagai pertanda semakin parahnya penyakit si ibu.
Kenyataannya, sejumlah temuan dari beberapa penelitian teranyar menengarai adanya kombinasi penjelasan fisiologis, farmakologis, dan psikologis.
Pengalaman Jim May selama 14 tahun juga mengungkapkan hal serupa.
Menurutnya, dapat dimaklumi jika 'sulit mendapatkan bukti empiris' untuk episode demikian pada para pasien, tapi yang penting adalah agar anggota-anggota keluarga dan pekerja kesehatan mengetahui cara memberi tanggapan.
Pada musim gugur lalu, penampakan kunjungan kepada ibu Petrow memasuki tahap baru.
Seperti sebelumnya, si ibu menyambut dengan memanggil nama, tapi kemudian kembali menengok ke rak buku dekat ranjang dan mulai menenangkan 'bayi' yang olehnya disebut sebagai 'miliknya'.
Setahun sebelumnya, si ibu bercerita tentang Anna, keponakan Petrow, yang disebutkan telah membuat makan malam yang nikmat kemarin dan sedang berberes-beres.
Padahal, Anna sedang berada di kampus yang jauh dan belum pernah terlihat memasak dan bahkan belum punya SIM.
Ketika ditanyai tentang hal itu, Jim May mengusulkan begini, "Jangan berbantah karena ia tidak memerlukan bantahan." Dengan demikian, si penulis ikut serta dalam kisah 'bayi' tersebut dan pura-pura membawanya di dapur untuk memberinya susu.
Lebih jauh memasuki musim gugur, penampakan bayi itu semakin sering dan si ibu semakin merasa tertekan -- karena merasa bayi itu sedang sakit.
Penelitian tentang fenomena itu menyebutkan bahwa kedatangan tamu-tamu tak kasat mata meningkatkan kecemasan dan ketakutan akan kematian.
Suatu malam, si penulis membuatkan makan malam sederhana, pasta dan salad dedaunan hijau. "Bagaimana kamu tahu?," kata sang ibu.
Petrow balik bertanya,"Apa yang saya ketahui?"
"Menu itu yang saya inginkan pada saat pemakaman. Undangllah semua orang yang saya sukai dan makannya seperti tadi."
Enam minggu kemudian, si ibu Petrow meninggal dunia. Menu untuk para tamu saat ibadah penghiburan termasuk pasta dan salad.