Liputan6.com, Chengdu - Guncangan hebat yang dipicu gempa 6,5 skala Richter tiba-tiba melanda Jiuzhaigou County di Provinsi Sichuan, China, Selasa malam 8 Agustus 2017.
Bangunan rusak hingga roboh, aliran listrik dan komunikasi terputus. Mereka yang terperangkap harus menanti pertolongan dalam gelap.
Berdasarkan laporan China Central Television (CCTV), yang dikutip dari Sputnik News, Rabu (9/8/2017), jumlah korban jiwa -- yang awalnya disebutkan 5 orang -- melonjak menjadi 88 orang.
Baca Juga
Laporan CCTV menyatakan, jumlah pasti korban tewas dan luka masih belum dipastikan.
Menurut pusat penanganan gempa Tiongkok atau China Earthquake Networks Center (CENC), lindu mengguncang dengan kekuatan 7 skala Richter.
Pusat gempa terpantau berada di 33,2 derajat Lintang Utara dan 103,82 derajat Bujur Timur, dengan kedalaman dangkal, hanya sekitar 8 kilometer.
Guncangan hebat itu mengingatkan Tang Sesheng pada gempa dahsyat yang terjadi pada 2008 silam.
"Saya juga berada di Jiuzhaigou saat gempa besar mengguncang pada 2008, jadi aku tahu benar apa yang sedang terjadi. Namun, (lindu ini) terasa lebih kuat," kata pemilik restoran tersebut, seperti dikutip dari NDTV.
Tang menambahkan, naluri warga untuk menyelamatkan diri sungguh kuat.
"Orang-orang tak sempat meraih apapun, pakaian atau uang, kami ingin secepatnya lari," tambah dia.
Pusat gempa Selasa malam memang tak jauh dari titik terjadinya lindu dahsyat 8 SR yang terjadi pada 12 Mei 2008 lalu, yang mengakibatkan 87 ribu orang tewas atau hilang.
'Horor' Gempa Sichuan
Advertisement
Siang itu, Senin 12 Mei 2008 di Sichuan, China, murid-murid sekolah sedang duduk di bangkunya, menyimak pelajaran dari guru. Sementara, para pekerja baru kembali ke meja masing-masing setelah istirahat siang.
Tak ada yang menyadari gejolak yang tengah terjadi di dalam Bumi. Sekitar 80 km dari kota Chengdu yang berpenduduk 7,6 juta jiwa, tepatnya di kedalaman 19 km bawah tanah, patahan seismik pecah sepanjang 240 km.
Akibatnya parah, gempa mengguncang selama lebih dari 2 menit. Warga Sichuan dan provinsi sekitarnya sama sekali tak siap menghadapinya.
Rumah-rumah yang didirikan dari bata hancur, bangunan beton yang berada dekat pusat gempa runtuh.
Sekolah-sekolah di sana sayangnya tak dirancang sebagai bangunan tahan gempa. Kelas-kelas yang ambruk menyebabkan ribuan anak tewas.
Adegan kematian dan kehancuran mewarnai Sichuan. Upaya pemulihan besar-besaran mutlak diperkukan. Sehingga, untuk kali pertamanya dalam sejarah, China membutuhkan bantuan internasional
Dari segi kekuatan, lindu di Sichuan adalah 7,9 skala Richter, tak masuk catatan rekor. Namun, kerusakan yang diakibatkan, juga jumlah korban -- tewas maupun terdampak -- menjadi salah satu yang terparah.
"Dari sisi kerugian ekonomi, gempa Sichuan adalah yang tertinggi kedua sepanjang sejarah, setelah Gempa Tohoku, Jepang 2011," tulis James Daniell, ahli gempa sekaligus editor di situs Earthquake Report, seperti dikutip dari situs BBC.
Gempa tersebut juga mengakibatkan angka tunawisma paling tinggi sepanjang sejarah. Setidaknya 4,8 juta orang jadi pengungsi karena tempat tinggal mereka rusak. Bahkan, sesaat setelah gempa, lebih dari 10 juta orang membutuhkan penampungan.
Sementara, lebih dari 5 juta kamar atau sekitar 1,5Â juta rumah rata dengan tanah. Dan lebih dari 21 juta kamar atau sekitar 6 juta rumah rusak. Angka itu lebih besar dari jumlah rumah di seantero Australia.
Jumlah tunawisma akibat gempa Sichuan mengerdilkan angka kerusakan di Haiti dan gempa-gempa bersejarah lainya.
Mungkin bukan gempa yang membunuh manusia, melainkan rumah dan bangunan yang dibangun tak semestinya.
Tempat tinggal yang hancur diguncang gempa, juga tanah longsor, menjadi salah satu faktor yang menyebabnya jatuhnya korban: 87 ribu nyawa melayang dan 370 ribu luka -- angka kematian nomor 7 akibat gempa dalam kurun waktu 100 tahun di dunia.
Peringatan didirikan beberapa hari setelah musibah terjadi. "Seharusnya tak hanya jadi peringatan bagi mereka yang tewas akibat gempa, tapi juga mengingatkan bahwa mendirikan bangunan yang baik bisa menghemat uang, juga menyelamatkan nyawa," kata Daniell.