Liputan6.com, Jakarta _ Beberapa tempat di Bumi selalu mengalami badai dalam berbagai skala. Tornado, misalnya, membawa terpaan angin yang lebih kencang tapi secara relatif berukuran kecil dan tidak berlangsung lama.
Menurut ukuran, badai bisa berukuran kecil hingga setengah negara seluas Amerika Serikat (AS) dan puncaknya bisa berlangsung beberapa hari.
Tidak dapat disangkal bahwa badai mampu membawa angin, hujan, dan energi yang dahsyat.
Advertisement
Badai Harvey yang tergolong kategori 4 baru-baru ini mendarat di Texas sambil membawa hujan lebat dengan curah yang luar biasa hingga menyebabkan banjir. Sekitar 2.000 harus mendapat pertolongan.
Hong Kong dan Makau baru saja disambangi Topan Hato yang memporak-porandakan dua wilayah itu. Dua belas orang dikabarkan tewas dalam bencana tersebut.
Baca Juga
Belum pulih akibat Topan Hato, Hong Kong dan Makau kembali didatangi cuaca buruk. Pada Minggu 27 Agustus pagi, badai tropis Pakhar kembali sambangi dua kawasan itu.
Dikutip dari listverse.com pada Senin (28/8/2017) berikut ini adalah 6Â fakta terkait badai:
1. Badai Membawa Salju dan Es
Badai mendapat energi dari panas, tapi awan badai menjulang beberapa kilometer ke angkasa hingga mencapai troposfer, yaitu lapisan atmosfer Bumi tempat terjadinya cuaca.
Kebanyakan badai memiliki "menara panas" yang bisa mencapai stratosfer dingin dengan suhu bisa serendah minus 51 degrees Celsius.  pucuk awan badai berubah menjadi es dan salju.
Di kala badai, langit menjadi buram sehari sebelum badainya mulai. Tampilan buram itu disebabkan oleh awan cirrus yang menjadi bagian dari aliran badai. Awan cirrus itu terdiri dari kristal-kristal es dan biasanya tampak cantik dalam foto-foto satelit.
Pada akhirnya, sebagian besar benda beku itu jatuh dari awan yang tinggi dan meleleh lagi. Tapi ada sebagian yang terus melambung tinggi.
Penelitian baru-baru ini membuktikan bahwa es yang terlontar ke stratosfer tersebut mungkin ikut andil kepada penghangatan global.
Advertisement
2. Badai Bernafas dan Mata Badai 'Berkedip'
Badai bernafas dan hirupannya dilakukan di permukaan laut. Seandainya tidak ada dampak Coriolis, maka udara akan langsung mengalir masuk.
Dampak Coriolis memutar udara melawan arah putaran jarum jam di Belahan Utara dan searah putaran jarum jam di Belahan Selatan planet ini.
Dampak Coriolis ini juga aliran udara ini masuk hingga mencapai pusat badai yang bertekanan rendah. Jadi, terpaan kencang itu dipaksa berpusar sekitar pusat badai hingga membentuk dinding mata badai.
Aliran masuk itu membumbung hingga puluhan ribu meter dan kemudian bergerak spiral ke luar dari pusat pusaran hingga menjadi aliran keluar awan cirrus seperti dijelaskan di atas. Arah geraknya berlawanan dengan arah gerak di permukaan.
Sementara itu, sebagian dari udara yang membumbung tidak sampai membumbung setinggi badai dan melambat lalu jatuh kembali ke permukaan, mengering, dan kehilangan bentuknya sebagai awan.
Kawasan berbentuk mata di pusat adalah tempat paling tenang dalam suatu badai. Namun demikian, perubahan bisa terjadi sangat mendadak. Kebanyakan badai cenderung memiliki siklus penggantian dinding mata secara cepat.
Ketika terjadi siklus itu, mata badai menyusut ukurannya. Kemudian, mata badai seakan "berkedip" ketika terisi oleh awan-awan dan membuka lagi seteleh membentuk bentukan-bentukan baru dinding matanya.
3. Tercatat dalam Seismograf
Air memiliki berat. Ombak biasa, misalnya, membawa beberapa liter air. Dengan demikian, ombak raksasa suatu badai memiliki ukuran dan berat yang jauh lebih daripada ombak biasa.
Dalam sebuah badai, ombak-ombak bergerak sangat cepat dengan momentum berulang-ulang. Sebagai akibatnya, ombak-ombak bertalu-talu menghantam daratan dan Bumi berguncang.
Gelombang-gelombang raksasa bisa bertabrakan jauh dari pantai, seperti halnya Jaegers dan Kaiju di Cincin Pasifik yang menghasilkan gelombang suara berfrekuensi rendah.
Ketika para ilmuwan pertama kalinya mengetahui gelombang-gelombang seismik tersebut pada 1900-an, mereka mengira itu hanya derau (noise) latar belakang.
Baru pada pertengahan Abad ke-20 mereka menyadari bahwa badai lahyang menyebabkan sinyal-sinyal seismik dan suara infra. Pada 1938, sinyal-sinyal dari badai kategori 5 yang menerpa Pantai Timur AS terbaca oleh seismograf di Sitka, Alaska.
Seismometer modern sangat peka sehingga tidak mengherankan jika Badai Sandy, misalnya, terbaca menebarkan rangkaian seismik ke seluruh AS. Para peneliti kemudian juga menggunakan seismometer untuk melacak perubahan tekanan udara saat terjadinya badai.
Advertisement
4. Penyebab Badai Belum Jelas
Secara umum, para ilmuwan menduga badai terbentuk ketika udara hangat dan lembab di atas samudra membumbung hingga menciptakan kantong udara bertekanan rendah.
Kemudian bertambahlah aliran udara yang cukup lembab hangat ke dalam kantong dan ikut menanjak.Â
Sambil naik, udara yang membumbung menjadi dingin dan membentuk awan serta badai petir. Beberapa badai petir bergabung menjadi depresi tropis, badai tropis, lalu badai itu sendiri.
Yang mengganjal dalam benak para pakar adalah karena hal itu tidak terjadi hanya pada saat kondisi-kondisinya tepat walaupun seharusnya begitu.
Para ahli masih penasaran dengan cara pasti terpicunya badai. Memang benar, beberapa faktor seperti angin dan pusaran sudah diketahui, tapi belum ada kesepakatan di kalangan ilmuwan tentang faktor-faktor lainnya.
5. Badai Memiliki Batas yang Jelas
Kekuatan dan energi badai memang mencengangkan, tapi badai hebat pun harus tunduk kepada hukum fisika. Karena adanya dampak Coriolis, badai berpusar menurut arah tertentu.
Dampak Coriolis juga menyebabkan badai tidak menyeberangi garis khatulistiwa (ekuator).
Hukum fisika lainnya adalah bahwa jika ada dua atau lebih siklon saling berdekatan, mereka tidak bisa bergabung dan malah saling mengorbit. Hal tersebut dikenal sebagai dampak Fujiwhara.
Badai juga melemahkan dirinya karena memuntir lapisan hangat di bagian atas permukaan samudra sehingga ikut menyedot air dingin dari kedalaman.
Karena badai mendapat kekuatan dari panas, tersedotnya air dingin membatalkan peningkatan kekuatannya hingga bahkan bisa menghentikan badai itu sendiri.
Â
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Advertisement
6. Dampak Gurun Sahara Terhadap Badai Atlantik
Jika bukan karena Gurun Sahara, maka badai mungkin akan lebih sedikit jumlahnya.
Alasannya, gurun itu terletak di tempat yang tepat di dekat khatulistiwa dengan kawasan basah di selatan dan baratnya.
Ketika mencampur udara yang panas dan kering dengan udara yang secara relatif dingin dan lembab, maka mudah terbentuk angin ke timur yang dikenal sebagai "African easterly jet" yang membentuk ombak-ombak tropis.
Gelombang-gelombang itu menerpa lautan dan – dengan kondisi serta pemicu yang tepat—dapat berubah menjadi badai.
Hampir 90 persen badai terjadi dengan cara itu, termasuk badai-badai di Pasifik Timur.
Pada 2014 terjadi badai Iselle yang merupakan badai terkuat yang pernah menerpa Big Island di Hawaii. Sukar dipercaya karena ternyata badai itu bermulai sebagai gelombang tropis Afrika.
Sebaliknya, Sahara juga bisa menghentikan pembentukan badai dengan adanya "Sahara Air Layer," yaitu kantong udara kering berpasir yang bergerak ke arah barat di atas Atlantik, dekat ombak-ombak tropis.
Lapisan itu bisa menghancurkan sistem tropis karena menyerap kelembaban, melalui penciptaan pembalikan suhu (temperature inversion), atau melalui percepatan terpaan angin yang kemudian merobek sistem tropis.