Demi Rohingya, 800 Muslim di Rusia Salat di Depan Kedubes Myanmar

Tak hanya di depan Kedutaan Myanmar di Moskow, media sosial Rusia pun ramai dengan keprihatinan atas Rohingya.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 04 Sep 2017, 10:02 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2017, 10:02 WIB
Demi Rohingya, 800 Muslim di Rusia Salat di Depan Kedubes Myanmar
Demi Rohingya, 800 Muslim di Rusia Salat di Depan Kedubes Myanmar (Novosti Instagram)

Liputan6.com, Moskow - Ratusan muslim Rusia berkumpul di depan Kedutaan Besar Myanmar di Moskow. Mereka berunjuk rasa menunjukkan solidaritas atas apa yang terjadi dengan kaum Rohingya.

Unjuk rasa itu digelar pada Minggu, 3 September 2017. Demikian seperti dikutip dari Russian Today pada Senin (4/9/2017).

Sejumlah polisi lengkap dengan persenjataan hadir mengamankan para demonstran. Gambar dan video berkumpulnya muslim Rusia unjuk rasa di depan Kedubes Myanmar pun ramai di media sosial.

Unjuk rasa dilaporkan berlangsung dengan damai. Kepolisian Moscow mengatakan kepada kantor berita TASS, "setidaknya ada 800 orang berkumpul di depan Kedutaan Myanmar. Mereka berunjuk rasa dalam damai."

Untuk menunjukkan solidaritas atas Rohingya, para muslim Rusia melakukan azan dan salat di depan Kedutaan Myanmar.

Berikut video ratusan muslim Rusia berunjuk rasa dan salat di depan kedutaan Myanmar:

Tak hanya di depan kedutaan Myanmar di Moskow, media sosial Rusia pun ramai dengan keprihatinan atas Rohingya.

Salah satu pengguna Instagram mengunggah foto unjuk rasa di depan Kedutaan Myanmar di Moskow dengan pengantar, "hentikan genosida Rohingya..."

Sementara itu, Interfax melaporkan, ada 20 mobil polisi dan kendaraan berat untuk menjaga unjuk rasa itu.

Demi Rohingya, 800 Muslim di Rusia Salat di Depan Kedubes Myanmar (varlamov Twitter)

Adapun menurut otoritas setempat, sebenarnya unjuk rasa itu tidak mendapat restu dari Moskow.

Kekerasan di Rakhine meletus sekitar sepekan lalu dengan sekitar 58.000 orang melarikan diri ke Bangladesh. Konflik diperkirakan menewaskan lebih dari 100 orang. Sebagian menyebut angkanya menyentuh 400 orang.

Rohingya mengklaim bahwa pasukan keamanan dan massa membakar desa mereka. Sementara, pihak keamanan Myanmar membela diri bahwa peristiwa tersebut merupakan respons atas 20 serangan terhadap pos polisi yang dilakukan oleh militan Rohingya.

Atas peristiwa itu, ribuan warga Rohingya telantar di perbatasan Myanmar dan Bangladesh, akibat dihalau oleh otoritas perbatasan.

Mengetahui peristiwa itu, PBB mendesak agar otoritas perbatasan Bangladesh menghentikan aksi penghalauan dan mengizinkan sekitar 6.000 warga dari etnis minoritas tersebut untuk masuk ke negara dengan Ibu Kota Dhaka. Demikian seperti dilansir Channel News Asia.

"Sekitar 6.000 warga Myanmar (Rohingya) berkumpul di perbatasan dan mencoba masuk ke Bangladesh," kata otoritas senior Pasukan Penjaga Perbatasan Bangladesh.

Saat ini, ada sekitar 400.000 warga Rohingya yang tinggal di kamp pengungsi di Bangladesh. Mungkin atas alasan itu, pemerintah pusat di Dhaka menghentikan arus masuk warga sipil dari Myanmar.

Sementara itu, Ketua Badan HAM PBB, Zeid Ra'ad Al Hussein, sangat menyayangkan situasi yang tengah dihadapi oleh warga Rohingya. Ia menuding perlakuan salah dari pemerintah Myanmar merupakan akar dari kekerasan serta kejahatan kemanusiaan yang diderita oleh kelompok etnis yang dominan pemeluk Muslim.

 

Retno Marsudi, Menlu Pertama yang Datang ke Myanmar...

Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, terbang ke Myanmar untuk menemui perwakilan pemerintah di sana guna membahas isu pengungsi Rohingya.

"Menlu RI telah mendarat di Yangon hampir tengah malam pada Minggu, 3 Agustus 2017. Dubes RI untuk Yangon, Ito Sumardi, beserta dua pejabat tinggi Myanmar, yaitu Deputy Direktur Jenderal Protokol, U Zaw Thomas O, serta Dirjen Strategic Study Kemlu Myanmar, Daw Khay Thi, menjemput Menlu Retno," demikian informasi yang disampaikan pihak Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI yang diterima Liputan6.com pada 4 September 2017 pagi.

"Atas perintah Presiden dan setelah berkomunikasi dengan Pemerintah Myanmar, (Minggu sore) saya berangkat menuju Myanmar untuk bertemu dengan State Counsellor/Menlu Myanmar, Daw Aung San Suu Kyi," demikian disampaikan Menlu RI sebelum berangkat menuju Soekarno-Hatta International Airport pada Minggu, 3 September 2017 sore.

"Perjalanan saya tidak hanya membawa amanah dari masyarakat Indonesia, tetapi juga harapan dunia internasional, agar Indonesia dapat menyampaikan harapan masyarakat Internasional yang juga mengharapkan agar krisis kemanusiaan ini dapat segera diselesaikan," ucap dia.

Menurut Retno, Indonesia adalah salah satu negara yang merespons dengan cepat pada saat gelombang kekerasan baru terjadi di Rakhine. Respons yang sama juga dilakukaan Indonesia saat krisis serupa terjadi di Rakhine pada Oktober lalu.

Berdasarkan pengamatan Retno, ia merupakan menteri luar negeri pertama yang masuk ke Myanmar dan akan mengadakan pertemuan dengan otoritas negara tersebut untuk membahas masalah yang terjadi di Rakhine.

Menyikapi situasi yang memanas di Rakhine State, Pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah guna mendorong Pemerintah Myanmar untuk segera memulihkan keamanan dan stabilitas di Rakhine State.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya