Selamatkan Rohingya, Kapal Migran Mediterania Bertolak ke Myanmar

Sebuah kapal milik organisasi penyelamat migran di Mediterania, bertolak dari Malta untuk membantu menyelamatkan warga Rohingya.

oleh Citra Dewi diperbarui 05 Sep 2017, 15:05 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2017, 15:05 WIB
Kapal milik MOAS
Kapal milik Migrant Offshore Aid Station (MOAS) saat melakukan penyelamatan di Mediterania. (AFP)

Liputan6.com, Yangoon - Sebuah organisasi yang mengklaim telah menyelamatkan 40 ribu migran dari Mediterania, bergerak ke Asia untuk membantu warga Rohingya.

Organisasi yang bernama Migrant Offshore Aid Station (MOAS) itu, berangkat dari Malta dan telah melakukan operasi penyelamatan para migran sejak 2014.

MOAS mengambil keputusan tersebut setelah puluhan ribu warga Rohingya melarikan diri dari krisis kemanusiaan di Rakhine, Myanmar, ke Bangladesh. Menurut PBB, jumlahnya mencapai 87 ribu orang.

Kapal MOAS diperkirakan akan membutuhkan tiga minggu untuk sampai ke Teluk Benggala dan melakukan misi penyelamatan warga Rohingya.

"Kapal akan mengirimkan banyak bantuan kemanusiaan kepada warga Rohingya, dan akan bekerja dengan menyediakan platform untuk transparansi, advokasi, dan akuntabilitas di wilayah ini," ujar MOAS seperti dikutip dari BBC, Selasa (5/9/2017).

Namun, langkah tersebut diambil MOAS di tengah ketidakpastian iklim migran di Libya.

Organisasi itu mengkhawatirkan bahwa Eropa akan menekan penghentian keluarnya migran dari Libya. Negara di Afrika utara itu, menjadi tempat menyeberangnya para migran ke Eropa melintasi Laut Mediterania.

MOAS mengkhawatirkan bahwa dengan penghentian itu akan membahayakan nyawa para migran.

"Saat ini ada banyak pertanyaan tanpa jawaban, dan terlalu banyak keraguan tentang orang-orang yang terjebak atau dipaksa kembali ke Libya," ujar pendiri MOAS, Regina Catrambone.

"Kisah mengerikan mereka yang bertahan hidup, bagaikan mimpi buruk. Mereka mengalami penganiayaan, kekerasan, penyiksaan, penculikan, dan pemerasan," kata dia.

"MOAS tidak ingin menjadi bagian dari skenario di mana tak ada yang memperhatikan mereka yang mendapat perlindungan, dan hanya berfokus untuk mencegah mereka tiba di pantai Eropa tanpa pertimbangan nasib mereka terjebak di laut," ucap Catrambone.

Namun, Catrambone dan MOAS mengatakan bahwa mereka tidak ingin membiarkan apa yangtelah mereka bangun selama tiga tahun menjadi sia-sia. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk memindahkan kapal mereka, Phoenix, ribuan kilometer untuk misi berikutnya.

Usulan Indonesia untuk Redakan Krisis Rohingya

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi melakukan pertemuan dengan State Counsellor sekaligus pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi. Untuk menyelesaikan krisis Rohingya, Indonesia menawarkan formula 4+1.

Empat elemen ini terdiri dari, pertama, mengembalikan stabilitas dan keamanan. Kedua, menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan. Ketiga, perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine State, tanpa memandang suku dan agama. Yang terakhir, pentingnya segera dibuka akses untuk bantuan keamanan.

"Empat elemen pertama merupakan elemen utama yang harus segera dilakukan agar krisis kemanusiaan dan keamanan tidak semakin memburuk," kata Menlu Retno dalam keterangan pers yang diterima Liputan6.com pada Senin, 4 September 2017.

Satu elemen lainnya adalah pentingnya agar rekomendasi Laporan Komisi Penasihat untuk Rakhine State yang dipimpin oleh Kofi Annan dapat segera diimplementasikan.

Satu capaian penting misi diplomasi kemanusiaan Indonesia ini adalah dengan disepakatinya Indonesia dan ASEAN terlibat dalam penyaluran bantuan kemanusiaan di Rakhine State. Mekanisme penyaluran dipimpin oleh Pemerintah Myanmar, tapi melibatkan ICRC dan beberapa negara termasuk Indonesia dan ASEAN.

Dalam pemberian bantuan ini, Indonesia selalu menekankan bahwa bantuan harus sampai kepada semua orang yang memerlukan, tanpa kecuali, tanpa memandang agama dan etnis.

Mengenai implementasi rekomendasi laporan Kofi Annan, pemerintah Myanmar membentuk komite implementasi dan Badan Penasihat untuk mengawasi implementasi rekomendasi.

Retno dalam pertemuan juga menyampaikan kepedulian dan komitmen tinggi LSM kemanusiaan Indonesia terhadap Myanmar. Dalam kaitan ini Retno mencontohkan bahwa baru saja diluncurkan Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM) pada 31 Agustus 2017.

Aliansi ini terdiri dari 11 organisasi kemanusiaan, yang memprioritaskan bantuannya pada pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Komitmen bantuan yang diberikan AKIM sebesar US$ 2 juta.

Selain bertemu dengan State Counsellor, Retno juga melakukan pertemuan dengan tiga Menteri yaitu menteri pada kantor Presiden, National Security Advisor dan menteri muda urusan luar negeri. Pertemuan ini untuk membahas masalah teknis mekanisme bantuan kemanusiaan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Myanmar.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya