Liputan6.com, New York - Enam belas tahun lalu, sebuah insiden teror mengguncang Amerika Serikat. Warga Negeri Paman Sam, juga penduduk dunia, terhenyak saat menyaksikan dua pesawat menabrak menara kembar World Trade Centre (WTC).
Dua pesawat lain menargetkan Pentagon dan burung besi keempat yang celaka di Pennsylvania. Total 2.996 nyawa tercabut saat itu.
Sebuah gugatan terbaru terkait teror 9/11 menyajikan bukti baru tentang keterlibatan pemerintah Arab Saudi.
Advertisement
Menurut dokumen pengadilan, Duta Besar Arab Saudi di Washington diduga mendanai dry run (pemanasan) atau latihan penyanderaan yang melibatkan dua pegawai Kedubes.
Melansir The New York Post, pada Selasa (12/9/2017), dalam dokumen pengadilan disebut dua tahun sebelum serangan 9/11, Kedutaan Besar Saudi diduga membayar dua warga negaranya untuk tinggal di AS dan menyamar sebagai mahasiswa.
Mereka diminta untuk terbang dari Phoenix ke Washington "sebagai pemanasan untuk serangan 9/11," demikian tertera dalam dokumen gugatan.
Diduga, keduanya bertugas mengecek keamanan di pesawat dalam penerbangan domestik.
Gugatan teranyar diajukan oleh sekitar 1.400 keluarga korban jiwa dalam serangan teroris 16 tahun lalu. Kala itu, Twin Tower, Manhattan, ditabrak dua pesawat hingga runtuh.
"Gugatan memaparkan sebuah pola dukungan finansial dan operasional untuk konspirasi 9/11 yang berasal dari sumber resmi Saudi," kata pengacara untuk para penggugat, Sean Carter.
Sebelumnya, muncul dugaan pemerintah Saudi mungkin telah terlibat dalam serangan sejak tahap awal, termasuk pengujian keamanan kokpit.
"Kami telah lama menguak bahwa ada hubungan erat antara Al Qaeda dan komponen pemerintah Saudi," kata Carter.
Di sisi lain, pemerintah Arab Saudi telah lama membantah memiliki hubungan dengan teroris. Pengacara yang mewakili pemerintah Riyadh telah mengajukan mosi untuk menolak klaim tersebut. Penggugat harus menanggapi mosi tersebut pada bulan November 2017.
Kasus itu bisa masuk ke pengadilan setelah Kongres menyetujui Undang-Undang Justice Against Sponsors of Terrorism (JASTA).
Kongres kala itu mengenyampingkan veto dari mantan Presiden Barack Obama dan lobi dari pemerintah Saudi. Undang-undang tersebut mengizinkan korban dan keluarga korban untuk menuntut pemerintah asing di Pengadilan Federal AS.
Menurut dokumen dan seperti yang dilaporkan oleh New York Post, gugatan class action tersebut berpendapat bahwa "pola dukungan finansial dan operasional" dari pemerintah Arab Saudi membantu para pembajak sebelum serangan 9/11.
Bukti Keterlibatan Arab Saudi dalam Dokumen FBI
Dokumen FBI, yang diajukan sebagai bukti para penggugat, mengklaim bahwa kedua warga Saudi yang datang ke AS, Mohammed al-Qudhaeein dan Hamdan al-Shalawi, sebenarnya adalah anggota "jaringan agen Kerajaan Saudi".
Dokumen tersebut mengklaim orang-orang itu dilatih di Afghanistan dengan sejumlah anggota Al Qaeda lainnya yang berpartisipasi dalam serangan tersebut.
Qudhaeein diduga bekerja di Kementerian Urusan Islam di Arab Saudi, dan Shalawi adalah "pegawai lama pemerintah Saudi" di Washington DC.
Pada bulan November 1999 mereka dikabarkan naik penerbangan America West ke Washington, dan mencoba untuk mengakses kokpit beberapa kali. Keduanya juga mengajukan "pertanyaan teknis" ke pramugari dan membuat para awak "curiga".
Qudhaeein dilaporkan bertanya kepada staf di mana toilet berada dan diarahkan ke arah yang benar. Namun, ia justru mencoba memasuki kokpit.
Pilot lantas melakukan pendaratan darurat di Ohio dan kedua pria tersebut dibebaskan setelah diinterogasi awal dari FBI.
Tiket pesawat mereka dilaporkan dibayar oleh Kedutaan Besar Saudi, menurut Kristen Breitweiser, yang suaminya terbunuh pada 9/11.
Kedua pria tersebut juga dilaporkan menghadiri sebuah simposium di Washington, yang diselenggarakan oleh kedutaan besar Saudi yang berhubungan dengan Institut Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab di Amerika, yang mempekerjakan ulama Al Qaeda Anwar al-Awlaki sebagai seorang dosen.
Al-Awlaki kemudian membantu pembajak untuk mendapatkan perumahan dan identitas saat mereka tiba di AS awal tahun 2000.
Post melaporkan bahwa warga Saudi tinggal di Arizona dan sering berkomunikasi dengan pejabat Saudi.
Pengacara mengatakan tuduhan gugatan class action didasarkan pada hampir 5.000 halaman bukti. Sebanyak 15 dari 19 pembajak tersebut adalah orang Saudi. Ratusan ribu dokumen AS mengenai Arab Saudi tetap dirahasiakan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement
Kesimpulan CIA Era Obama
Meski dokumen FBI menemukan keterkaitan antara Arab Saudi dan peristiwa 9/11, namun tidak bagi CIA. Pada Juli 2016 lalu, pemerintahan Obama memutuskan segera melansir data rahasia mengenai investigasi peristiwa serangan 11 September atau 9/11. Data setebal 28 halaman itu didapat dari laporan penyidikan sebanyak 838 lembar.
Kongres akhirnya menguak bab terakhir penyelidikan aksi teror yang memakan banyak korban tersebut.
Dokumen itu menyatakan, beberapa orang pembajak mempunyai orang dalam di Arab Saudi, termasuk pejabat pemerintah.
Bob Graham, wakil ketua penyelidikan, percaya bahwa teroris itu mendapatkan bantuan yang besar dari Arab Saudi, sementara mereka mempersiapkan serangan di AS.
Seperti dugaannya, halaman itu menyunting nama individu yang ikut membantu para teroris mendapatkan apartemen dan membuka rekening tabungan.
Namun, sebelum data itu dibuka ke publik, bos CIA kala itu, John Brennan, percaya bahwa dalam susunan 28 halaman laporan Komisi 9/11 yang saat itu akan segera diumumkan, tidak akan ditemukan bukti keterlibatan pemerintah Arab Saudi dalam serangan 11 September itu.
Laporan tersebut merupakan rangkaian 'pendahuluan' penyelidikan diterbitkan pada 2002. Penyelidikan dilakukan dengan menyambungkan potongan demi potongan informasi, tentang siapa yang bertanggung jawab untuk peristiwa 9/11," kata Brennan.
Berdasarkan laporan tersebut, direktur CIA itu mengatakan Komisi 9/11 itu memeriksa dengan teliti, menyangkut keterlibatan pemerintah Saudi atau pejabat senior Saudi.
Kesimpulan yang didapatkan adalah tidak ada bukti menunjukkan bahwa pemerintah Saudi atau individu Saudi, mendukung serangan 9/11.
"Informasi tidak dapat membuktikan keterlibatan Saudi," kata Brennan.
"Sangat disayangkan penyerangan tersebut terjadi. Tapi, insiden tersebut terjadi akibat ulah Osama Bin Laden bersama dengan kelompok terornya, Al Qaeda," kata dia.
Sebelum dipublikasikan, pada bulan Mei, Brennan awalnya menolak untuk merilis laporan tersebut, karena dianggap mengandung 'informasi tanpa pemeriksaan'.