Liputan6.com, Boston - Menurut sebuah studi, Bumi akan kembali mengalami kepunahan massal pada tahun 2100. Prediksi kepunahan massal keenam itu, didasarkan pada studi perhitungan matematika dari lima kejadian kepunahan massal dalam waktu 540 juta tahun.
Co-director Lorenz Centre Massachusetts Institute of Technology (MIT), Profesor Daniel Rothman, berteori bahwa adanya gangguan siklus alami karbon melalui atmosfer, lautan, tumbuhan, dan hewan, berperan besar dalam kepunahan massal.
Lalu ia mempelajari bahwa empat dari lima kepunahan massal sebelumnya terjadi saat gangguan karbon itu melewati ambang perubahan bencana.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari Independent, Sabtu (22/9/2017), Great Dying yang menjadi kepunahan massal terburuk dari semua, melanggar salah satu ambang batas tersebut dengan selisih terbesar. Peristiwa yang memusnahkan 96 persen spesies di Bumi itu terjadi sekitar 248 juta tahun lalu.
Berdasarkan analisisnya terhadap kepunahan massal tersebut, Rothman menembangkan formula matematika untuk memprediksi berapa banyak karbon yang harus diserap lautan sebelum memicu kepunahan massal keenam.
Jawabannya sangat mencengangkan.
Berdasarkan prediksi terbaik Intergovernmental Panel on Climate Change, dari 310 gigaton karbon, hanya 10 gigaton yang dipancarkan pada tahun 2100. Bahkan skenario terburuk akan menghasilkan lebih dari 500 gigaton.
Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa kepunahan massal keenam sebenarnya telah dimulai. Jumlah spesies yang saat ini hilang dari Bumi, tak jauh berbeda dengan jumlah kepunahan terjadi pada lima peristiwa sebelumnya.
Namun Rotham menekankan bahwa kepunahan massal tidak selalu melibatkan perubahan dramatis pada siklus karbon -- seperti yang ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan drastis siklus karbon selama kepunahan Devon Akhir pada 360 juta tahun lalu.
Penyebab Kepunahan Massal
Dalam jurnal Science Advances, ia mencatat bahwa kejadian seperti letusan gunung berapi, perubahan iklim, dan faktor lingkungan lainnya juga bisa berperan dalam kepunahan massal.
Namun ia mengatakan bahwa perubahan besar pada siklus karbon, seperti pembakaran karbon dan jumlah besar dalam bentuk minyak, batu bara, dan gas juga harus dipertimbangkan.
"Sejarah sistem Bumi adalah kisah soal perubahan. Beberapa perubahan bersifat bertahap dan tidak berbahaya, tapi yang lainnya, terutama yang terkait dengan kepunahan massal, relatif mendadak dan merusak," tulis Rothman.
Ide bahwa kepunahan massal disebabkan oleh perubahan lingkungan dalam skala besar pertama kali diusulkan sekitar 200 tahun lalu oleh naturalis Prancis, Georges Cuvier.
Jika perubahan lingkungan terlalu cepat bagi spesies untuk berevolusi, mereka akan punah karena kalah dengan spesies yang mampu beradaptasi lebih baik.
Beberapa spesies pohon saat ini keberadaanya telah terancam karena peningkatan suhu global sehingga mereka tak dapat bermigrasi. Namun baru-baru ini, para ilmuwan menggambarkan bagaimana iklan pembunuh Atlantik dapat bertahan dari polusi di lepas pantai timur AS.
Rothman mengatakan, diperlukan waktu ribuan tahun agar bencana ekologis dapat terjadi. Namun tahun 2100 menjadi titik kritis di mana dunia memasuki 'wilayah tak dikenal'.
"Ini bukan berarti bahwa bencana akan terjadi pada esok hari. Namun dikatakan, jika dibiarkan, siklus karbon akan beralih ke alam yang lebih tidak stabil lagi dan berperilaku dengan cara yang sulit diprediksi," jelad Rothman.
"Di masa lalu geologis, jenis perilaku ini dikaitkan dengan kepunahan massal," imbuh dia.
Advertisement