4 Bisnis Ini 'Tersingkir' Karena Gagal Ikuti Selera Milenial?

Berkat kreativitas yang mereka ciptakan, kaum millenial seolah menjadi pasar yang mengiurkan bagi pelaku bisnis.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 01 Nov 2017, 20:20 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2017, 20:20 WIB
Ilustrasi anak muda (iStock)
Ilustrasi anak muda (iStock)

Liputan6.com, New York - Milenial menjamur... Milenial mendominasi. Kondisi seperti ini yang tengah dirasakan oleh beberapa negara di belahan dunia. Pengaruhnya begitu kuat, kerap menciptakan tren baru dan jadi patokan bagi dunia bisnis.

Berkat kreativitas yang mereka ciptakan, kaum milenial seolah menjadi pasar yang menggiurkan bagi pelaku bisnis. Bahkan, ramai perusahaan yang menggunakan jasa kaum milenial untuk memasarkan produknya.

Karena dianggap berpengaruh dan terkenal di komunitas, para artis Instagram (selebgram) yang juga tergolong dalam kategori milenial kerap mempromosikan suatu produk mulai dari pakaian, makanan, makeup hingga kebutuhan lainnya lewat media sosial.

Apabila foto produk barang telah mereka unggah, maka ribuan atau jutaan pengikut akan terinspirasi untuk menggunakan produk yang sama.

Kebanyakan, produk atau jasa yang mereka promosikan berasal dari indie label -- sebuah pelaku bisnis yang menciptakan produk antimainstreem atau sebuah barang yang nilai kreativitasnya begitu keren.

Jika kondisi semacam ini sudah merajai anak-anak milenial maka, perusahaan besar yang kena getahnya. Produk yang selama ini mereka tawarkan sudah tak laku, angka penjualan menurun karena para peminat sudah berpaling ke lain hati.

Namun tak jarang, ada beberapa perusahaan yang gulung tikar alias bangkrut karena serangan bertubi-tubi dari indie label tersebut.

Seperti dilansir dari laman Businessinsider.sg, Rabu (1/11/2017), berikut 4 bisnis yang gulung tikar akibat milenial:

 

1. Bisnis Serbet

Ilustrasi anak muda (iStock)

Konsumen muda (yang tergolong milenial) lebih memilih tisu dibanding serbet. Hal itu merujuk pada sebuah artikel yang pernah dimuat oleh Washington Post tahun 2016.

Media itu mengacu pada sebuah survei yang dilakukan oleh lembaga Mintel. Mereka menemukan fakta bahwa hanya 56 persen responden yang mengaku membeli serbet dalam enam bulan terakhir.

Sementara 86 persen survei mengatakan bahwa mereka menggantinya dengan tisu kertas.

Tisu kertas dianggap lebih fungsional daripada serbet dan digunakan untuk tujuan lebih.

2. Sereal

Ilustrasi anak muda (iStock)

Lembaga Mintel mengatakan, sereal adalah pilihan sarapan milenia yang dianggap tak bersahabat. Mereka merasa makan sereal juga tidak begitu nyaman karena harus membersihkannya setelah makan. Demikian laporan dari The New York Times tahun 2016.

Sebagai gantinya, konsumen yang lebih muda telah beralih ke pilihan yang lebih praktis. Seperti contoh yogurt hingga makanan sarapan cepat saji.

Penjualan sereal turun hingga 5 persen dari 2009 hingga 2014. Perusahaan seperti Kellogg dan General Mills melaporkan bahwa penjualan mereka sudah jatuh sejak tahun 2017.

3. Sabun Batangan

Ilustrasi anak muda (iStock)

Penjualan sabun batangan menurun hingga 2,2 persen dari tahun 2014 hingga 2015. Menurut Mintel, penyebab utamanya adalah bak mandi atau bathtup yang kian digemari.

"Hampir setengah (48 persen) konsumen Amerika Serikat percaya bahwa sabun batangan tercakup banyak kuman setelah digunakan. Beda halnya dengan konsumen yang jauh lebih tua yang menganggap sabun batangan begitu nyaman," tulis Mintel.

4. Merek Pakaian dan Ritel

Ilustrasi anak muda (iStock)

Di Amerika Serikat, beberapa merek-merek terkenal seperti H&M, Zara,  serta perusahaan ritel Macy's dan Sears telah menutup gerai miliknya karena tak mampu bersaing dengan indie label.

Sears bahkan telah menutup lebih dari 300 gerai sementara Macy sudah telah menutup 68 gerai.

Sebagian alasan disebabkan oleh kebiasaan milenial yang lebih tertarik menghabiskan uang untuk ke restoran dan travelling.

Sejumlah gerai juga terancam tutup karena kalah bersaing dengan toko online. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya