Liputan6.com, Pretoria - Apakah cara terbaik menghentikan perdagangan ilegal cula badak? Suatu analisis baru menyebutkan bahwa Afrika Selatan dapat secara legal dan berkelanjutan menghasilkan cukup cula untuk memenuhi permintaan sekarang.
Namun demikian, para ahli konservasi mengatakan hal itu mungkin tidak bisa mencegah pencurian.
Tinggal kira-kira 25 ribu badak tersisa di Afrika, terutama badak putih (Ceratotherium simum) di Afrika Selatan. Tapi, sejak 2008, negara itu dilanda pencurian besar-besaran. Hingga Juli, ada 529 badak yang dibunuh tahun ini. Cula terutama dijual ke China dan beberapa negara Asia lain sebgai obat dan hadiah.
Advertisement
Baca Juga
Pembunuhan terjadi walaupun sudah ada larangan perdagangan cula badak. Oleh karena itu, pada 2013, Duan Biggs dari University of Queensland, Australia, mengusulkan perdagangan legal cula badak.
Cula badak bisa diambil tanpa membunuh hewan itu, lalu culanya tumbuh kembali dalam beberapa tahun, demikian dikutip dari New Scientist pada Kamis (2/11/2017).
Secara prinsip, benda itu bisa didapat secara berkelanjutan. Menurutnya, ketika pasar dibanjiri produk yang bertanggungjawab, maka harga turun sehingga mengurangi insentif untuk mencuri.
Pada April, Afrika Selatan mengakhiri moratorium 8 tahun dalam perdagangan cula badak sehingga beberapa warga lokal pemilik badak mulai berjualan.
Pedagang paling besar adalah pembiak badak bernama John Hume yang memiliki 1.500 badak dan cadangan lebih dari 6 ton cula. Dialah yang mengajukan gugatan hukum untuk menyudahi moratorium.
Menurut Hume, tujuannya adalah menyelamat badak-badak. Sebagian dana kegiatannya diperoleh dari penggergajian cula dan menjualnya melalui lelang. Pada Agustus lalu, ia menjual 500 kilogram cula secara daring.
Banyak ahli konservasi tidak yakin dengan itu. Tapi, hingga sekarang mereka belum punya jawaban untuk pertanyaan mendasar, yaitu jumlah badak yang diperlukan agar pasokan cula berkelanjutan.
Seberapa Banyak Cula?
Sebuah penelitian baru di bawah pimpinan Andrew Taylor dari Endangered Wildlife Trust di Gauteng, Afrika Selatan, dilakukan bersama dengan tim yang antara lain berisi peneliti dari organisasi pelestarian WWF dan badan amal Panthera.
Mereka menelaah empat cara mendapatkan cula secara alamiah, yaitu pemotongan cula, kematian alamiah, lomba berburu, dan penjualan timbunan cula yang sudah ada. Untuk menentukan kecepatan tumbuh kembalinya cula, mereka menggunakan data Hume.
Menurut perhitungan tim, Afrika Selatan bisa menghasilkan antara 5.319 dan 13.356 kilogram setiap tahun. Angka itu bisa melebihi jumlah di pasar gelap Afrika. Antara 2014 dan 2016, sekitar 1.130 badak dibunuh setiap tahun demi menghasilkan 5.300 kilogram cula.
Kelihatannya, perdagangan legal bisa mengalahkan itu. Menurut Taylor, "Pemasukan dari penjualan cula bisa disalurkan kembali untuk melawan pembunuhan (badak)."
Melindungi badak tidak murah sehingga banyak pemilik badak "menjualnya karena tidak sanggup menanggung biaya."
Tapi para ahli konservasi lain bersikukuh bahwa tindakan itu tetaplah suatu kesalahan. Serupa dengan gagasan lain, misalnya rencana membuat cula tiruan menggunakan pencetak 3D yang juga ditanggapi secara skeptis.
David Blanton dari Serengeti Watch berpendapat, "Sungguh suatu gagasan mengerikan, yaitu legalisasi perdagangan cula badak."
Advertisement
Hentikan Saja
Ada dua pertanyaan utama. Pertama, adalah kelebihan pasokan yang bukan sekedar memenuhi permintaan sekarang malah memang mendongkrak perdagangan karena harga tetap tinggi dan para pencurinya mendapat insentif. African Wildlife Foundation mengkhawatirkan hal tersebut dan memandang legalisasi perdagangan cula akan menyuburkan permintaan dari China.
Badan itu juga megatakan bahwa tindakan itu akan membenarkan perdagangan. Cula badak tidak memiliki khasiat kedokteran apapun, sehingga penjualannya malah memberikan kesan yang salah, seakan cula memang berkhasiat.
Menurut Andrea Crosta, salah satu pendiri Elephant Action League, legalisasi "menciptakan persepsi bahwa pembelian produk ini baik-baik saja."
Seiring dengan peningkatan kemampuan belanja warga China, berarti ada "puluhan atau ratusan juta konsumen cula badak."
Pertanyaan ke dua adalah apakah perdagangan legal bisa dikendalikan.
Perdagangan internasional cula badak berlangsung secara rumit. Pada Juli lalu, Elephant Action League melakukan penyidikan dan mengungkapkan bahwa para calo di Vietnam dan China membawa barang selundupan melalui jejaring pengangkut, termasuk angkatan laut China, layanan perkapalan lintas batas, dan kurir berlapis-lapis. Cula bisa diantar hanya dalam waktu 3 hari.
Sistem itu bisa menunggangi perdagangan legal, demikian menurut Crosta. Katanya, "Sistem legal akan menciptakan kesempatan untuk menyusupkan semua cula badak dari Afrika dan Asia. Badak-badak di luar Afrika Selatan akan habis semuanya dan cula mereka disusupkan ke dalam sistem yang legal."
Sementara itu, di Afrika Selatan, ia menduga badak-badak akan diternakan seperti sapi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Permintaan, Bukan Pasokan
Solusi nyata, menurut Crosta, ada pada pemerintah-pemerintah di Asia. Katanya, "Setelah menyamar selama setahun di China dan Vietnam, kami menyampaikan daftar berisi 56 penyelundup dan calo cula badak dan produk hewan liar lainnya kepada pihak berwenang China."
"Jika kami sebagai NGO yang terbatas dananya bisa melakukan ini, bayangkan apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah China. Mereka ada di posisi untuk menghancurkan pasar ilegal cula badak."
Di Vietnam, "beberapa pengapalan cula badak dan gading telah disergap, pimpinan jejaring utama perdagangan cula badak dan gading dari Afrika ke Vietnam telah ditangkap dan diadili, dan akan ada aturan baru yang mulai berlaku Januari nanti dengan hukuman yang berat," demikian menurut Quyen Vu dari Education for Nature – Vietnam.
"Semua kemajuan ini akan terganjal jika perdagangan legal diperbolehkan."
Pada 2008, Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) mengizinkan satu kali penjualan 108 ton gading. Tapi pembantaian gajah tidak berhenti. Kata Vu, "Jangan-jangan kita lupa bahwa cara seperti itu tidak berhasil."
Menurut Taylor, "Pada dasarnya, kita tidak cukup mendapatkan informasi untuk membuat keputusan kredibel untuk legalisasi perdagangan."
Advertisement