Liputan6.com, Riyadh - Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri yang beberapa waktu lalu menyatakan mundur membantah rumor yang menyebutkan bahwa ia ditahan pemerintah Arab Saudi. Hariri juga menyatakan bahwa ia akan kembali ke Beirut "sesegera mungkin" untuk menegaskan pengunduran dirinya.
Pernyataan Hariri tersebut disampaikan dari Ibu Kota Arab Saudi, Riyadh. Itu adalah pertama kalinya Hariri bicara di muka publik sejak mengumumkan mundur delapan hari lalu.
Saat berbicara dengan Future TV, sebuah stasiun yang berafiliasi dengan partai politiknya, Hariri mengatakan bahwa ia bebas di Arab Saudi.
Advertisement
"Di sini, di Kerajaan Arab Saudi, saya bebas, saya sepenuhnya bebas. Namun, saya juga ingin menjaga keluarga saya," katanya. Hariri menambahkan, ia berencana untuk kembali ke Lebanon dalam waktu dekat seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin (13/11/2017).
"Saya tidak bicara dalam hitungan bulan... Saya bicara dalam hitungan hari dan saya akan kembali ke Lebanon," imbuhnya.
Baca Juga
Hariri yang merupakan seorang politikus Sunni dan sekutu lama Saudi mengejutkan publik dengan pengumuman pengunduran dirinya pada 4 November. Keputusan Hariri untuk mundur disampaikan ketika ia tengah berada di Saudi.
Dalam pengumuman pengunduran dirinya, Hariri menyalahkan Iran dan sekutunya di Lebanon, Hizbullah, karena dianggapnya telah ikut campur dalam urusan negaranya. Hariri khawatir ia menjadi target pembunuhan seperti yang terjadi terhadap ayahnya, Rafiq Hariri, yang tewas dalam tragedi bom truk pada 2005.
Di negaranya, beredar kabar bahwa di Hariri berada di bawah tahanan rumah atau tahanan sementara di Riyadh.
Guncangan Politik
Pengunduran diri Hariri, yang dilakukan 11 bulan setelah menjabat, telah menempatkan Lebanon dalam situasi penuh ketidakpastian, mengancam stabilitas politik yang rapuh, dan meningkatkan kekhawatiran atas sebuah krisis terbuka.
Dalam lingkup yang lebih luas, mundurnya Hariri juga memicu kekhawatiran akan adanya eskalasi di kawasan antara Iran dan negara-negara Teluk, terutama Arab Saudi.
Hariri adalah bagian dari pemerintah koalisi yang juga mencakup faksi politik Hizbullah, sebuah kelompok Syiah yang populer di parlemen Lebanon dan memiliki sayap bersenjata yang kuat.
Adapun pemimpin Hizbullah, Hasan Nasrallah, pada hari Jumat mengatakan bahwa Hariri saat ini ditahan di Arab Saudi dan pengunduran dirinya dilakukan di bawah tekanan. Nasrallah menyatakan keyakinannya jika pengunduran diri Hariri adalah bagian dari apa yang dia sebut kebijakan Arab Saudi untuk memicu ketegangan sektarian di Lebanon.
Sementara, dalam wawancaranya pada Minggu, Hariri menegaskan bahwa ia menulis sendiri pidato pengunduran dirinya dan bersikeras ia tidak berada di bawah tekanan.
"Saya ingin membuat kejutan positif bagi rakyat Lebanon sehingga orang-orang tahu betapa berbahayanya situasi yang kita hadapi," tutur Hariri.
Lebih lanjut, Hariri mengungkapkan bahwa saat kembali ke Lebanon, ia akan mengonfirmasi pengunduran dirinya sesuai dengan konstitusi negara tersebut. Meski demikian, ia juga mengisyaratkan keputusannya untuk mundur dapat saja dibatalkan bila Hizbullah menghormati kebijakan Lebanon untuk tidak terlibat dalam konflik regional.
Rami Khouri, pakar kebijakan publik senior di American University of Beirut, mengatakan bahwa bahasa tubuh Hariri selama wawancara dengan Future TV mengindikasikan bahwa dia berada dalam "situasi yang tidak nyaman".
"Ini bukan Saad Hariri yang normal yang pernah kita lihat di Lebanon selama bertahun-tahun," kata Khouri kepada Al Jazeera.
"Dia secara fisik terlihat tidak nyaman, dan apa yang dia katakan sangat bertentangan dengan banyak orang di Lebanon - mengatakan bahwa dia bebas saat dia tidak terlihat bebas, mengatakan bahwa dia melakukan ini untuk membantu Lebanon. Padahal, mungkin itu sebenarnya lebih untuk membantu Arab Saudi," ucap Khouri.
"Ada banyak kontradiksi dan kurangnya kejelasan dalam apa yang dia katakan, jadi saya pikir ini hanya memperkuat sentimen luas di Lebanon bahwa dia digunakan oleh pemerintah Arab Saudi sebagai mekanisme untuk menekan pemerintah Lebanon demi memberi tekanan pada Hizbullah yang pada akhirnya akan memberi tekanan pada Iran...Saya pikir tidak ada keraguan tentang itu, dia terjebak dalam situasi yang sangat sulit."
Advertisement