Liputan6.com, Jakarta - Bali Democracy Forum (BDF) yang bersejarah, secara resmi telah ditutup oleh Wakil Menteri Luar Negeri A.M Fachir pada Kamis 7 Desember 2017.
Forum dialog bertaraf internasional tahunan edisi ke-10 itu dianggap bersejarah mengingat, untuk pertama kalinya BDF tidak diselenggarakan di Pulau Dewata layaknya tradisi dari tahun-tahun sebelumnya.
Pihak Kementerian Luar Negeri RI selaku penyelenggara terpaksa memindahkan lokasi forum dari Bali ke Banten, akibat aktivitas vulkanis Gunung Agung yang mencapai status awas beberapa pekan lalu sebelum BDF resmi dimulai.
Advertisement
Dalam konteks perpolitikan dunia, forum tahun ini juga layak dinyatakan bersejarah karena pelaksanaannya nyaris bertepatan dengan peristiwa yang tak kalah luar biasa. Yakni, ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump -- secara kontroversial -- menetapkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Tentunya, ajang tersebut dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia sebagai salah satu opsi berdiplomasi kepada sejumlah negara, demi menyuarakan posisi dan sikap Tanah Air terkait isu Al Quds Al Sharif serta Palestina secara keseluruhan.
Di pidato pembukaan awal, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi bahkan dengan segera langsung menyuarakan sikap Indonesia soal keputusan AS untuk menetapkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
"Indonesia mengecam langkah Amerika Serikat," tegas Retno dalam salah satu kalimat awal pidato pembuka BDF ke-10, Kamis 7 Desember 2017.
Usai pengecaman itu, dalam sejumlah kesempatan di ajang BDF, mulai dari dialog antar menteri hingga pertemuan bilateral, diplomasi Indonesia soal Yerusalem senantiasa bergaung.
Dalam pertemuan bilateral dengan Qatar misalnya, Menlu Retno dan Menteri Negara Urusan Luar Negeri Qatar, Soltan bin Saad Al-Muraikhi menyampaikan bahwa isu Yerusalem tersemat dalam topik dialog bilateral mereka.
"Kita harus bersatu, antara negara Arab dan para negara (berideologi atau berpenduduk mayoritas) muslim," kata Al Muraikhi merangkum bahasan dialognya dengan Retno, di hadapan awak media.
Isu Yerusalem juga menjadi salah satu topik dialog kala Menlu Retno menggelar pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Tunisia Khemaies Jhinaoui.
Menlu Jhinaoui sendiri, yang mendapat kesempatan untuk menjadi salah satu penyampai pidato pembuka BDF, turut menyinggung isu serupa.
"Bahwa Palestina harus berdiri sebagai negara merdeka, dengan Yerusalem sebagai ibu kota mereka," tegas Jhinaoui.
Bahkan, di senja hari mendekati pengujung BDF, Menlu Retno turut memanfaatkan sela-sela forum tersebut untuk memanggil Duta Besar Amerika Serikat untuk RI Joseph Donovan guna membahas isu Yerusalem.
"Presiden RI dan saya telah menyampaikan pernyataan yang sangat keras kepada AS (yaitu mengecam sikap AS terhadap Yerusalem)," sepenggal pernyataan terakhir Menlu Retno di hadapan media, yang seakan merangkum sebagian besar isi diplomasi RI soal Yerusalem dalam momentum BDF ke-10.
Â
Peningkatan Partisipan
Mengutip rilis resmi Kemlu RI, partisipasi 400 delegasi dari 99 negara dan tujuh organisasi internasional menjadikan BDF ke-10 sebagai salah satu edisi dengan total partisipan yang cukup tinggi. Segelintir alasan yang menjadikan forum demokrasi edisi tahun ini sebagai salah satu yang cukup bersejarah.
Ministrial Panel yang untuk kali pertama digelar, juga menyegarkan format dialog yang kini memasuki usia ke-10 tahun. Lewat format baru itu, para delegasi yang hadir mampu berdialog dalam wadah yang leluasa dan konstruktif.
Meningkatnya partisipan dan modifikasi format dialog yang segar menjadi cermin bahwa BDF masih menjadi salah satu forum yang relevan dalam kancah perpolitikan global.
Para delegasi yang hadir pun menyampaikan apresiasi kepada pemerintah Indonesia, yang konstan berkomitmen melestarikan segala bentuk wadah dan forum dialog demi mempromosikan demokrasi sebagai agenda kawasan serta dunia, seperti BDF salah satunya.
Advertisement