Terkuak, Kuburan Massal 12 Tentara Inggris di Selandia Baru

Konflik terjadi antara tahun 1845-1846 dan dilancarkan oleh suku Maori yang menentang pemerintah Inggris.

oleh Afra Augesti diperbarui 18 Des 2017, 21:01 WIB
Diterbitkan 18 Des 2017, 21:01 WIB
Lukisan John Williams
Sebuah lukisan karya seniman John Williams yang menceritakan tentang pasukan Inggris di Ruapekapeka pā. (The Guardian)

Liputan6.com, Wellington - Dua belas kerangka tentara Inggris yang bertempur di Peperangan Selandia Baru (New Zealand's Northen War) telah ditemukan.

Keduabelas tulang belulang tersebut ditemukan oleh arkeolog Jono Carpenter, di sebuah kuburan massal berusia 170 tahun, di Kawakawa, sebuah kota kecil di Northland, Selandia Baru.

"Orang-orang ini adalah tentara yang digaji (took the queen's shilling). Mereka datang dari berbagai penjuru dunia dan akhirnya tewas di sini. Sekarang tulang mereka telah melebur dengan Bumi," kata Carpenter, dikutip dari The Guardian, Senin (18/12/2017).

Menurut Carpenter, tentara tersebut tewas dalam serangan yang melanda Ruapekapeka pada tanggal 11 Januari 1846, di mana 1.600 tentara Inggris memerangi 400 pejuang Maori. Meskipun pasukan Inggris lebih unggul dari mereka, pertempuran itu berakhir imbang.

Carpenter, yang mencari tahu tentang kuburan massal itu sejak tahun 2013 mengungkapkan, posisi kerangka para tentara berada enam meter di bawah tanah dan hanya sedikit bagian yang tersisa.

Saat penggalian dilakukan, ia menemukan peluru musket (senapan ringan tentara infanteri dengan laras panjang yang ditembakan dari bahu) bersarang di bawah tulang rusuk salah satu tentara.

Peperangan Selandia Baru di Northland merupakan tantangan serius bagi pemerintahan Inggris, terlebih sejak ditandatanganinya Perjanjian Waitangi pada tahun 1840. Peristiwa ini dipandang oleh para sejarawan sebagai awal pecahnya Peperangan Selandia Baru.

Pita Tipene, wanita keturunan Te Ruki Kawiti (Kepala Suku Māori Rangatira. Dia dan Hōne Heke berhasil melawan Inggris dalam Perang Flagstaff di tahun 1845-1846), mengkisahkan perjuangan buyutnya.

"Kami memendam pertanyaan itu selama bertahun-tahun, sejak tahun 1986, mengenai lokasi penguburan tentara Inggris, karena kami tidak mengetahuinya. Kami tidak memberi penghormatan kepada mereka, maka dari itu ini (temuan Carpenter) adalah kabar besar," ungkap Tipene.

Departemen Konservasi dan suku Maori saat ini sedang berkonsultasi untuk memutuskan langkah apa yang akan dilakukan terhadap kuburan massal itu.

Masuknya Orang Eropa ke Selandia Baru

Museum Te Papa
Patung pahlawan Selandia Baru di Museum Te Papa (Liputan6.com/Meita Fajriana)

Selandia Baru adalah salah satu daratan terakhir yang dimukimi manusia. Penanggalan radiokarbon, bukti dari penggundulan hutan dan keanekaragaman DNA mitokondria membuat Selandia Baru menjadi pulau pertama yang didiami oleh orang Polinesia Timur, antara tahun 1250 sampai 1300.

Selama berabad-abad kemudian, para pemukim ini mengembangkan budaya yang berbeda, dikenal sebagai Māori. Populasi terbagi dua menjadi iwi (suku) dan hapū (sub-suku) yang saling bekerja sama, bersaing, dan kadang-kadang berperang.

Pada beberapa periode, sekelompok Māori bermigrasi ke Kepulauan Chatham (yang mereka sebut Rēkohu), di mana mereka mengembangkan budaya berbeda, Moriori. Populasi Moriori berkurang drastis antara tahun 1835 sampai 1862, terutama disebabkan oleh penyerangan dan perbudakan Māori. Pada tahun 1862 hanya 101 jiwa yang selamat. Moriori sepenuhnya musnah pada tahun 1933.

Orang Eropa pertama yang diketahui mencapai Selandia Baru adalah penjelajah Belanda, Abel Tasman dan para awak kapalnya pada tahun 1642. Dalam sebuah pertemuan yang menegangkan, empat awak kapal terbunuh, sedikitnya satu orang Māori tertembak oleh canister shot.

Orang Eropa tidak lagi mengunjungi Selandia Baru sampai tahun 1769 ketika penjelajah Britania, James Cook, memetakan hampir semua pesisirnya. Setelah Cook, Selandia Baru dikunjungi oleh beberapa kapal pemburu paus, pemburu anjing laut, kapal dagang Eropa, dan Amerika Utara.

Mereka menjual makanan, peralatan logam, persenjataan, dan barang-barang lain untuk memperoleh kayu damar, artefak, air, dan jasa seks. Kentang dan senapan lontak yang diperkenalkan telah mengubah pertanian dan menyebabkan peperangan Māori.

Dalam rentang waktu tahun 1801 sampai 1804, sebanyak 600 pertempuran terjadi dalam perang senapan antarsuku. Perang ini menewaskan 30.000 hingga 40.000 Māori.

Sejak awal abad ke-19, misionaris Kristen mulai menetap di Selandia Baru dan mengubah keyakinan sebagian besar populasi Māori. Populasi Māori berkurang hingga menjadi 40 persen pada abad ke-19 lantaran penyakit yang dibawa oleh orang Eropa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya