Putuskan Sanksi untuk Korea Utara, DK PBB Akan Gelar Voting

Rancangan resolusi DK PBB yang baru kelak akan menyasar pasokan minyak ke Korea Utara.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 22 Des 2017, 16:13 WIB
Diterbitkan 22 Des 2017, 16:13 WIB
Markas besar PBB di New York, Amerika Serikat
Markas besar PBB di New York, Amerika Serikat (AP)

Liputan6.com, New York - Dewan Keamanan PBB akan menggelar pemungutan suara pada Jumat, 22 Desember waktu New York, Amerika Serikat, untuk memutus rancangan resolusi yang akan meningkatkan sanksi terhadap Korea Utara. Rancangan resolusi yang digagas AS ini kelak akan membatasi pasokan minyak, bagian vital dalam program rudal dan nuklir Pyongyang.

AS dikabarkan telah bernegosiasi dengan China, sekutu Korea Utara, untuk menjatuhkan sanksi baru ini. Hukuman teranyar bagi Pyongyang tersebut merupakan respons atas uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) terakhir mereka yang dilakukan pada 28 November 2017.

Seperti dilansir france24.com yang mengutip AFP pada Jumat (22/12/2017), pemungutan suara dijadwalkan berlangsung pada pukul 13.00 waktu New York.

Sanksi baru kelak akan menguatkan sanksi sebelumnya, yakni memperketat pembatasan pengiriman minyak mentah dan produk minyak suling ke Korea Utara, yang sebagian besar dipasok oleh China.

Menurut bocoran yang diterima AFP, sanksi akan melarang pasokan hampir 90 persen produk minyak suling ke Korea Utara dan memerintahkan pemulangan seluruh warga Korea Utara yang bekerja di luar negeri dalam waktu 12 bulan.

Bulan lalu, Donald Trump dilaporkan telah menghubungi Presiden China Xi Jinping untuk memangkas pasokan minyak ke Korea Utara. Langkah ini dianggap akan membawa pukulan keras yang melumpuhkan perekonomian Pyongyang.

Saat ini, puluhan ribu warga Korea Utara dikabarkan dikirim ke Rusia dan China demi menghasilkan uang bagi Pyongyang. Mereka bekerja dalam kondisi yang PBB gambarkan sebagai "perbudakan".

Rancangan resolusi DK PBB disebut-sebut akan membatasi pasokan minyak mentah menjadi empat juta barel per tahun dan meminta negara-negara terkait izin lebih dulu ke PBB jika ingin melakukan pengiriman ke Korea Utara.

Sementara itu, pengiriman produk minyak olahan termasuk diesel dan minyak tanah dikabarkan akan dibatasi menjadi 500 ribu barel tahun depan.

Sejauh ini, Korea Utara belum menunjukkan tanda-tanda akan menyerah terkait dengan program rudal dan nuklirnya, meski negara itu telah dihantam serangkaian sanksi.

Sanksi Persulit Warga Korut

Ilustrasi Korea Utara (AP)
Ilustrasi Korea Utara (AP)

Belum lama ini, PBB memperingatkan deretan sanksi yang dijatuhkan terhadap Korea Utara dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan bagi warga sipil negara itu menyusul musim dingin yang melanda Semenanjung Korea.

"Bantuan kemanusiaan yang diberikan oleh badan-badan PBB dan lainnya secara harfiah merupakan jalur kehidupan bagi sekitar 13 juta warga yang sangat rentan, tapi sanksi dapat sangat memengaruhi bantuan penting ini," ujar Zeid Ra'ad Al Hussein, pejabat tinggi Komisi HAM PBB, seperti dikutip dari CNN.

Berbicara pada Senin, 11 Desember, Zeid mengatakan bahwa ketegangan yang meningkat terkait dengan program nuklir dan rudal Korea Utara telah memicu kondisi yang memburuk bagi mereka yang hidup di bawah rezim pimpinan Kim Jong-un.

Korea Utara telah bertahun-tahun dituduh mengabaikan nasib rakyatnya. Sebuah bencana kelaparan pada 1990-an -- sejarawan menyebut fenomena tersebut terjadi karena isu agronomi dan perencanaan pemerintahan yang buruk -- menelan korban jiwa 2,5 juta orang.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO), saat ini, 70 persen dari 25,1 juta rakyat Korea Utara menderita "ketidakamanan pangan". Banjir yang terjadi belum lama ini dan potensi kekeringan yang sebelumnya telah diperingatkan PBB disebut dapat membahayakan pasokan makanan.

Zeid menyatakan bahwa sistem distribusi publik yang gagal, korupsi, dan pengalihan sumber daya terbatas Pyongyang ke militer membuat kehidupan sangat sulit bagi orang-orang di luar Ibu Kota Pyongyang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya