Palestina: Donald Trump, Kami Tak Menjual Yerusalem demi Emas

Melalui Twitter, Donald Trump mengancam akan menghentikan bantuan ke Palestina karena menganggap AS tak diapresiasi.

oleh Citra Dewi diperbarui 04 Jan 2018, 11:31 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2018, 11:31 WIB
Ilustrasi bendera Palestina
Palestina (iStock)

Liputan6.com, Yerusalem Timur - Presiden Amerika Serikat Donald Trump membuka tahun baru dengan mengeluarkan ancaman terhadap sejumlah negara, termasuk Palestina. Melalui Twitter, ia mengancam akan menghentikan bantuan AS ke negara tersebut.

Menanggapi hal itu, kantor Kepresidenan Palestina menyebut bahwa Yerusalem tidak dijual.

"Yerusalem tidak dijual, baik untuk emas atau perak," ujar juru bicara Presiden Mahmoud Abbas, Nabil Abu Radeineh, menurut kantor berita Palestina, WAFA, seperti dikutip dari Xinhua, Kamis (4/1/2018).

Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Hanan Asharawi, juga menyebut hal serupa.

"Hak-hak warga Palestina tidak dijual. Dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Donald Trump tidak hanya melanggar hukum internasional, tapi juga menghancurkan dasar-dasar perdamaian dan membiarkan aneksasi ilegal Israel ke kota tersebut," ujar Ashrawi.

"Presiden Trump telah menyabotase upaya kami untuk meraih perdamaian, kebebasan, dan keadilan. Kini dia berani menyalahkan warga Palestina atas konsekuensi tindakannya yang tidak bertanggung jawab!" imbuh dia.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina, Saeb Erekat, turut mengungkapkan kegeramannya sebagai respons terhadap cuitan Donald Trump.

"Anda (Donald Trump) bergerak dari negosiasi ke mendikte, lalu Anda akan mengancam kami jika kami tidak menerima keputusan Anda -- Anda akan memotong bantuan," kata Erekat.

Ancaman Donald Trump

Kicauan Donald Trump Pertama pada 2018: Pakistan Penipu
Kicauan Donald Trump Pertama pada 2018: Pakistan Penipu (SAUL LOEB / AFP)

Dalam akun Twitter pribadinya, Donald Trump mengatakan bahwa AS tak mendapatkan apresiasi dan penghormatan, sebagai balasan atas bantuan yang dikucurkan negaranya.

"Bukan hanya Pakistan, di mana kita kucurkan miliaran dolar, tapi tak mendapatkan apa pun," kata Donald Trump memulai kicauannya pada Selasa malam, seperti dimuat BBC.

"Sebagai contohnya, kita mengeluarkan uang untuk Palestina ratusan juta dolar tiap tahunnya. Tapi kita tak mendapatkan apresiasi atau penghormatan. Mereka bahkan tidak ingin menegosiasikan perjanjian damai yang telah lama tertunda dengan Israel," kata Trump.

Donald Trump mengklaim, pihaknya telah menyelesaikan soal Yerusalem yang menjadi kunci dari negosiasi. Alasannya, isu tersebut "sangat memecah belah" di luar meja perundingan.

Padahal, yang dilakukan Donald Trump adalah dengan mengklaim secara sepihak kota suci tiga agama itu, secara keseluruhan, sebagai ibu kota Israel. Ia bahkan berniat memindahkan kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Pihak Palestina mengatakan, langkah tersebut menunjukkan bahwa AS tak lagi menjadi pihak netral untuk menjadi perantara perdamaian.

Bantuan yang Diberikan AS ke Palestina

Sidang darurat Majelis Umum PBB di New York (21/12/2017).
Sidang darurat Majelis Umum PBB di New York (21/12/2017). (AP Photo/Mark Lennihan)

Menurut Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), AS menghabiskan US$ 616 juta untuk memberikan bantuan ke Palestina pada 2016, yang mencakup bantuan kemanusiaan, pembayaran utang sektor swsta, dna pembangunan infrastrukur.

Dimuat CNN, sebagian dana tersebut dialokasikan ke United Nations Relief and Works Agency (UNRWA), sebuah badan yang didedikasikan untuk mendukung sekitar 5 juta pengungsi Palestina.

Pendanaan tersebut menyentuh hampir semua aspek kehidupan masyarakat Palestina, mulai dari pendidikan hingga proyek kesehatan dan infrastrukutr.

Pemutusan dana bantuan tersebut dapat berdampak buruk bagiwa warga Palestina. Banyak dari mereka yang telah tinggal bertahun-tahun di kamp-kamp pengungsian di Yordania, Suriah, dan Lebanon.

Menurut Erekat, dengan memotong bantuan, Trump telah menginginkan ratusan ribu anak di kamp pengungsian di Yordania, Suriah, Lebanon, Gaza, dan Tepi Barat tak bersekolah, membiarkan orang-orang sakit tak mendapat perawatan, dan membuat infrastrukur terbengkalai.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya