Liputan6.com, Tehran - Dari foto-foto yang terpampang pada salah satu akun media sosial, tampak sejumlah pemuda jumawa yang memamerkan gaya hidup mereka yang tajir bukan main.
Pakaian dan aksesori yang melekat di tubuh mereka, mobil yang mereka kemudikan, lokasi tempat mereka berdiri, serta makanan yang mereka konsumsi, menjadi penanda gaya hidup mewah yang dijalani sehari-hari.
Advertisement
Baca Juga
Mereka adalah segelintir pemuda yang foto gaya hidupnya terpampang dalam akun media sosial Instagram, @TheRichKidsofTehran.
Jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, nama akun tersebut mengejawantahkan secara harafiah tentang status para pemuda yang fotonya terpampang.
Pemuda-pemuda itu adalah Anak-Anak Kaya Tehran, yang tampaknya kebal (atau tak peduli?) terhadap kesenjangan sosial-ekonomi yang begitu kentara di tanah airnya -- yang juga disebut-sebut sebagai pemicu utama demo Iran 2018. Demikian seperti dikutip dari News.com.au, Jumat (11/1/2018).
Menulis untuk The New York Times, wartawan Iran Amir Ahmadi Aranian mengatakan, "Anak-anak kaya tersebut tampaknya tidak sadar bahwa ada saudara se-Tanah Air mereka yang tengah berjuang untuk dapat menyajikan makanan di atas meja."
"Mereka (para pemuda kaya) dengan berani mengemudikan mobil mewah melintasi jalan-jalan Tehran atau mengunggah postingan tentang kekayaan mereka, tepat di depan mata para pemuda dan orang-orang miskin Iran," tambah Aranian.
Ironisnya, beberapa waktu usai tulisan Aranian dipublikasikan, akun @TheRichKidsofIran tampak dengan sengaja mengunggah serangkaian postingan yang dimaksudkan sebagai respons provokatif.
Rangkaian postingan itu menunjukkan foto-foto pemuda Iran berlatarkan kolam mewah, ujan uang, dolar, dan mobil mewah.
Lengkap dengan sebuah keterangan foto bertuliskan, "This is RKOT! Jika Anda frustrasi secara politis, keluar daerah ini (melihat akun tersebut) seperti gas kentut."
Demo Didominasi Pemuda Miskin
Segala kemewahan dan rumah besar bak singgasana yang dimiliki oleh para 'Anak-Anak Kaya Iran' tersebut, justru memicu luapan frustrasi kelompok pemuda lain -- yang tengah merasakan getirnya hidup di Negeri Para Mullah saat ini -- untuk menggelar demo Iran 2018.
Dengan tingkat inflasi sebesar 12 persen dan tingkat pengangguran kelompok pemuda sebesar 40 persen -- sebuah presentase yang dinilai sangat mengkhawatirkan bagi para analis -- Iran tengah menghadapi krisis ekonomi yang cukup signifikan.
Krisis ekonomi tersebut disebut-sebut sebagai pemicu utama demo di Iran yang terjadi sejak beberapa pekan lalu. Serta digadang-gadang sebagai yang terbesar yang pernah terjadi di Negeri Para Mullah sejak Demonstrasi 2009 lalu.
Nafas demo 2018 pun berbeda dengan yang terjadi pada 9 tahun lalu.
Jika demonstrasi 2009 pecah karena urusan politik -- menyusul kembali terpilihnya Mahmoud Ahmadinejad sebagai Presiden Iran -- demo 2018 justru lebih didorong karena faktor ekonomi.
Partisipan demo Iran 2018 pun turut didominasi oleh pemuda.
Merujuk data resmi aparat yang telah menangkap sejumlah demonstran, sekitar 90 persen peserta aksi protes diketahui berusia rata-rata di bawah 25 tahun.
Saat ini di Iran, kelompok demografi usia tersebut merupakan yang paling terdampak oleh isu tingginya tingkat pengangguran dan masalah ekonomi.
Sebagian besar peserta demo juga diduga kuat berasal dari kelompok demografi pedesaan yang jauh dari kemapanan kota besar Iran. Mereka relatif miskin dan berasal dari kelas pekerja (working-class demography). Hal itu berbeda jika dibandingkan dengan demonstrasi pro-reformasi 2009 yang didominasi oleh kelompok warga menengah.
Advertisement
Telur Tak Terbeli
Seperti dikutip dari ABC Australia, faktor awal yang menyulut aksi protes adalah kenaikan harga pangan mendasar, seperti telur dan daging unggas.
Selama beberapa pekan terakhir, harga telur dan daging unggas meningkat sekitar 40 persen. Kenaikan harga disebabkan oleh wabah flu burung yang merebak di sejumlah besar peternakan di Iran, memaksa peternak menjagal jutaan unggas yang biasanya dimanfaatkan sebagai pakan manusia.
Faktor itu hanya merupakan konteks lokal dan segelintir kecil dari musabab lain yang bersifat global dan besar, yakni; sanksi ekonomi menahun dari komunitas internasional terhadap Iran yang semakin menimbulkan dampak krusial bagi kehidupan domestik warga Negeri Para Mullah.
Kebijakan ekonomi yang diambil oleh Presiden Iran Hassan Rouhani juga semakin memperburuk keadaan.
Sejak 2013, Rouhani telah melepaskan subsidi negara untuk bahan bakar, energi dan kebutuhan dasar, dan memotong bantuan tunai ke rumah tangga warga Iran -- sebuah kebijakan tak populer yang pernah diterapkan oleh presiden sebelumnya, Mahmoud Ahmadinejad.
Terkait kebijakan subsidi bahan bakar, jika keputusan itu tetap dipertahankan, maka diperkirakan, harga BBM di Iran tahun depan akan meningkat 50 persen dari tahun ini -- yang justru semakin memperkeruh masalah ekonomi Negeri Para Mullah.
Penggangguran dan Inflasi?
Penyebab lain yang memicu demonstrasi di Iran adalah, frustrasi mendalam dan menahun para warga Iran terkait pengangguran dan inflasi yang terjadi di negaranya.
Banyak orang Iran berharap, pelonggaran sanksi internasional pada tahun 2016 -- setelah Tehran menandatangani kesepakatan nuklir dengan negara-negara Barat -- akan memberi dorongan ekonomi yang kuat dan menciptakan lapangan pekerjaan yang sangat dibutuhkan.
Kembali pulihnya hasil penjualan minyak Iran di pasar dunia, serta potensi ledakan ekonomi yang menyusul, juga memicu suatu kepercayaan diri di kalangan masyarakat.
Namun, meski ekonomi di Iran mengalami peningkatan, keuntungan yang diperoleh negara justru tak mengalir ke kantung masyarakat yang membutuhkan, yakni kelompok masyarakat miskin dan para pemuda.
Parahnya, fulus itu justru banyak bersarang di kantung para mullah dan lembaga keagamaan pro-rezim.
Seperti dikutip dari ABC Australia, data menunjukkan, pengangguran di Iran telah mencapai hampir 29 persen dari total penduduk tahun ini. Bahkan di beberapa daerah, tingkat pengangguran di daerah mencapai sekitar 45 persen dari total populasi per-provinsi.
Angka inflasi juga dinilai cukup besar, sekitar 10 persen. Meski telah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
Selain itu banyak sanksi internasional yang masih berlaku. Semisal, tuntutan AS dan negara-negara Barat lainnya yang terus menekan Iran untuk mengakhiri program nuklirnya dan mengakhiri sponsor atas kelompok teroris serta ekstremis, seperti Hizbullah dan milisi Syiah lainnya.
Warga Menuduh Pemerintah Korup
Misalokasi dana memicu warga menuduh pemerintah melakukan korupsi berjamaah. Itu, dan beberapa tuduhan lain menjadi akumulasi kekecewaan yang dilontarkan oleh warga yang merasa bahwa rezim saat ini tak berbuat banyak dalam berbagai isu, seperti; tak memulihkan perekonomian domestik dan tak kunjung menarik dukungan militer serta menghentikan pendanaan untuk konflik asing seperti di Yaman dan Suriah.
Alhasil, wajar jika para kelompok demonstran di Iran saat ini meneriakkan nama pemimpin rezim Negeri Para Mullah sebelum Revolusi 1979, Shah Reza Pahlavi -- yang berorientasi sekuler, westernis, kapitalis, dan pro-republik.
Advertisement