Ini Pemenang Kompetisi Film Pendek Festival Sinema Australia 2018

Kedutaan Australia di RI telah mengumumkan pemenang kompetisi Film Pendek yang bersaing dalam Festival Sinema Australia atau FSAI 2018

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 28 Jan 2018, 18:36 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2018, 18:36 WIB
Kuasa Usaha Australia Allaster Cox (kelima dari kiri) bersama panelis juri dan pemenang penghargaan FSAI 2018 di Jakarta (sumber: Kedutaan Australia di Jakarta)
Kuasa Usaha Australia Allaster Cox (kelima dari kiri) bersama panelis juri dan pemenang penghargaan FSAI 2018 di Jakarta (sumber: Kedutaan Australia di Jakarta)

Liputan6.com, Jakarta - Kedutaan Besar Australia di Indonesia telah mengumumkan pemenang kompetisi Film Pendek yang bersaing dalam Festival Sinema Australia atau FSAI 2018 pada Minggu, 28 Januari di XXI Senayan City Jakarta.

Terdapat tiga kategori pemenang dalam kompetisi tersebut; anugerah utama Grand Jury Award, People's Choice Award, dan Special Mention.

Film pendek Pranata Mangsa yang disutradarai oleh Ninndi Raras berhasil menyabet anugerah utama Grand Jury Award FSAI 2018.

Pranata Mangsa (Signs of the Season) mengeksplorasi mengenai pembandingan antara tanda musim masa kini dengan kalender Jawa yang menggunakan fenomena alam, binatang, dan tumbuhan sebagai acuan pertanian.

Universalitas tema yang diusung film itu -- yang berkenaan dengan isu manusia dan lingkungan -- beserta pertimbangan lain seputar teknik, estetika, dan rasa sinema menjadi alasan panel juri menilai Pranata Mangsa layak untuk menyandang predikat pemenang Grand Jury Award.

"Kami melihat film itu kaya akan penggambaran kehidupan sehari-hari, interaksi manusia dengan lingkungan yang sangat mengaggumkan juga menggugah rasa, aspek sinematografi dan gaya yang layak, menjangkau audiens, serta membuka ruang bagi penonton untuk menginterpretasikannya secara lebih mendalam sesuai dengan perspektif masing-masing, dan autentik," kata ko-juri Rhiannon Bannenberg, sineas Australia saat menyampaikan penilaian kolektif terhadap Pranata Mangsa, mewakili panel di Jakarta (28/1/2018).

"Tema lingkungan yang diusung, yang bersifat universal dan mengglobal, namun dibahasakan dalam konteks lokal, yaitu di Indonesia, juga menjadi pertimbangan kami memilih, Signs of the Season (Pranata Mangsa) sebagai pemenang Grand Jury Award," simpulnya.

Dimas Jayasrana (kedua dari kanan), manajer program untuk film Pranata Mangsa, pemenang anugerah utama Grand Jury Award Kompetisi Film Pendek FSAI 2018 (sumber: Kedutaan Australia di Jakarta)

Dimas Jayasrana, manajer program untuk film Pranata Mangsa, yang mewakili sutradara Ninndi Raras yang berhalangan hadir karena melahirkan, mengaku sangat mengapresiasi penghargaan yang diberikan oleh panel juri FSAI 2018 terhadap karya rekan sejawatnya.

"Gak nyangka juga, film ini menang, pembuatannya yang panjang, menggabungkan 5 film pendek menjadi satu, cukup perjuangan juga. Sempat ada dispute soal copyrights dan segala macem, tapi bisa terselesaikan. Dan, akhirnya saya bilang ke Ninndi, kalau menang, ya kemenangan ini buat jabang bayi-mu," kata Dimas.

Sutradara pemenang penghargaan Grand Jury Award 2018 berhak menjadi tamu undangan spesial untuk menghadiri Melbourne International Film Festival yang akan digelar pada Agustus 2018 mendatang.

Satria Setya Adhi Wibawa (ketiga dari kiri) sutradara film pendek The Last Day of School dan Amriy Ramadhan (keempat dari kiri) sutradara film pendek Rep-Repan di penganugerahan Kompetisi Film Pendek FSAI 2018 di Jakarta (sumber: Kedutaan Australia di RI)

Kategori Special Mention

Sedangkan, film pendek berjudul The Last Day of School yang disutradarai oleh sineas remaja asal Solo, Satria Setya Adhi Wibawa, berhasil menyabet anugerah Special Mention.

"Special Mention mewakili pertimbangan kami yang menilai bahwa dari sekian banyak film yang berkompetisi, karya yang satu ini sangat mewakili umur dan dunia kehidupan sineasnya, sangat jujur dan kreatif dalam menyampaikan pesannya, dan kami bisa merasakan semangat serta bakat dari pembuatnya, juga menarik," kata ko-juri Kamila Andini sineas Indonesia saat menyampaikan penilaian kolektif terhadap The Last Day of School di Jakarta.

"Punya banyak catatan memang, dan si sineas memang masih banyak perlu berproses, dan penghargaan ini bisa memicunya untuk terus berproses lebih jauh lagi," tambah Kamila.

Ketika menyampaikan sepatah dua kata, Satria, yang masih duduk di bangku SMA mengatakan, "Saya, ndak bisa ngomong apa-apa ini, speechless. Tapi terima kasih buat para juri, teman-teman dan guru, terutama orang tua saya yang telah mendukung proses film itu."

Kategori People's Choice Award

Sementara itu, film pendek berjudul Rep-Repan yang disutradarai oleh Amriy Ramadhan dari Bekasi berhasil menyabet penghargaan People's Choice Award.

Penghargaan itu merupakan hasil voting dari para audiens yang telah menyaksikan film tersebut di seluruh lokasi penyelenggaraan FSAI 2018 di Jakarta, Surabaya, Denpasar, dan Makassar.

"Penghargaan ini mewakili mata penonton. Karena, tidak berarti film yang terbaik di mata juri, akan menjadi yang terpopuler di kalangan penonton. Maka, People Choice Award jatuh kepada Rep-Repan!" kata ko-juri Arturo Gunapriatna, Ketua Senat Akademik Fakultas Film & Televisi Institut Kesenian Jakarta saat menyampaikan penilaian kolektif terhadap Rep-Repan di FSAI 2018.

Jendela Bagi Sineas Film Pendek Indonesia dan Australia

Kuasa Usaha Australia Allaster Cox di FSAI 2018 (sumber: Kedutaan Australia di Jakarta)
Kuasa Usaha Australia Allaster Cox di FSAI 2018 (sumber: Kedutaan Australia di Jakarta)

Mahesa Sadega, sineas Indonesia pemenang Grand Jury Award Film Pendek FSAI 2017, yang turut hadir dalam gelaran FSAI 2018 mengatakan bahwa berpartisipasi hingga ke tahap final dan bahkan memenangi kompetisi semacam itu mampu memberikan motivasi dan jaringan dengan para sineas-sineas lain.

Teristimewa bagi pemenang yang berhak untuk hadir pada Melbourne International Film Festival, Agustus 2018 nanti.

"Hadir di festival internasional menambah jaringan di sana, memberikan kita kesempatan untuk membicarakan film dengan jaringan lain, dan memberikan motivasi, tak hanya diri sendiri namun juga orang lain," kata Mahesa.

Kuasa Usaha Australia, sekaligus ketua pelaksana sementara tugas diplomatik Australia di Indonesia Allaster Cox juga memiliki pandangan serupa.

"Kompetisi film pendek di FSAI 2018 ini membuka peluang bagi sineas muda Indonesia menampilkan talenta dan kreativitas mereka. Serta bagaiamana mereka menjadikan film pendek sebagai medium untuk berbudaya dan mempromosikan budaya Indonesia," kata Cox di Jakarta.

"Serta betapa pentingnya kompetisi semacam ini untuk mempererat people-to-people contact antara Indonesia dan Australia," tambahnya.

Rhiannon Bannenberg di FSAI 2018 (28/1/2018) (Rizki Akbar Hasan/Liputan6.com)

Di sisi lain, bagi para sineas asing, kompetisi dan gelaran semacam FSAI 2018 merupakan jendela bagi mereka untuk melihat, tak hanya sinema, tapi juga budaya di Indonesia.

"Bagi saya, yang masih asing dengan film dan budaya Indonesia, acara semacam ini sangat membuka mata saya terhadap kedua hal itu," kata Rhiannon Bannenberg sineas Australia dan sutradara film berjudul Ambrosia (2015) dan Rip Tide (2017) yang cukup populer di Negeri Kanguru.

"Yang menarik adalah, saya sebagai orang luar, sangat menikmati sekaligus membuka mata ketika melihat sinema Indonesia ... mengagumkan," tambahnya.

Ketika ditanya mengenai pesannya terhadap para sineas muda Indonesia, Rhiannon menyampaikan, "Tetap semangat, cukup dengan sebuah kamera kalian bisa membuat banyak film pendek. Karena begitu banyak isu, lanskap, dan budaya di Indonesia yang bisa kalian tangkap dengan mata kamera."

Saran dari Sineas untuk FSAI Edisi Selanjutnya

Dimas Jayasrana di FSAI 2018 (28/1/2018) (Rizki Akbar Hasan/Liputan6.com)
Dimas Jayasrana di FSAI 2018 (28/1/2018) (Rizki Akbar Hasan/Liputan6.com)

Dimas Jayasrana, manajer program untuk film Pranata Mangsa, yang mewakili sutradara Ninndi Raras menyatakan, perayaan FSAI untuk tahun-tahun selanjutnya harus bisa lebih festive dan mampu menjangkau lebih banyak lagi sineas muda di Indonesia.

"Mungkin tak harus melulu di chain bioskop ya ... di Taman Menteng atau tempat publik lain misalnya, atau di lokasi lain yang bisa disentuh oleh demografi audiens lain dan muda, seperti anak-anak SMA, mahasiswa, minimal itu ya di Jakarta," kata Dimas saat diwawancarai oleh Liputan6.com di Jakarta.

"Bisa juga kerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ya, memanfaatkan program bioskop keliling yang beroperasi di Jakarta misalnya. Bisa lebih menjangkau segmen lain ya," tambahnya.

Melanjutkan masukannya seputar FSAI 2018, Dimas mengatakan bahwa pihak Kedutaan Australia di Indonesia juga sepatutnya tak hanya cuma menargetkan komunitas sineas saja, tetapi juga publik Indonesia dari berbagai demografi secara luas.

"Kalau sineas dan filmmaker kan sudah punya wadah, akses, dan channel-nya sendiri untuk acara seperti ini. Nah, makanya FSAI berikut harus menargetkan juga orang-orang dan pemuda mainstream lain yang tahunya nonton film cuma di chain bioskop aja," tambah Dimas.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya