Liputan6.com, Beijing - China mengumumkan bahwa pesawat berteknologi siluman teranyarnya telah siap dioperasikan oleh satuan Angkatan Bersenjata Tiongkok (PLA). Pengumuman itu muncul seperti diberitakan oleh media pemerintah China, Xinhua News Agency pada Rabu 13 Februari 2018.
Xinhua menulis, jet Chengdu J-20 berteknologi siluman dengan kapabilitas tempur komprehensif itu akan siap beroperasi tahun ini guna meningkatkan kemampuan China untuk melindungi keamanan, kedaulatan, dan integritas teritorial.
Advertisement
Baca Juga
"Jet tempur siluman itu akan meningkatkan kemampuan tempur aviasi komprehensif China dan membuatnya semakin mampu melindungi keamanan, kedaulatan, dan integritas teritorial," tulis Xinhua mengutip Juru Bicara PLA, Shen Jinke.
Pengumuman itu menegaskan spekulasi lama yang beredar tentang eksistensi pesawat tersebut.
Seperti dikutip dari Live Science (14/2/2018), pesawat itu juga tampak dibuat untuk menandingi kapabilitas jet tempur berteknologi siluman Amerika Serikat F-22 Raptor.
Tak hanya itu, sejumlah teknologi jet tempur J-20 China turut menyerupai F-22 AS, khususnya dalam fitur siluman, seperti kerangka yang tajam dan lancip serta menggunakan material canggih untuk meminimalisir deteksi radar.
Hanya Klaim Semata?
Kendati demikian, pakar militer mengatakan bahwa pesawat J-20 China -- meski Tiongkok mengklaim telah siap -- belum mumpuni untuk beroperasi dalam pertempuran nyata.
Karena, J-20 menggunakan mesin modifikasi WS-10 B dari jet tempur produksi lama, seperti J-10 dan J-11. Sehingga, daya kekuatan mesin J-20 diprediksi tak begitu kuat dan akan sulit untuk menandingi kapabilitas jelajah dan kecepatan F-22 Raptor AS. Kata seorang pakar seperti dikutip dari media Hong Kong South China Morning Post.
Selain itu, mesin WS-10 B meninggalkan jejak sisa pembakaran di udara saat dipacu dalam kecepatan supersonik, yang justru akan mengurangi esensi dari fitur siluman pesawat J-20.
Di sisi lain, WS-15 B -- mesin teranyar dan versi termutakhir dari WS-10B -- belum optimal untuk diinstalasi pada jet tempur generasi terbaru seperti J-20.
Karena, pada 2015 lalu, jet tempur tes China bermesin WS-15 B meledak dalam uji coba darat -- mengindikasikan bahwa mesin tersebut perlu dikembangkan lebih lanjut.
Sang pakar mengatakan bahwa susunan senjata J-20 menjadikannya jet tempur paling efektif di antara alutsista aviasi China, serta dianggap seimbang dengan kapabilitas persenjataan F-22 Raptor.
Sementara itu, eksistensi J-20 menjadikan China sebagai satu dari tiga negara yang telah memiliki jet tempur 'generasi kelima' -- dengan teknologi siluman sebagai salah satu fitur andalan.
Negara lain adalah Amerika Serikat, dengan F-22 Raptor dan F-35 -- yang dikabarkan sarat masalah -- dan Rusia, dengan Sukhoi T-50 PAK-FA.
Sedangkan India dan Jepang juga tengah mengembangkan jet tempur generasi kelima.
Advertisement
Pesawat Amfibi Terbesar di Dunia Terbang Perdana di China
Pesawat amfibi terbesar di dunia buatan China terbang perdana pada Minggu 24 Desember 2017. Pesawat itu terbang dari sebuah bandara di Laut China Selatan
Stasiun televisi pemerintah memperlihatkan AG600, yang kira-kira berukuran sebesar Boeing 737, lepas landas dari Bandara Zhuhai di selatan Provinsi Guangdong, yang terletak di pantai Laut China Selatan.
Pesawat tersebut kembali satu jam kemudian, lantas disambut oleh penampilan musik dan para pengunjung yang melambaikan bendera China. Demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa 26 Desember 2017.
Perusahan milik negara, Aviation Industry Corp of China (AVIC), membutuhkan waktu delapan bulan untuk mengembangkan pesawat yang dirancang untuk melakukan misi penyelamatan laut dan memadamkan kebakaran lahan.
AG600 memiliki kemampuan jelajah 4.500 kilometer (2.800 mil) dan maksimum bobot lepas landas 53,5 ton.
Pesawat AG600 adalah langkah terbaru China untuk memodernisasi peralatan militernya.
China juga meningkatkan riset alat-alat militer canggih sejalan dengan kebijakan yang lebih keras untuk menangani perselisihan teritorial, seperti di Laut China Selatan.
Kantor berita Xinhua mengatakan pesawat ini berpotensi digunakan di Laut China Selatan, yang masih dalam sengketa antara China, Vietnam, Malasyia, Filipina, Taiwan dan Brunei.
Setidaknya sudah ada 17 pesanan pesawat tersebut dari berbagai instansi pemerintah dan perusahaan China.
China Juga Telah Uji Coba Pesawat Kargo Antariksa Pertama
Sejak setahun lalu, China sangat giat melakukan pengembangan teknologi aviasi mereka.
Pada April 2017 lalu, China telah meluncurkan pesawat kargo antariksa pertamanya. Media pemerintah Xinhua menggambarkan hal tersebut sebagai "langkah penting bagi rencana China untuk memiliki stasiun ruang angkasa pada tahun 2020."
Mengutip CNN pada 21 April 2017, Tianzhou-1 lepas landas dari Wenchang Space Launch Center di Provinsi Hainan, China Selatan, di jalur untuk berlabuh dengan laboratorium ruang angkasa Tiangong-2 yang mengorbit.
Peluncuran pesawat antariksa ini merupakan yang terbaru dari serangkaian pengumuman utama program luar angkasa China, yang merayakan misi antariksa terpanjang di bulan November.
"Secara keseluruhan, tujuan kami adalah membuat China berada di antara kekuatan ruang angkasa utama dunia sekitar tahun 2030," ujar wakil kepala National Space Administration, Wu Yanhua, dalam sebuah konferensi pers pada bulan Desember.
Xinhua melaporkan, Tianzhou-1 adalah roket berukuran sedang yang didorong oleh cairan oksigen dan minyak tanah. Roket ini dapat membawa pesawat ruang angkasa serta satelit dengan berat lebih dari enam ton.
"Unit itu akan bersandar dengan laboratorium ruang angkasa Tiangong-2 dan melakukan eksperimen sebelum kembali ke Bumi," demikian disampaikan media pemerintah.
Advertisement
China: Kami akan berada di Mars pada tahun 2020
Pemerintah China memiliki rencana ambisius untuk program antariksa.
Badan antariksa negara tersebut mengatakan bahwa pihaknya ingin mendarat di bulan pada 2018 dan di Mars pada 2020. Para pejabat juga telah membahas pengiriman robot luar angkasa ke Jupiter dan bulan-bulannya.
Pada pertengahan November 2016, dua astronaut China kembali ke Bumi setelah menghabiskan 30 hari di luar angkasa. Mereka tinggal dan bekerja di laboratorium ruang angkasa Tiangong-2 China. Itu adalah misi ruang angkasa terlama yang dilakukan negara tersebut.
Laboratorium itu sendiri merupakan percobaan untuk stasiun antariksa China di masa depan, yang menurut lembaga antariksa tersebut berharap dapat diluncurkan sebelum tahun 2024.
Sebelumnya, pada September 2016, China mengaktifkan teleskop terbesar di dunia, yang memiliki lebar 1.640 kaki (500 meter), untuk membantu pencarian potensi kehidupan di luar angkasa.