Liputan6.com, Oxford - Para pakar teknologi menyebut masa depan Bumi tengah berada dalam ancaman kecerdasan buatan, di mana berisiko mengambil alih hampir 10 persen aktivitas manusia dalam jangka waktu 50 tahun ke depan.
Dilansir dari Independent.co.uk pada Kamis (22/2/2018), sebuah laporan baru yang disusun oleh 26 pakar terkemuka melukiskan gambaran mengerikan tentang dunia dalam 10 tahun ke depan.
Advertisement
Baca Juga
Di masa depan, pemanfaatan kecerdasan buatan cenderung memberdayakan semua orang, termasuk pemerintahan 'nakal', penjahat, dan teroris, laporan tersebut memperingatkan.
Jika orang-orang, termasuk pembuat kebijakan dan peneliti tidak bekerja sama, maka ancamannya bisa menembus beberapa bagian paling mendasar dalam kehidupan manusia.
Ancaman terkait bisa berasal dari serangan pesawat tak berawak, hingga robot yang digunakan untuk memanipulasi agenda berita dan proses pemilihan umum.
Laporan bejudul Penggunaan Kecerdasan Buatan yang Berbahaya: Peramalan, Pencegahan, dan Mitigasi ini menyebut beberapa kemungkinan ancaman terburuk yang sulit dibayangkan.
Bentuk kecerdasan buatan yang sangat mungkin mengancam adalah teknologi pencipta ucapan sintetis. Teknologi ini bisa dimanfaatkan dalam pembuatan video propaganda terselubung oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
Simak video menarik tentang Sophia, robot cerdas yang menerima kewarganegaraan Arab Saudi berikut:
Diperlukan Sinergi Global
Laporan tentang ancaman kecerdasan buatan ini telah disusun oleh para ahli dari berbagai institusi terkemuka di dunia.
Oleh beberapa lembaga intelijen yang turut terlibat di dalamnya, pertemuan pembahasan lintas pemikiran terkait merupakan yang pertama dalam sejarah.
Tidak hanya bermanfaat, perkembangan kecerdasan buatan juga mulai disadari memiliki beberapa ancaman serius yang merusak tatanan hidup manusia.
Laporan tersebut mencakup masukan dari perwakilan OpenAI, kelompok penelitian yang didirikan oleh Elon Musk; Institusi Kemanusiaan Masa Depan Universitas Oxford; dan Pusat Studi Kajian Risiko Eksternal di Universitas Cambridge.
"Kecerdasan buatan adalah salah satu penentu masa depan, dan laporan ini telah menyiratkan kemungkinan terburuk dalam lima sampai sepuluh tahun mendatang," ujar Dr. Sean O Heigeartaigh, ilmuwan sekaligus direktur eksekutif pada Pusat Studi Kajian Risiko Eksternal di Universitas Cambridge.
Menurut Dr. Heigeartaigh, laporan terkait menyarankan pendekatan lebih luas yang mungkin bisa membantu, seperti bagaimana merancang perangkat lunak dan perangkat keras agar tidak dapat diretas, mengkaji undang-undang dan peraturan internasional mana yang relevan, dan lain sebagainya.
Advertisement