Liputan6.com, Damaskus - Seorang bocah berumur 10 tahun asal Suriah, Omar, terbaring lemah tak berdaya di sebuah rumah sakit di Ghouta Timur. Wajahnya berlumuran percikan darah, memancarkan rasa takut, kesakitan dan ketidakberdayaan.
Rupanya, seluruh anggota keluarga Omar terluka parah karena satu serangan udara. Ayah dan adik laki-lakinya, yang berusia 7 tahun, juga dirawat di rumah sakit yang sama, tempat tidurnya bersebelahan dengan Omar. Keduanya menderita luka-luka, sedangkan anggota keluarga lain tak selamat.
Baca Juga
Ternyata serangan tersebut datang dari pasukan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, yang mengebom daerah enklave atau daerah kantong tersebut pada minggu lalu. Sasaran utama mereka adalah pemberontak yang bermarkas di Ghouta Timur, dekat dengan Damaskus.
Advertisement
Akibatnya, lebih dari 500 orang tewas selama lebih dari sepekan. Syrian American Medical Society mencatat, 180 orang terbunuh dalam sehari, termasuk 26 wanita dan 42 anak-anak, sebagai mana dikutip dari News.com.au, Minggu 25 Februari 2018.
Saksi mata mengatakan kepada media Al Jazeera, pasukan setia Presiden Bashar al-Assad menyerang pemberontak di berbagai sudut kota, lalu pesawat tempur Suriah melanjutkan pemboman di Kota Douma selama delapan hari.
Inilah gambaran mengerikan dari apa yang terjadi di Suriah. Bahkan, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyebutnya seperti "neraka di Dunia". Dewan Keamanan PBB pun menuntut gencatan senjata selama 30 hari di negara yang dilanda konflik tersebut.
Tapi saat para diplomat memperdebatkan kata-kata "resolusi PBB untuk gencatan senjata", bom-bom tersebut terus menghujani Suriah.
Ghouta Timur sendiri menjadi rumah bagi 400.000 orang Suriah, tapi wilayah ini dikelilingi oleh daerah yang dikuasai pemerintah.
Artinya, warga seperti Omar dan keluarganya tidak punya tempat aman untuk berlindung. Mereka tidak bisa melarikan diri, sedangkan persediaan makanan sudah habis dan bom terus dijatuhkan.
Stephen Hickey, Duta Besar Inggris untuk PBB menegaskan, DK PBB memperdebatkan masalah gencatan senjata di Suriah karena serangan pesawat-pesawat Bashar al-Assad berkali-kali mengenai rumah-rumah warga sipil dan sejumlah rumah sakit.
Serangan Gas Kimia
Permintaan gencatan senjata memunculkan harapan untuk menghentikan pertumpahan darah, namun kenyataannya pertempuran semakin intensif.
Sedikitnya 14 warga sipil, termasuk tiga anak, tewas dalam serangan pada hari Minggu, kata Syrian Observatory for Human Rights. Total jumlah korban tewas dalam minggu ini menjadi 530 orang, terdiri dari 130 anak dan sisanya adalah orang dewasa, menurut laporan AFP.
Petugas medis membocorkan, seorang anak meninggal dan setidaknya 13 orang lainnya mengalami sesak napas, lantaran terkena serangan gas kimia yang dicurigai disebarkan di Ghouta Timur. Korban, supir ambulans dan lainnya menhirup klorin setelah sebuah ledakan besar terjadi.
Pemerintah Suriah membantah telah menggunakan senjata kimia dalam penyerbuan tersebut.
Akan tetapi, ada sebuah rekaman yang beredar di jaringan media sosial diklaim sebagai "penampakan" dari serangan tersebut.
Dalam video itu tampak jenazah-jenazah anak kecil yang meninggal dibungkus kain kafan berwarna kebiruan dan sejumlah pria dan anak laki-laki yang susah payah bernapas. Mereka memegang nebuliser (alat yang digunakan untuk memasukkan obat dalam bentuk uap untuk dihirup ke dalam paru-paru) yang menutupi area mulut dan hidung.
Simak detik-detik serangan udara di Ghouta Timur, Suriah, berikut:
Advertisement