Liputan6.com, Jenewa - Australia dan Timor Leste telah menandatangani perjanjian perbatasan maritim yang pertama antara kedua negara.
Kesepakatan yang ditandatangani di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York diharapkan akan mengakhiri perselisihan mengenai cadangan minyak dan gas di Celah Timor.
Kedua negara sepakat untuk membagi pendapatan dari cadangan migas di lapangan Greater Sunrise, yang berada di antara Australia dan Timor Leste.
Advertisement
Tapi hingga sekarang belum ada kesepakatan mengenai lokasi pemrosesan migas, dan diperkirakan negosiasi mengenai masalah ini bisa menjadi sulit nantinya.
Baca Juga
Australia menawarkan untuk memberikan 80 persen hasil dari pendapatan jika migas disalurkan ke Darwin. Sebaliknya, Timor Leste menginginkan 70 persen pendapatan jika diproses di negaranya.
Perunding utama Timor Leste yang juga mantan Presiden Xanana Gusmao, menuduh Australia berkolusi dengan perusahaan migas untuk memastikan cadangan sumber daya tersebut disalurkan ke Darwin dan bukan ke Timor Leste.
Dikutip dari The Australian pada Rabu (7/3/2018), negara tersebut ingin membangun pusat pengolahan migas di wilayahnya, namun Australia sangat skeptis mengenai kapasitas Timor Leste mengembangkan kemampuan tersebut.
Australia dan Timor Leste memuji kesepakatan perbatasan laut dalam pernyataan bersama bahwa kedua negara "menunjukkan kemauan dan kesiapan untuk berkompromi".
"Kedua negara bernegosiasi dengan itikad baik untuk mencapai sebuah perjanjian yang dipercaya adil, seimbang dan konsisten dengan hukum internasional oleh Timor Leste, Australia dan Komisi (Konsiliasi)," kata pernyataan tersebut.
Masih Ada Potensi Masalah?
Tapi potensi permasalahan di balik kesepakatan tersebut tampak jelas.
Menteri Luar Negeri Julie Bishop mengatakan bahwa pengembangan Greater Sunrise "memerlukan dukungan perusahaan patungan migas swasta yang kapasitasnya untuk mengembangkan dan mengoperasikan proyek akan bergantung pada kelayakan ekonominya".
Bishop berharap bisa melihat Timor Leste memanfaatkan sumber daya alam tersebut.
"Kami menginginkan Timor Leste menjadi tetangga yang stabil dan sejahtera. Karena itulah kami ingin melihat proyek ini dikembangkan, yang secara ekonomi dapat bertahan dalam jangka panjang untuk memberikan manfaat maksimal," katanya.
Perusahaan patungan yang dipimpin raksasa energi Woodside, berpendapat bahwa perpipaan gas ke Timor Leste tidak layak secara ekonomi, karena jalur pipa harus melintasi ceruk bawah laut sedalam lima kilometer.
Namun Dili bersikukuh dengan rencananya. Mereka ingin mengembangkan Greater Sunrise secepat mungkin, karena negara itu sangat bergantung pada pendapatan migas, sementara cadangan migas mereka saat ini diperkirakan akan habis dalam satu dekade.
Wakil Perdana Menteri Timor Leste Agio Pereira mengatakan kedua negara sekarang akan melanjutkan pembicaraan mengenai pengembangan Greater Sunrise.
"Negosiasi ini sangat sulit. Memang tidak mudah. Dan penting bagi Australia dan Timor Leste untuk mencapai keberhasilan," katanya.
Advertisement