Liputan6.com, London - Ratu Elizabeth dikabarkan diam-diam menyiapkan pidato untuk "menyambut" Perang Dunia III.
Pidato tersebut ditulisnya dari tahun 1983 pada puncak Perang Dingin, saat dunia mempersiapkan diri terhadap kemungkinan Perang Dingin Baru (New Cold War).
Setelah kasus peracunan Sergei Skripal di Salisbury, Inggris, pada 4 Maret 2018 lalu, Inggris menuduh Rusia sedang mengatur serangan di negaranya. Orang-orang pun mulai membicarakan soal Perang Dingin Baru.
Advertisement
Kala itu, Ratu Elizabethmembuat pidato singkat, seandainya kejadian mengerikan itu benar-benar terjadi. Meski telah ditulis hampir empat puluh tahun lalu, tapi isi pidatonya masih relevan dengan apa yang terjadi sekarang.
Berikut kutipan pidato Ratu Elizabeth, seperti dilansir Express, Rabu 14 Maret 2018:
"Kengerian perang sudah tak lagi jadi rahasia umum, saat saya dan keluarga berbagi suka cita Natal bersama keluarga Persemakmuran yang semakin tumbuh. Kini, kegilaan perang, sekali lagi, menyebar ke seluruh dunia. Lagi-lagi, kita harus mempersiapkan diri untuk bertahan melawan kemungkinan terburuk.
Saya tidak pernah melupakan rasa pedih sekaligus bangga, saat saya dan adik saya berada di sekitar tempat pengasuhan anak, mendengarkan kata-kata inspirasional ayah saya (George VI) pada hari bersejarah itu, tahun 1939 (awal Perang Dunia II). Tak pernah terlintas dalam benak saya bahwa tugas suci dan mengerikan ini suatu hari akan diambil alih oleh saya.
Tapi, apa pun jenis teror yang menanti kita di depan mata, persatuanlah yang menopang kita dan menjaga kebebasan kita tetap utuh, dua kali, selama abad yang menyedihkan ini."
Ratu Elizabeth II juga membubuhkan catatan pribadi ke dalam pidatonya.
"Suami saya dan saya saling berbagi kekuatan dengan rakyat dan kerajaan, ketakutan yang kita rasakan karena telah kehilangan putra dan putri bangsa, suami dan saudara laki-laki yang telah mendahului kita demi mengabdi pada negara."
Anak laki-laki Ratu Elizabeth II, Pangeran Andrew, bertugas di Angkatan Laut sejak tahun 1983 dan Sang Ratu menginginkannya selamat selama menjalani tugas negara.
"Putra kesayangan saya, Andrew, saat ini sedang bertugas bersama unitnya dan kami terus mendoakan keselamatannya, juga untuk semua prajurit dan istri yang setia menanti di rumah. Ini adalah ikatan erat anggota keluarga yang harus dipertahankan oleh kita, untuk melawan sesuatu yang tak terduga.
"Jika sebuah keluarga tetap bersatu dan teguh, melindungi anggotanya yang tinggal sendirian, maka tujuan kita untuk bertahan hidup tak akan bisa dipatahkan."
Di ujung pidatonya, Ratu Elizabeth II memberikan pemberkatan untuk siapa saja yang berjuang melawan "kejahatan baru".
"Sembari kita berjuang untuk melawan kejahatan baru, marilah berdoa untuk negara kita dan orang-orang yang memiliki niat baik, di manapun mereka berada. Tuhan memberkati Anda semua."
Perseteruan antara Rusia dan Inggris terus meningkat akhir-akhir ini. Presiden Rusia, Vladimir Putin, membalas tuduhan Inggris atas kasus yang menimpa Sergei Skripal dan ultimatum yang dilontarkan Perdana Menteri Inggris, Theresa May.
Menanggapi dugaan peracunan tersebut, Inggris mengusir 23 diplomat tingkat tinggi Rusia, yang menurut May adalah mata-mata Negeri Beruang Merah. Langkah tersebut menandai pemecatan terbesar selama lebih dari 30 tahun.
Di satu sisi, juru bicara Vladimir Putin, Dmitry Peskov, mengulangi klaim Moskow bahwa Kremlin tidak memiliki hubungan dengan kasus keracunan Sergei Skripal di Salisbury. Ia juga mengeluarkan peringatan keras kepada Inggris.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Moskow di Balik Serangan Eks Mata-Mata Rusia
Sebelumnya, Perdana Menteri Inggris, Theresa May, mengatakan bahwa Rusia kemungkinan besar berada di balik percobaan pembunuhan mantan mata-mata Rusia Sergei Skripal dan anak perempuan Yulia Skripal di Salisbury pada 4 Maret 2018.
May mengatakan bahwa nerve agent atau racun saraf yang digunakan dalam serangan tersebut berjenis Novichok, zat yang dikembangkan Uni Soviet pada 1970-an.
"Berdasarkan identifikasi positif agen kimia ini oleh para ahli terkemuka dunia di Defence Science and Technology Laboratory di Porton Down, kami mengetahui bahwa Rusia sebelumnya telah menghasilkan racun ini dan masih dapat melakukannya," demikian pernyataan May di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, sebagaimana dikutip dari CNN pada Selasa 13 Maret 2018.
"Catatan Rusia tentang pembunuhan yang didukung negara, dan kami menilai bahwa Rusia memandang pembelot sebagai target pembunuhan yang sah, pemerintah telah menyimpulkan bahwa kemungkinan besar Rusia bertanggung jawab atas tindakan tersebut terhadap Sergei dan Yulia Skripal," imbuh May.
May mengatakan, Duta Besar Rusia untuk Inggris telah dipanggil ke Kementerian Luar Negeri untuk menjelaskan apakah serangan tersebut merupakan tindakan langsung yang dilakukan oleh Negeri Beruang Merah atau bukan.
Ia menunggu tanggapan dari pemerintah Rusia pada Selasa, 13 Maret 2018 waktu setempat. "Jika tidak ada tanggapan yang kredibel, kami akan menyimpukan bahwa tindakan ini sesuai dengan penggunaan yang tidak sah oleh Rusia terhadap Inggris," ujar May.
Kolonel Skripal yang merupakan pensiunan petugas intelijen militer Rusia, dijatuhi hukuman penjara selama 13 tahun oleh Rusia pada 2006 karena telah melakukan mata-mata untuk Inggris.
Ia didakwa telah menyerahkan sejumlah identitas agen mata-mata Rusia yang bekerja di Eropa kepada Badan Intelijen Inggris, MI6.
Sebagai imbalan karena telah memberikan informasi sejak tahun 1990-an, Skripal dibayar US$ 100.000 atau sekitar Rp 1,37 miliar.
Ia adalah satu dari empat tahanan yang dibebaskan oleh Moskow dalam pertukaran dengan 10 mata-mata Amerika Serikat pada 2010. Skirpal kemudian diberi perlindungan di Inggris.
Tetangganya di Salisbury mengatakan, Skripal merupakan orang yang ramah. Istri dan anak laki-lakinya diketahui telah meninggal.
Advertisement