Liputan6.com, Abuja - Nigeria memiliki jumlah perkawinan anak terbesar di Afrika. Praktik ini paling lazim terjadi di bagian utara, di mana kelompok-kelompok ekstremis-konservatif dengan kukuh menentang upaya menjadikan perkawinan anak sebagai tindakan kriminal.
Sampel kasus tercermin pada kedua anak perempuan Nigeria berikut ini.
Beberapa bulan lalu Rahmatu dan Naja’atu tidak saling mengenal. Tetapi persamaan kondisi yang mereka hadapi, menyatukan keduanya. Kedua gadis itu berusia 14 tahun.
Advertisement
Baca Juga
"Saya dipaksa kawin. Itulah sebabnya saya melarikan diri. Saya tidak mencintainya dan saya tidak mengenalnya. Saya belum pernah bertemu dengannya. Tanggal perkawinan ditetapkan dan pada malam sebelum perkawinan dilangsungkan, saya melarikan diri," tutur Rahmatu seperti dikutip dari VOA Indonesia (23/3/2018).
Rahmatu dan Naja’atu tinggal di rumah anak-anak itu di Kaduna. Mereka tidak mau kembali ke desa mereka yang terletak jauh di utara.
Di desa-desa seperti itu, di bagian utara Kaduna, anak-anak perempuan umumnya dikawinkan pada usia sangat remaja, tidak peduli mereka bersedia atau tidak.
Padahal, Rahmatu dan Naja’atu, mereka ingin tetap berada di Kaduna supaya bisa bersekolah. Mereka berharap keluarga mereka akhirnya akan memaafkan mereka karena melarikan diri dari jerat pernikahan dini di Nigeria.
Ada Hukum yang Melarang, Namun Tak Diratifikasi
Di tingkat pemerintah federal, Nigeria telah melarang perkawinan anak, seperti yang diatur dalam UU Hak-Hak Anak Tahun 2003.
Undang-undang itu mewajibkan agar kedua pihak – laki-laki dan perempuan – setidaknya berusia 18 tahun sebelum boleh menikah.
Tetapi, sebagian besar negara bagian di utara tidak meratifikasinya -- mengingat prinsip otonomi daerah yang begitu independen bagi negara bagian di Nigeria.
Advertisement