Liputan6.com, Al Mukalla - Pemberontak Houthi di Yaman menyerang kapal tanker Arab Saudi dengan rudal, Selasa 3 April 2018.
Dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di televisi Yaman, Al Mayadeen, para pemberontak menyatakan bahwa serangan itu merupakan bentuk balas dendam atas kematian warga sipil Yaman. Mereka tewas dalam serangan udara Arab Saudi di Al Hudaydah, satu-satunya pelabuhan di Yaman yang dikendalikan oleh Houthi.
Baca Juga
Saksi menyebut, sedikitnya 14 orang dinyatakan terbunuh, termasuk anak-anak, ketika mereka sedang bercengkerama di luar rumah. Tapi Arab Saudi menampik tuduhan ini, dengan menyatakan mereka tidak pernah menyerang hunian penduduk.
Advertisement
Koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi, yang telah menyerang Houthi dan sekutunya sejak Maret 2015, mengatakan serangan di Al Hudaydah hanya dilancarkan terhadap militer.
Houthi tidak memiliki angkatan udara. Namun mereka membuat marah Arab Saudi, karena berulang kali menembakkan rudal ke Saudi tersebut, terutama serangan tujuh-rudal (a seven-missile barrage) yang diluncurkan akhir bulan lalu.
Saudi mengklaim bahwa senjata tersebut dipasok oleh Iran, musuh bebuyutan Arab Saudi. Akan tetapi, Iran membantahnya. Arab Saudi menegaskan bahwa kapal tanker, yang tidak diidentifikasi namanya, diserang oleh Houthi dengan dukungan Iran pada sore hari.
Kapal tanker itu berada di perairan internasional sebelah barat Al Hudaydah, menurut pernyataan juru bicara koalisi Arab Saudi, Kolonel Turki al-Malki.
Ia tidak mengungkapkan seberapa besar kerusakan yang terjadi, tetapi serangan itu disebutnya sebagai ancaman serius terhadap navigasi maritim dan perdagangan internasional di wilayah sekitarnya.
Al-Malki menambahkan, kapal perang koalisi Arab Saudi telah mengawal tanker dari area tersebut. Tapi bagaimanapun juga, serangan itu kini menimbulkan kerusakan lingkungan dan ekonomi.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Â
Pernyataan Dari PBB
Houthi menguasai hampir 200 mil garis pantai Laut Merah Yaman, yang meliputi Al Hudaydah, titik masuk bantuan kemanusiaan. Selama konflik masih pecah, Arab Saudi terus membatasi lalu lintas pengiriman ke pelabuhan.
Pasca serangan rudal pada Selasa kemarin, dikhawatirkan pemerintah Saudi bersikap lebih keras dan lebih ketat dalam mengawasi pasokan di pelabuhan Al Hudaydah.
Sebanyak 22 juta dari 27 juta penduduk Yaman membutuhkan bantuan darurat, hampir 18 juta di antaranya memiliki sedikit atau nyaris tidak mempunyai pasokan makanan. Lebih dari satu juta orang terserang kolera dan lebih dari dua juta orang mengungsi, kata badan pengungsi PBB melalui Twitter, Selasa 3 April 2018.
A snapshot of #Yemen today - the world's largest humanitarian crisis:🔺22.2m need humanitarian aid🔺17.8m food insecure🔺1.m+ suspected cholera cases🔺12.9m need protection🔺2m displaced from home🔺280k refugees and asylum seekers#InvestInHumanity pic.twitter.com/IDTmzPQcTl
— UNHCR Yemen (@UNHCRYemen) April 3, 2018
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, mengatakan bahwa lebih dari US$ 2 miliar telah disumbangkan untuk para pengungsi. Ia menyatakan, sekitar setengahnya berasal dari Arab Saudi.
"Ya, kita semua tahu bahwa perang sedang terjadi, kita semua tahu siapa saja pihak yang terlibat di dalamnya, tetapi kedua hal ini harus dilihat dari sisi yang berbeda," katanya kepada wartawan, menanggapi kenyataan bahwa bantuan ternyata juga datang dari pihak yang berperang, yaitu Arab Saudi.
Guterres melanjutkan, utusan khususnya untuk konflik Yaman, Martin Griffiths -- yang baru-baru ini menyambangi Arab Saudi dan Yaman -- sedang mengunjungi negara-negara lain di kawasan tersebut, dengan harapan dialog antar negara untuk mewujudkan perdamaian di Timur Tengah bisa terwujud.
"Saya optimis tentang itu," tegas Guterres.
Advertisement