Putri Eks Mata-Mata Rusia yang Diracun Akhirnya Buka Suara

Sementara itu, sang ayah, Sergei Skripal masih dalam kondisi kritis.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 06 Apr 2018, 11:32 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2018, 11:32 WIB
Putri Eks Mata-Mata Rusia yang Diracun Akhirnya Buka Suara
Putri Eks Mata-Mata Rusia yang Diracun Akhirnya Buka Suara (AFP-Facebook)

Liputan6.com, Salisbury - Yulia Skripal, putri eks mata-mata Rusia yang bersama ayahnya, Sergei Skripal, ditemukan tak sadarkan diri akibat diracun, telah sadar. Setelah beberapa saat kesehatannya pulih, akhirnya Yulia pun buka suara.

Perempuan 33 tahun itu sadar setelah diracun dengan nerve agents kelas militer lebih dari seminggu yang lalu dan mengatakan "kesehatan dan kekuatannya berangsur-angsur pulih setiap hari" setelah serangan itu.

"Saya bersyukur atas perhatian masyarakat kepada saya dan untuk banyak pesan dari niat baik yang telah saya terima," katanya dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari News.com.au pada Jumat (6/4/2018).

"Saya ucapkan banyak terima kasih atas kesembuhan saya dan terutama kepada orang-orang Salisbury yang datang membantu saya ketika ayah saya dan saya tak sadarkan diri. Lebih dari itu, saya ingin berterima kasih kepada staf di Salisbury District Hospital atas kepedulian dan profesionalisme mereka," lanjut pernyataan Yulia.

"Saya yakin Anda semua bingung, tapi saya harap Anda akan menghormati privasi saya dan keluarga saya selama periode pemulihan saya."

Yulia Skripal dan ayahnya, mantan agen ganda Sergei Skripal, ditemukan terpuruk di bangku taman di luar sebuah restoran pizza di tengah kota pada 4 Maret lalu. Petugas polisi Nick Bailey juga dirawat di rumah sakit setelah mencoba untuk memberi pertolongan pertama kepada anak dan bapak itu. Tetapi sejak pulih, mengatakan dia tidak menganggap dirinya sebagai "pahlawan".

Sementara itu, sang ayah, Sergei Skripal masih dalam kondisi kritis.

Penggunaan racun saraf kelas militer kepada eks mata-mata Rusia dan putrinya itu mengejutkan pemerintah Inggris dan memicu krisis diplomatik yang disamakan dengan "Perang Dingin" yang baru.

Pemerintah Inggris menuding diracunnya eks mata-mata Rusia dan putirnya dilakukan oleh Rusia. Akibatnya, Inggris mengusir diplomat Rusia.

Pengusiran itu menjadikan pengucilan massal terbesar diplomat di seluruh dunia dengan banyak negara Eropa, AS dan Australia mengusir staf diplomat Rusia sebagai tanda solidaritas kepada Inggris.

Rusia dengan keras membantah bertanggung jawab, mengklaim bahwa Inggris tidak dapat membuktikan darimana racun itu berasal. Kremlin bahkan curiga, racun itu didapat fasilitas pertahanan Inggris di Porton Down, dekat lokasi rumah Skripal.

Pihak berwenang di Porton Down telah membantah tudingan Rusia. Namun minggu ini, kepala laboratorium, Gary Aitkenhead, mengatakan tidak dapat memverifikasi agen syaraf yang berasal dari Rusia.

Komentar itu bertentangan dengan klaim sebelumnya yang dibuat oleh Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson.

Pemerintah Inggris semakin dipermalukan ketika Kementerian Luar Negeri terpaksa menghapus tweet yang mengklaim Rusia adalah pelaku peracun eks mata-mata Rusia, dengan mengatakan bahwa itu "tidak akurat". Tindakan menghapus kicauan itu menyebabkan ejekan dari Kedutaan Besar Rusia di Inggris.

 

Saksikan video menarik berikut  ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Rusia Tidak Diperkenankan Campur Tangan Investigasi

Vasily Nebenzia Duta Besar Rusia untuk PBB
Vasily Nebenzia Duta Besar Rusia untuk PBB (Sputnik News)

Pada hari Kamis, Executive Council di Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW), di Den Haag mengalahkan permintaan Rusia untuk campur tangan investigasi kasus Skripal. Suara 41 lawan 6 yang menolak keberadaan Rusia.

Dengan demikian, Rusia menggelar pertemuan darurat di Dewan Keamanan PBB.

Pada pertemuan Dewan Keamanan PBB, duta besar Rusia di PBB, Vasily Nebenzia mengatakan tujuan utama Inggris adalah "mendiskreditkan dan bahkan mendelegitimasi Rusia dengan "tuduhan tak berdasar".

Inggris mengatakan Rusia berada di belakang serangan itu tetapi Moskow menyangkal tanggung jawab.

Perwakilan Inggris PBB Karen Pierce mengatakan tindakan Inggris "bersiap untuk setiap pemeriksaan".

Pierce mengibaratkan permintaan Moskow untuk mengambil bagian dalam penyelidikan terhadap seorang pelaku pembakaran yang menyelidiki kebakarannya sendiri.

Dubes Rusia untuk PBB, Nebenzia mengatakan tuduhan Inggris yang mengatakan Rusia sebagai dalang meracun ayah dan anak itu "mengerikan dan tidak dibuktikan kebenarannya", dan mengklaim Inggris sedang melancarkan "perang propaganda" melawan Rusia.

Dia mengatakan Novichok - kelompok agen saraf yang digunakan dalam keracunan - adalah "tidak dilindungi hak cipta oleh Rusia, terlepas dari nama Rusia yang jelas" dan telah dikembangkan di banyak negara.

"Ini semacam teater yang absurd. Tidak bisakah Anda muncul dengan cerita palsu yang lebih baik?", sindir Nebenzia.

Dalam pernyataannya kepada dewan beranggotakan 15 orang itu, Tuan Nebenzia mempertanyakan mengapa Rusia mau melenyapkan seseorang menggunakan metode "berbahaya dan sangat umum".

Dia membandingkan penggunaan bahan kimia dengan "ratusan cara cerdas membunuh seseorang" yang ditunjukkan dalam film seri Inggris yang terkenal, Midsomer Murders.

Menanggapi Nebenzia, Duta Besar Inggris untuk PBB, Karen Pierce, menuduh Rusia berusaha untuk "melemahkan lembaga-lembaga internasional yang telah membuat kita aman sejak Perang Dunia Kedua".

Dia mengatakan Rusia dicurigai karena beberapa alasan, mengatakan negara itu memiliki "catatan melakukan pembunuhan yang disponsori negara" dan bahwa "pandangan pembelot sebagai target yang sesuai untuk pembunuhan".

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya