WN Suriah Ini Terjebak di Bandara Malaysia Lebih dari Satu Bulan

Demi menghindari wajib militer, Hassan meninggalkan Suriah pada 2006. Namun yang terjadi berikutnya membuat ia putus asa...

oleh Khairisa Ferida diperbarui 13 Apr 2018, 07:48 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2018, 07:48 WIB
Hassan al-Kontar, warga Suriah yang terlunta-lunta di Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia.
Hassan al-Kontar, warga Suriah yang terlunta-lunta di Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia. (Hassan al-Kontar)

Liputan6.com, Damaskus - Seorang warga negara Suriah mengatakan, ia telah lebih dari sebulan terdampar di bagian transit Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia. Peristiwa itu merupakan konsekuensi dari perang saudara yang terjadi di negaranya.

Peristiwa yang menimpa Hassan al-Kontar (36) menuai perhatian ketika ia mulai memposting video dirinya yang tengah berada di Bandara Internasional Kuala Lumpur 2.

Hassan menjelaskan bahwa dirinya dideportasi dari Uni Emirat Arab ke Malaysia pada 2016, setelah ia kehilangan izin kerja ketika perang saudara pecah di Suriah.

Hassan tidak bisa masuk ke Malaysia. Usahanya untuk mencapai Kamboja dan Ekuador juga sia-sia. Hingga saat ini pihak bandara dan imigrasi Malaysia belum berkomentar terkait isu ini.

"Saya putus asa mencari bantuan. Saya tidak bisa hidup di bandara lebih lama lagi, ketidakpastian ini membuat saya gila. Rasanya hidup saya mencapai titik terendahnya yang baru," ujar Hassan kepada BBC seperti dikutip Liputan6.com, Jumat (13/4/2018).

Pria itu mengaku, tidak memiliki peralatan mandi dan mulai kehabisan baju bersih.

"Saya terbang ke Uni Emirat Arab untuk mencari kerja tapi karena konflik, saya kehilangan keduanya, izin kerja dan pekerjaan saya di sana," tutur pemuda itu.

Oleh Uni Emirat Arab, Hassan dideportasi ke sebuah pusat penampungan di Malaysia. "Ini (Malaysia) merupakan salah satu dari sedikit negara di dunia yang menawarkan visa kunjungan saat kedatangan bagi warga Suriah seperti saya".

Otoritas Malaysia pun memberikan Hassan visa turis yang berlaku selama tiga bulan. Ia sendiri berusaha mencari opsi yang lebih baik.

"Saya putuskan saya akan mencoba pergi ke Ekuador. Jadi saya menabung cukup banyak uang untuk membeli tiket pesawat Turkish Airways. Namun karena sejumlah alasan, mereka tidak mengizinkan saya terbang dan saya pun kembali ke titik awal," terang Hassan.

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mungkin itu kalimat yang tepat untuk menggambarkan kondisi Hassan. Setelah ditolak terbang ia juga harus membayar denda karena tinggal melampau batas waktu yang ditetapkan (overstaying), selain itu dia juga telah masuk "daftar hitam" di Malaysia.

Hassan tidak bisa keluar dari bandara dan tidak diperkenankan kembali memasuki Malaysia. Pemuda malang itu pun memutuskan untuk bepergian ke Kamboja, tapi di sana, ia juga dilarang masuk.

"Saya dianggap ilegal di Malaysia. Jadi, saya memilih terbang ke Kamboja, tapi mereka menyita paspor saya saat saya tiba".

Pejabat Kementerian Imigrasi Kamboja menuturkan pada Phnom Penh Post bahwa warga Suriah bisa mendapat visa kunjungan saat kedatangan, namun mereka akan dipulangkan jika gagal memenuhi syarat.

"Kami harus memeriksa apa tujuan kunjungan mereka," kata Sok Veasna.

Dikembalikan ke Malaysia

Perang Telah Usai, Pasar Lama Kota Tua Aleppo Masih Luluh Lantak
Sebuah keluarga berjalan diantara reruntuhan bangunan pasar lama di kota tua Aleppo, Suriah (21/1). Pada tahun 1986, kota kuno Aleppo dinyatakan sebagai situs warisan dunia UNESCO. (AP Photo / Mstyslav Chernov)

Pada 7 Maret lalu, Hassan diterbangkan kembali ke Kuala Lumpur. Sejak saat itulah ia terdampar di bandara.

"Pihak berwenang di sini mewawancarai saya dan saya juga telah mengisi sejumlah laporan," jelas Hassan. Namun ia tetap tidak yakin tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Saya tidak tahu harus berbuat apa. Tidak ada seorang pun yang bisa mengatakan kemana saya bisa pergi. Saya benar-benar butuh bantuan".

Hassan mengatakan pada awalnya ia meninggalkan Suriah tahun 2006 untuk menghindari wajib militer. Ia sempat pulang sekali pada 2008. Penolakannya untuk mengikuti wajib militer membuat ia menjadi buronan di negaranya.

"Saya seorang manusia dan saya pikir tidak benar untuk berpartisipasi di dalam perang. Itu bukan keputusan saya," tegas pria itu.

Ia menambahkan, "Saya bukan mesin pembunuh dan saya tidak ingin jadi bagian dalam menghancurkan Suriah. Saya tidak ingin tangan saya berlumur dara. Perang tidak pernah jadi solusi, tapi sayangnya, bahkan dari sini, saya harus membayar harga mahal atas keputusan itu".

Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi dalam sebuah pernyataannya mengatakan bahwa mereka "mengetahui kasus ini" dan "telah menjangkau individu dan pihak berwenang".

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya