Iran: Meninggalkan Kesepakatan Nuklir Akan Jadi Kesalahan Bersejarah

Presiden Iran menegaskan punya rencana atas setiap keputusan apapun yang kelak diambil oleh Donald Trump soal kesepakatan nuklir.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 07 Mei 2018, 16:33 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2018, 16:33 WIB
Presiden Iran Hassan Rouhani
Presiden Iran Hassan Rouhani (AP Photo/Vahid Salemi)

Liputan6.com, Teheran - Iran memeringatkan Amerika Serikat bahwa meninggalkan kesepakatan nuklir (JCPOA) akan menjadi "kesalahan bersejarah".

Dalam pidato yang disiarkan di televisi, Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan, pihaknya memiliki rencana atas "keputusan apapun yang dibuat oleh Donald Trump". Rouhani menegaskan, "ketika menyangkut senjata dan bela negara, kita tidak akan bernegosiasi dengan siapa pun". Demikian seperti dilansir CNN, Senin (7/5/2018).

Pernyataan Rouhani itu muncul beberapa hari sebelum 12 Mei, tenggat waktu di mana Donald Trump akan memutuskan melanjutkan kesepakatan nuklir Iran atau meninggalkannya. Di bahwa undang-undang Amerika Serikat, presiden harus mensertifikasi ulang perjanjian tersebut setiap tiga bulan.

Sebagai bagian dari pakta yang ditandatangani pada 2015, Iran harus mengurangi persediaan uraniumnya dan imbalannya, sanksi internasional akan dicabut.

Donald Trump telah lama mengkritisi perjanjian itu. Terakhir kali, ia menyebutnya "gila" dan "konyol".

Selama lawatannya ke Arab Saudi, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo memberi indikasi lebih lanjut bahwa Amerika Serikat akan meninggalkan kesepakatan nuklir Iran. Pompeo menyampaikan bahwa pakta nuklir yang ada tidak sesuai dengan keinginan sang presiden.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Israel Menentang Kesepakatan Nuklir Iran

PM Israel Benjamin Netanyahu
PM Israel Benjamin Netanyahu tengah melakukan presentasi terkait apa yang disebutnya sebagai bukti bahwa Iran menyimpan senjata nuklir (AP Photo/Sebastian Scheiner)

Sikap Donald Trump yang mengkritisi kesepakatan nuklir Iran didukung oleh Israel. PM Benjamin Netanyahu terus berkampanye melawan pakta tersebut. Pada Minggu 6 Mei, Netanyahu mengatakan bahwa kesepakatan nuklir Iran "didasarkan pada kebohongan. Itu didasarkan pada laporan fiktif Iran ke Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA)".

Pekan lalu, Netanyahu membuat heboh dengan mengklaim memiliki bukti bahwa Iran menyembunyikan senjata nuklir. "Jika Anda tidak melakukan apa-apa dengan kesepakatan ini, jika Anda membiarkannya tetap seperti ini, Anda akan berakhir dengan Iran yang memiliki gudang senjata nuklir dalam waktu singkat".

Merespons tudingan yang menyebutkan bahwa tidak ada data baru yang diungkapkan dalam presentasinya yang dramatis, Netanyahu mengatakan, "Siapapun yang mengatakan tidak ada hal baru yang kami tunjukkan, pasti belum melihat materinya".

Meski demikian, Netanyahu mengungkapkan bahwa ia masih tidak tahu apa yang akan diputuskan Donald Trump soal kesepakatan nuklir Iran.

Pandangan Donald Trump dan Netanyahu bertentangan dengan apa yang ditunjukkan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron, ia memimpin Eropa dalam upaya mendesak Amerika Serikat untuk mempertahankan kesepakatan nuklir Iran.

Macron disokong penuh oleh pemimpin lainnya seperti PM Inggris Theresa May dan Kanselir Jerman Angela Merkel. Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson dilaporkan akan terbang ke Washington dalam pekan ini demi meyakinkan Negeri Paman Sam untuk tetap berada dalam kesepakatan nuklir Iran.

Di New York Times, Johnson menulis bahwa JCPOA memiliki banyak kelemahan, tetapi "dari semua opsi yang kami miliki untuk memastikan bahwa Iran tidak pernah mendapatkan senjata nuklir, perjanjian ini menawarkan kerugian paling sedikit."

Dalam pidato televisi hari Minggu, Rouhani mengatakan bahwa hanya tiga negara yang menentang perjanjian nuklir Iran, yakni Amerika Serikat, Israel, dan Arab Saudi.

Rouhani juga mengatakan bahwa Iran akan memproduksi "sebanyak mungkin fasilitas, senjata, rudal yang diperlukan untuk negara kita". Ia menambahkan bahwa "itu bukan urusan orang lain".

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya