Liputan6.com, Kuala Lumpur - Pihak oposisi khawatir Pemilu Malaysia 2018 -- yang akan berlangsung pada 9 Mei nanti -- rentan akan praktik utak-atik atau manipulasi batas-batas konstituensi (gerrymandering) yang menguntungkan satu pihak. Khususnya yang dilakukan oleh kubu petahana.
Kekhawatiran itu diungkapkan oleh salah satu politikus oposisi, Fahmi Fadzil dari Partai Pakatan Harapan. Ia menjelaskan bahwa praktik-praktik semacam itu akan merugikan partai oposisi dalam mendulang suara dan berdampak pada kegagalan mereka untuk mendominasi kursi parlemen.
Jika itu terjadi, maka Mahathir Mohammad, nominasi perdana menteri dan pemimpin oposisi Malaysia, bisa gagal menduduki kursi kepala pemerintahan Negeri Jiran, menggantikan petahana Najib Razak.
Advertisement
"(Pelaksanaan pemilu) sudah sejak lama tak transparan dan hal itu tak baik bagi demokrasi," kata Fadzil mengomentari perubahan status konstituensi institusi kepolisian menjadi marginal seat, seperti dikutip dari Financial Times (8/5/2018).
Baca Juga
Sekitar 14,9 juta pemilih terdaftar akan menggunakan haknya pada pemungutan suara esok hari, yang digadang-gadang sebagai pemilu paling riuh sepanjang sejarah Malaysia sejak merdeka pada 1957.
Sampai saat ini, survei opini menunjukkan bahwa koalisi Barisan Nasional yang dipimpin petahana Najib Razak masih lebih unggul atas oposisi Pakatan Harapan yang dipimpin oleh Mahathir Mohammad.
Akan tetapi, skandal megarasuah 1MDB yang belum terselesaikan dan diduga kuat turut menyeret Najib, diperkirakan akan menjadi batu sandungan bagi sang petahana jelang Pemilu Malaysia 2018. Hal itu pun akan berdampak pada kemenangan Mahathir dengan selisih tipis.
Â
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Najib Razak Andalkan Dukungan di Luar Perkotaan
Beberapa jam perjalanan ke arah selatan Kuala Lumpur, para sukarelawan partai koalisi berkuasa di Malaysia melakukan kampanye door to door. Pesan mereka satu: mendukung pemimpin bangsa, Najib Razak.
"Kami memiliki Perdana Menteri yang sangat rendah hati, sangat santai dan tenang," kata Yennie, warga setempat berusia 50-an.
"Dia tidak emosional dan dia membuktikan bahwa semua upayanya telah memenuhi kebutuhan masyarakat. Semua yang dia lakukan menyentuh kami, termasuk rakyat bawah. Kami bahagia. Mengapa kami mau menentangnya?" tambah Yennie.
Sementara itu, partai-partai oposisi di Malaysia, yang menyatukan kekuatan di bawah Dr Mahathir Mohammad (92 tahun), mendapat dukungan kuat di Kuala Lumpur. Namun peluang mereka diperkirakan sangat kecil untuk memenangkan suara dari wilayah pedesaan di luar ibukota.
Menurut anggota parlemen dari oposisi Ong Kian Ming, pengaturan daerah pemilihan menguntungkan pemilih pedesaan.
"Konstituensi saya adalah yang terbesar di Semenanjung Malaysia dengan pemilih lebih dari 178 ribu orang. Sebagai perbandingan, konstituensi terkecil memiliki 29.000 pemilih. Jumlah pemilih di dapil saya lima kali lebih besar," katanya kepada ABC Australia.
10 kursi dapil terbesar semua dipegang oleh oposisi, sementara 10 kursi dapil terkecil saat ini dipegang oleh partai koalisi Barisan Nasional (BN) yang memerintah.
"Ini sesuatu yang sangat tidak adil. Komisi pemilihan umum telah mengelompokkan basis pendukung oposisi ke dapil-dapil besar seperti dapil saya," kata Ong.
Sementara itu pemilih di wilayah pedesaan menyatakan perekonomian Malaysia saat ini kuat dan lebih baik dari sebelumnya.
Mereka lebih mengutamakan isu-isu ekonomi seperti gaji dan dampak pajak PPN, bukan isu yang menarik perhatian internasional seperti korupsi atau penindasan terhadap perbedaan pendapat.
Para pendukung BN kepada ABC mengatakan mereka tidak percaya mengenai skandal korupsi yang membelit PM Najib sejak 2015, yang menyebabkan ditahannya kru program Four Corners ABC pada tahun 2016.
Advertisement