'Penyakit Gua' Mengintai Mereka yang Terjebak di Gua Terlarang Thailand

Setelah belasan hari terjebak di dalam gua, ada kekhawatiran 12 korban bocah berisiko terserang 'penyakit gua'.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 10 Jul 2018, 17:13 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2018, 17:13 WIB
9 Hari Hilang di Gua, 12 Remaja Thailand Ditemukan Kurus Kering
Tentara Thailand membawa tali untuk menyelamatkan tim sepak bola remaja Thailand dan pelatihnya yang terjebak di sebuah gua di Chiang Rai, Thailand, Senin (2/7). Unit penyelam AL Thailand menyebut korban diberi makan jel energi. (ROYAL THAI NAVY/AFP)

Liputan6.com, Bangkok - Upaya penyelamatan tim sepak bola remaja yang terjebak di dalam gua di utara Thailand masih berlanjut. Sebagian besar korban sudah berhasil dievakuasi dengan selamat.

Di luar kekhawatiran tentang proses evakuasi, belakangan juga muncul pembahasan tentang risiko penyakit aneh yang mengancam kesehatan para korban.

Dikutip dari ABC News pada Selasa (10/7/2018), belasan hari terjebak di dalam gua dengan kondisi lembap dan tingkat oksigen yang rendah, membuat seluruh korban rentan terekspos infeksi berbahaya dan langka, yang sering disebut "penyakit gua".

Otoritas Thailand mengatakan pada Selasa pagi waktu setempat, bahwa setidaknya dua dari empat bocah yang telah berhasil diselamatkan telah menjalani tes darah yang menunjukkan adanya risiko infeksi pada paru-paru, meski tidak ada satupun yang mengalami demam karenanya.

Menurut keterangan WHO, penyakit gua, juga disebut speleonosis, adalah infeksi oleh jamur jenis Histoplasma capsulatum, yang pertama kali diteliti pada 1940-an.

Dianggap sebagai infeksi paru-paru yang "tidak biasa", penyakit gua umumnya menyerang mereka yang pernah menginap --atau berkemah-- di wilayah-wilayah lembap di ketinggian.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), jamur terkait secara alami ditemukan di seluruh dunia, dan bisa berkembang di berbagai kondisi lembap, mulai dari gua-gua di Asia hingga ke tepi Sungai Mississippi yang beriklim sejuk.

Jamur Histoplasma capsulatum disebut tumbuh di tanah, dengan nutrisi yang didapat dari kotoran kelelawar dan burung.

Kegiatan apa pun yang menggangu komposisi tanah di wilayah lembap, seperti menggali atau bahkan hanya berjalan, dapat menjadi medium bagi penyebaran jamur tersebut ke manusia.

Partikel berbahaya pada jamur Histoplasma capsulatum dapat berubah menjadi spora dan menyebar via udara, di mana bentuknya yang sangat kecil, kerap tidak terdeteksi oleh manusia.

Gua Tham Luang, yang menjadi lokasi terperangkapnya tim sepak bola remaja Thailand itu, disebut sebagai salah satu tempat ideal bagi perkembangbiakan jamur Histoplasma capsulatum.

Meski penyakit akibat jamur tersebut ditularkan melalui udara, namun belum pernah ada bukti bahwa mutasinya bisa terjadi dari orang ke orang.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

Sulit Teridentifikasi

9 Hari Hilang di Gua, 12 Remaja Thailand Ditemukan Kurus Kering
Anggota keluarga menunjukkan gambar korban yang hilang di sebuah gua di Chiang Rai, Thailand, Senin (2/7). Penyelamatan dilakukan oleh kelompok gabungan penyelam dan petugas penyelamat dari berbagai penjuru dunia. (AFP PHOTO/LILLIAN SUWANRUMPHA)

Untuk mengetahui apakah seseorang terkena dampak buruk jamur Histoplasma capsulatum, maka perlu melewati beberapa tindak pengujian laboratorium, yakni melalui pengecekan kondisi urine, paru-paru, dan sampel darah.

Jika diperlukan, pemindaian sinar X atau CT Scan juga bisa dilakukan guna mendeteksi lebih jauh terkait dampak kesehatannya.

Tanda-tanda penyakit gua bisa sangat sulit teridentifikasi karena adanya beragam faktor tumpang tindih, termasuk tentang kondisi kesehatan awal seseorang, dan digabungkan dengan tes terhadap paparan jamur.

Kebanyakan orang yang terkena penyakit gua tidak sampai jatuh sakit, kecuali terserang gejala flu ringan, seperti batuk, kelelahan, dan sesekali nyeri di bagian dada.

Gejala tersebut, menurut para ahli, biasanya muncul antara tiga hingga 17 hari setelah seseorang bernafas di wilayah lembap, yang memiliki potensi jamur terkait.

Seseorang dengan sistem kekebalan lemah, seperti pasien dengan HIV, atau sedang menjalani perawatan kanker, berisiko terkena gejala yang lebih parah, di mana kerusakannya mampu menyebar hingga ke otak. Infeksi berat bahkan dapat menyebabkan kematian.

Meski begitu, penyakit gua disebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa obat, terutama jika diikuti oleh konsumsi nustrisi yang tepat dan seimbang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya