Di Bawah Pimpinan Presiden Erdogan, Komitmen Turki Terkait NATO Diragukan

Kepemimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan disambut keraguan tentang komitmen Turki terhadap aliansi NATO.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jul 2018, 11:03 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2018, 11:03 WIB
Menang Pemilu Turki, Erdogan Sapa Ribuan Pendukung di Ankara
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan istri, Emine menyapa pendukung Partai AKP di Ankara, Turki, Senin (25/6). Pemilu ini untuk pertama kalinya digelar sejak Turki mengubah sistem parlementer ke presidensial. (Presidency Press Service via AP, Pool)

Liputan6.com, Ankara - Hari ini, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, akan bertemu dengan rekan-rekannya dari pihak Barat pada pertemuan puncak NATO di Brussels, Belgia.

Pertemuan rutin tersebut digelar di tengah keraguan mengenai komitmen Turki terhadap aliansi militer Atlantik Utara itu, mengingat negara itu disebut meningkatkan hubungannya dengan Rusia. 

Di bawah pemerintahan Presiden Erdogan, sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia pada Rabu (11/7/2018), hubungan Turki-Rusia secara politik dan ekonomi makin erat. Kedua negara, bersama Iran, saling bekerja sama dalam upaya untuk mengakhiri perang Suriah.

Keputusan Ankara untuk membeli rudal S-400 dari Rusia, dinilai oleh sebagian besar anggota NATO, membahayakan sistem militer negara itu, sekaligus memicu kegelisahan di tingkat regional.

"Kita perlu memutuskan antara NATO, Uni Eropa dan Iran-Rusia," kata analis politik Atilla Yesilada dari Global Source Partners.

"Akan menjadi pilihan tersulit yang pernah dibuat. Kita tidak bisa lagi diam, di sisi mana pun kita berpihak, pihak lainnya akan memberikan hukuman," lanjutnya memperingatkan. 

Di lain pihak, pemerintah Turki bersikeras untuk berkomitmen pada aliansi strategisnya dengan pihak Barat. Ankara beralasan bahwa hubungannya dengan Teheran dan Moskow didasarkan pada perdagangan, dan kebutuhan untuk bekerja sama guna menyelesaikan konflik Suriah.

"Turki selalu menggunakan diplomasi keseimbangan kekuatan ini," kata profesor hubungan internasional Huseyin Bagci, dari Universitas Teknik Timur Tengah Ankara.

"Hubungan Turki-Rusia akan semakin mengarah ke arah yang positif, tetapi Turki tahu keterbatasan dari hubungan ini. Turki tidak akan meninggalkan NATO; itu tidak mungkin," lanjut Bagci. 

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Imbau Peningkatan Anggaran untuk NATO

Bersama Negara NATO, Marinir AS Pimpin Latihan Militer di Laut Baltik
Pasukan marinir AS bersenjata lengkap melakukan operasi pendaratan saat latihan militer Baltops 2018 di Laut Baltik, Lithuania (4/6). (AP/Mindaugas Kulbis)

Sementara itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, belum lama ini, mengirim surat kepada para pemimpin negara anggota NATO, meminta untuk meningkatkan anggaran belanja pertahanan mereka.

Dalam surat itu, sebagaimana dilaporkan oleh New York Times pada Senin, 1 Juli 2018, Presiden Trump juga mengancam akan mengubah kehadiran militer AS di tingkat global, jika permintaan terkait tidak diindahkan.

Dikutip dari CNN, seluruh surat tersebut dikirim pada bulan lalu, untuk ditanggapi sebelum berlangsungnya pertemuan puncak NATO di Brussels, pada pekan depan.

Sebuah sumber diplomatik mengatakan bahwa surat-surat tersebut digambarkan berisi pesan yang "terlihat sulit", yakni berupa permintaan meningkatan anggaran pertahanan. Oleh beberapa pengamat, hal itu dinilai sebagai bentuk ketidaksabaran AS terhadap menguatnya pengaruh Rusia di kawasan Atlantik Utara.

New York Times melaporkan bahwa Presiden Donald Trump menggunakan "bahasa yang sama" dalam surat-surat tersebut, kecuali yang ditujukan kepada Kanselir Jerman Angela Merkel, di mana disebut lebih kritis.

"Berlanjutnya kebijakan Jerman melakukan pengeluaran minimum (underspending) pada sektor pertahanannya, telah merusak keamanan aliansi, dan memberikan validasi kepada sekutu lain yang melihat tindakan (Jerman) itu sebagai teladan," tulis New York Times

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya