Seluruh Negara Bagian di Australia Ini Terkena Dampak Kekeringan Akut

Negara bagian di Australia ini dilaporkan mengalami dampak kekeringan parah, yang membahayakan industri pertanian dan peternakan.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 08 Agu 2018, 16:04 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2018, 16:04 WIB
ilustrasi kemarau dan kekeringan
(Foto: Tama66/Pixabay) Ilustrasi kemarau dna kekeringan.(iStockphoto)

Liputan6.com, Canberra - Otoritas lingkungan Australia mengatakan bahwa negara bagian New South Wales (NSW) terkena dampak kekeringan hampir 100 persen akibat cuaca sangat kering di periode Juni dan Juli lalu.

Cuaca itu menurut Kementerian Industri Primer setempat diperkirakan telah menyebabkan banyak petani gagal panen, pasokan air yang terbatas dan berkurangnya pakan ternak.

Dikutip dari The Guardian pada Rabu (8/8/2018), disebutkan pula bahwa 61 persen wilayah NSW berada dalam kondisi kekeringan intens, sementara 39 persen sisanya hampir mengalami kekeringan.

Kurang dari 10 milimeter curah hujan tercatat di wilayah barat, barat laut, dan tengah NSW selama sebulan terakhir. Kondisi lebih kering diperkirakan terus terjadi hingga tiga bulan ke depan di sebagian besar negara bagian.

"Produsen kini dihadapkan dengan beberapa keputusan yang sangat sulit tentang apakah akan merumput tanaman panen, atau bergantung pada potensi curah hujan dalam dua bulan ke depan guna meningkatkan hasil produksi," kata Niall Blari, Menteri Industri Primer NSW.

Sebelumnya, sebuah wilayah kecil di pantai utara negara bagian itu belum diumumkan terkena dampak kekeringan.

Pada hari Selasa, Wakil Perdana Menteri Australia, Michael McCormack, mendesak para petani untuk memanen dini tanaman mereka dengan janji bantuan dana talangan bersyarat, namun imbauan itu enggan dilakukan.

Hampir 20.000 orang belum mengajukan permohonan skema paket kekeringan senilai 190 juta dolar Australia (setara Rp 2,03 triliun) dari pemerintah federal, yang dikritik karena "terlalu sedikit, dan terlalu terlambat".

Dalam putaran terakhir pemberian dana talangan untuk bencana kekeringan, pemerintah menyalurkan pembayaran tunai kepada petani yang memenuhi syarat hingga 12.000 dolar Australia (setara Rp 128 juta) dalam dua kali angsuran.

Ada kekhawatiran proses aplikasi untuk dana publik tersebut terlalu berbelit-belit, selain juga munculnya risiko anggaran yang disediakan tidak mencukupi untuk seluruh petani dan pertenak Australia yang berdampak.

Perdana Menteri Malcolm Turnbull menegaskan paket itu adalah suplemen untuk tunjangan rumah tangga pertanian, pembayaran dua minggu untuk petani yang memenuhi syarat dengan total sekitar 16.000 dolar Australia (setara Rp 171 juta) per tahun.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

Kekhawatiran Meningkat di Industri Peternakan

Sapi
Ilustrasi sapi (iStockPhoto)

Sementara itu, PM Turnbull diseret kembali ke perdebatan tentang dampak perubahan iklim terhadap kekeringan.

"Saya pikir semua orang setuju bahwa kita melihat hujan yang, jika Anda suka, lebih tidak menentu, kekeringan yang lebih sering dan musim yang lebih panas," katanya kepada kantor berita ABC.

Turnbull telah menolak desakan publik Australia, untuk meninggalkan target pengurangan emisi global karena hal itu tidak akan segera membantu petani.

Salah satu tokoh politik yang menentang penolakan PM Turnbull itu adalah wakil perdana menteri, Barnaby Joyce, yang menyebut kebijakan pemerintah tidak memberi dampak apapun terhadap upaya menghentikan kekeringan.

"Setiap kebijakan yang kami lakukan, itu lebih dari rasa komitmen untuk tujuan yang lebih luas," kata Joyce kepada Sky News. "Tidak akan ada perbedaan pada iklim sama sekali - nol, tidak ada."

Tetapi presiden Federasi Tani Nasional, Fiona Simson, menunjukkan bahwa Negeri Kanguru berhasil mengurangi emisi industri daging merah sebanyak hampir 45 persen, antara tahun 2005 dan 2015.

Simson mengatakan Australia perlu memahami dampak perubahan iklim untuk terus menjadi pemimpin dunia.

Berkebalikan dengan debat di tingkat pemerintah, para peternak justru merasa khawatir media fokus pada pemberitaan "bencana kekeringan", yang berisiko merusak reputasi industri pertanian dan peternakan di Australia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya