Korea Utara Menahan Seorang Warga Jepang, Perkeruh Rencana KTT Kedua Negara?

Seorang pria Jepang baru-baru ini ditahan di Korea Utara, menurut laporan media setempat pada Sabtu 11 Agustus 2018.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 12 Agu 2018, 13:04 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2018, 13:04 WIB
Ilustrasi Korea Utara (AFP)
Ilustrasi Korea Utara (AFP)

Liputan6.com, Tokyo - Seorang pria Jepang baru-baru ini ditahan di Korea Utara, menurut laporan media setempat pada Sabtu 11 Agustus 2018.

Ini menjadi insiden baru yang berpotensi semakin meningkatkan tensi diplomatik, di tengah upaya Tokyo untuk mengadakan pertemuan tingkat tinggi dengan Pyongyang, guna membahas isu yang menjadi perhatian kedua negara, termasuk, soal sejumlah warga Jepang yang sejak lama diculik atau ditahan oleh Korea Utara.

Tidak jelas kapan atau mengapa warga Jepang yang tak diketahui identitasnya itu ditahan oleh Korea Utara. Tetapi, seperti kebanyakan penahanan yang pernah dilakukan oleh Korut, pria itu mungkin dituduh sebagai mata-mata --surat kabar Asahi Shimbun melaporkan, mengutip sumber-sumber pemerintah, seperti dikutip dari Channel News Asia, Minggu (12/8/2018).

Rincian lebih lanjut, seperti tujuan kunjungan pria itu ke Korea Utara, juga belum jelas adanya.

"Mengamankan keselamatan pria itu adalah prioritas utama," kata seorang pejabat Jepang dalam kondisi anonimitas kepada Asahi Shimbun.

Tapi, pejabat itu mengaku khawatir bahwa Korea Utara akan "memanfaatkan penahanan ini sebagai tawar-menawar untuk bernegosiasi dengan Jepang," ujarnya mereferensikan rencana pertemuan puncak antara pemimpin kedua negara beberapa waktu mendatang --meski belum jelas mengenai detail pelaksanaannya.

Di lain pihak, seorang pejabat kementerian luar negeri Jepang menolak untuk mengonfirmasi laporan berita tersebut atas alasan sensitifitas.

"Tetapi pemerintah telah mengambil tindakan dan tengah mengumpulkan informasi," kata pejabat kementerian luar negeri Jepang itu kepada AFP.

Korea Utara memiliki sejarah panjang menangkap orang asing dengan tuduhan mata-mata dan kemudian menggunakannya sebagai pion diplomatik.

Pada tahun 1999, seorang wartawan surat kabar Jepang di Korea Utara ditahan selama sekitar dua tahun karena tuduhan mata-mata, Kyodo News melaporkan.

Tokyo sendiri telah menyarankan warga Jepang untuk tidak melakukan perjalanan ke Korea Utara karena alasan tersebut, juga sebagai bagian dari sanksi ekonomi terhadap negara itu.

Menurut Headquarters for the Abduction Issue, lembaga pemerintah Jepang yang menangani penculikan, kurang dari 20 warga Negeri Sakura telah diculik dan ditahan oleh Korea Utara. Di lain pihak, Pyongyang mengaku hanya menculik dan menahan sekitar 13 warga Jepang.

Akan tetapi, lembaga independen Investigation Commission on Missing Japanese Probably Related to North Korea (COMJAN) memperkirakan, ada ratusan warga Jepang yang diculik dan ditahan oleh Korea Utara.

 

Simak video pilihan berikut:


Tensi Diplomatik Tinggi

Trump Jamu Perdana Menteri Jepang Abe
Presiden AS, Donald Trump dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe berbincang selama pertemuan mereka di Resor Mar-a-Lago, Florida, Selasa (17/4). Pertemuan untuk mencari pemahaman bersama mengenai masalah nuklir Korea Utara. (AP/Pablo Martinez Monsivais)

Jepang telah mempertahankan tensi diplomatik tinggi dengan Korea Utara, menyusul aktivitas uji coba rudal balistik dan senjata nuklir di Pyongyang -- yang mana salah satu misil Korut pernah beberapa kali melintas ke wilayah Jepang.

Tingginya tensi hubungan diplomatik itu juga dipicu oleh kasus penculikan dan penahanan warga Jepang oleh Korea Utara sejak puluhan tahun lalu.

Namun, baru-baru ini, berbagai laporan menunjukkan bahwa Tokyo sedang mempertimbangkan KTT antara Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Rencana itu menandai efek domino dari mencairnya hubungan diplomatik Korea Utara dengan Korea Selatan dan Amerika Serikat --yang mana keduanya sama-sama telah melaksanakan pertemuan puncak pada April dan Juni 2018.

Media Jepang memperkirakan, KTT Korea Utara-Jepang mungkin akan terselenggara dalam sela-sela sebuah forum internasional di Vladivostok, Rusia, September 2018.

"Pada akhirnya, saya sendiri harus menghadapi ketua Kim Jong-un secara langsung dan terlibat dalam dialog ... membahas denuklirisasi, perlucutan senjata, dan yang terpenting, masalah penculikan, serta kemudian, membangun hubungan baru Jepang-Korea Utara," kata Abe, Senin awal pekan ini.

Di lain pihak, dalam pertemuan bersejarah dengan Presiden AS Donald Trump di Singapura pada Juni 2018, Kim Jong-un dilaporkan terbuka untuk bertemu dengan Abe.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya