Studi: Kutub Bumi Bisa Bertukar Posisi dan Memicu Kerugian Besar

Kutub magnet diprediksi bisa bertukar posisi yang berisiko memicu kerusakan besar bagi kehidupan manusia.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 22 Agu 2018, 19:40 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2018, 19:40 WIB
Pergeseran kutub (1)
Ilustrasi Bumi sebagai kompas. (Sumber Wikimedia)

Liputan6.com, Sydney - Ilmu pengetahuan telah mencatat bahwa selama lebih dari satu abad lalu, medan magnet Bumi diketahui mulai melemah sekitar lima persen per 100 tahunnya.

Hal di atas memicu kekhawatiran bahwa kutub magnet Bumi akan segera berubah posisi, sebuah peristiwa yang dapat berpotensi mengakibatkan bencana bagi kehidupan manusia.

Sebuah studi baeru tentang perubahan medan magnet Bumi menemukan pergeseran cepat terjadi dalam dua abad, di mana mendorong para peneliti untuk memperingatkan skenario yang berpotensi mengerikan.

Menurut tim ilmuwan internasional, termasuk dari Australian National University (ANU), peristiwa semacam itu di masa depan akan meningkatkan eksposur (potensi terpapar) planet Bumi terhadap radiasi Matahari, dan dapat menyebabkan kerusakan yang memicu kerugian senilai triliunan dolar, yang memusnahkan kekuatan dan sistem komunikasi di seluruh dunia. Demikian dikutip dari News.com.au pada Rabu (22/8/2018).

Bumi memiliki medan magnet yang diyakini para ilmuwan dihasilkan oleh gerakan di inti planet. Hal itulah yang diyakini memicu kehadiran kutub utara dan selatan, yang kemudian menjadi dasar pergerakan kompas.

Terakhir kali kutub berbalik arah, kira-kira terjadi 780.000 tahun lalu, dan hal itu kini memicu kekhawatiran berupa dampak yang lebih serius terhadap keberlangsungan hidup manusia.

Secara teori, kutub utara dan selatan magnet berubah setiap 300.000 tahun, sehingga beberapa orang mengatakan bahwa di era modern ini, telah terlambat mengalami hal tersebut.

Penelitian baru menunjukkan bahwa pembalikan medan magnet dapat terjadi jauh lebih cepat daripada ribuan tahun yang diperkirakan sebelumnya.

Profesor Andrew Roberts dari Sekolah Penelitian Ilmu Bumi di Australian National University, mengatakan kekuatan medan magnet menurun sekitar 90 persen ketika pembalikan medan terjadi, membuat Bumi jauh lebih rentan terhadap radiasi Matahari.

"Medan magnet Bumi, yang telah ada selama setidaknya 3,45 miliar tahun, memberikan perisai dari dampak langsung radiasi matahari," katanya dalam pernyataan yang dirilis oleh ANU.

"Bahkan dengan medan magnet Bumi yang kuat saat ini, kami masih rentan terhadap badai matahari yang dapat merusak berbagai sistem berbasis listrik," lanjutnya menjelaskan.

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini

 

Simak video pilihan berikut: 

Tidak Perlu Khawatir

Bumi Sejatinya Dua Planet Jadi Satu?
Dipercaya ada planet Theia yang dulu bertabrakan dengan bumi dan menjadi satu dengan planet kita, serta menjadi bagian bulan.

Studi ini mengamati catatan paleomagnetik dari 107.000 hingga 91.000 tahun lalu, yang didasarkan pada analisis magnetik dan penanggalan radiometrik dari stalagmit dari sebuah gua di China barat daya.

"Catatan ini memberikan wawasan penting ke dalam perilaku medan magnet kuno, yang ternyata berubah jauh lebih cepat daripada yang diperkirakan sebelumnya," kata Prof Roberts.

Temuan-temuan kelompok tersebut diterbitkan dalam jurnal Proceedings of National Academy of Sciences of the United States of America (PNAS).

Sekitar 40.000 tahun yang lalu, medan magnet Bumi mengalami "goyangan" dramatis tetapi tidak cukup merusak, kata para peneliti.

Tapi kondisi melemah yang tengah berlangsung, dan khususnya perluasan lubang di medan magnet di Atlantik Selatan, yang dikenal sebagai South Atlantic Anomaly (SAA), telah menyebabkan kekhawatiran bahwa perubahan signifikan bisa terjadi.

Namun, laporan terpisah yang juga diterbitkan dalam jurnal PNAS menyempitkan gagasan bahwa kutub-kutub tersebut berbalik arah.

Prof Roberts mengimbau tidak perlu panik, dan berharap manusia mampu mengembangkan cara-cara untuk mengurangi dampak dari pembalikan kutub di masa depan.

"Semoga penelitian bisa menjadi dasar pengembangan teknologi di masa depan untuk menghindari kerusakan besar, jika memungkinkan, dari peristiwa semacam itu (pembalikan kutub magnet)," katanya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya