4-9-1948: Sakit dan Merana Kehilangan Indonesia, Ratu Belanda Turun Takhta

Ratu Belanda Wilhelmina memutuskan turun takhta dan menyerahkan singgasananya pada putri tunggalnya, Juliana pada 4 September 1948.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 04 Sep 2018, 06:00 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2018, 06:00 WIB
Ratu Belanda Wilhelmina (Wikipedia/Public Domain)
Ratu Belanda Wilhelmina (Wikipedia/Public Domain)

Liputan6.com, Amsterdam - Ratu Belanda Wilhelmina memutuskan turun takhta dan menyerahkan singgasananya pada putri tunggalnya, Juliana pada 4 September 1948. Usianya kala itu sudah sepuh, 68 tahun, sakit-sakitan pula.

Apalagi, ia sudah lama memerintah Negeri Belanda, selama 57 tahun dan 286 hari. Wilhelmina Helena Pauline Maria, nama lengkap sri ratu, bertakhta sejak berusia 10 tahun, menyusul mangkatnya sang ayah, Raja William III.

Ratu Belanda Wilhelmina bertakhta sejak belia (Wikipedia/Public Domain)

Selama berkuasa, Ratu Wilhelmina melalui banyak hal, Perang Dunia I dan II, krisis ekonomi 1933, dan senjakala Belanda sebagai kekuatan kolonial.

Seperti dikutip dari uk.news.yahoo.com, Senin (3/9/2018), ia mengalami kelelahan akibat perang, cemas pada pemerintahannya, dan kehilangan Indonesia sebagai koloni. Nusantara pada masa lampau adalah pundi harta bagi Belanda.

Keputusan Wilhelmina tak bisa diganggu gugat, meski putrinya, Juliana yang kala itu berusia 39 tahun setengah hati menerima limpahan kekuasaan. Ia meminta sang ibu untuk tetap berkuasa, mempertahankan kesatuan di negara yang masih belum pulih dari trauma akibat lima tahun pendudukan Nazi.

Namun, adalah kehendak sang ratu untuk lengser. Setelah penobatan Juliana, ibu dan anak itu melangkah keluar dari balkon istana kerajaan, menemui ribuan orang yang berkumpul di Dam Square, Amsterdam.

Koninklijk Paleis atau Istana Kerajaan Belanda berdiri tegak di sisi barat Alun-Alun Dam di pusat Amsterdam (Liputan6/Elin Yunita)

Wilhelmina kemudian bicara ke kerumunan orang, meminta mereka mendukung monarki yang baru.

Meski pasca-lengsernya Ratu Wilhelmina, pengaruh Wangsa Orange-Nassau jauh berkurang, namun sosoknya masih dicintai rakyat Belanda.

Setelah turun takhta, Wilhelmina menyepi di Istana Het Loo, jarang tampil di depan publik sampai bencana banjir Laut Utara tahun 1953 yang membawa kehancuran. Di tengah musibah, sosoknya kembali menjadi pemersatu rakyat Belanda.

Saat mangkat pada usia 80 tahun pada 1962, obituari New York Times meringkas apa yang dipikirkan orang-orang Belanda tentang Ratu Wilhelmina, terutama saat Perang Dunia II, ketika negara itu diduduki Jerman.

"Meski peringatan ulang tahun ratu dilarang oleh Jerman, itu tetap dirayakan. Saat pengunjung gereja di sebuah kota kecil di pesisir, Huizen berdiri dan menyanyikan satu bait lagu kebangsaan Belanda, Wilhelmus van Nassauwe, pada hari itu, kota itu harus membayar denda 60 ribu gulden."

Uang sebesar itu saat ini setara dengan setengah juta dolar Amerika Serikat.

 

Saksikan video terkait Belanda berikut ini:

Perempuan Pertama Berstatus Miliarder

Ratu Belanda Wilhelmina (Wikipedia/Public Domain)
Ratu Belanda Wilhelmina (Wikipedia/Public Domain)

Ratu Belanda Wilhelmina adalah perempuan pertama di dunia yang berstatus miliarder (dalam dolar AS). Selain karena naluri bisnisnya, ada yang membuatnya kaya raya: harta dari tanah jajahan.

Sejarah mencatat, mulai tahun 1500-an, perusahaan Belanda VOC memonopoli perdagangan atas kepulauan Indonesia atau yang dulu dikenal sebagai Hindia Belanda. Kemudian mereka menjajahnya.

Pada 1800-an, VOC dinasionalisasi, membuat Kerajaan Belanda makin kaya. 

Dan karena Indonesia kaya minyak, Belanda menjadi eksportir minyak terbesar keempat setelah Amerika Serikat, Uni Soviet, dan Iran selama paruh pertama Abad ke-20.

Kala itu, Arab Saudi tak masuk daftar. Sebab, deposit minyak tidak ditemukan di sana itu sampai tahun 1938 -- yang membuatnya menjadi negeri petrodollar.

Logo VOC, perusahaan multinasional pertama di dunia

 

Tak seperti kerajaan di Eropa lainnya, monarki Belanda baru berusia sekitar 200 tahun. Masih terhitung 'belia'.

Menyusul tamatnya Republik Batavia pada 5 Juni 1806, Kaisar Prancis, Napoleon Bonaparte kemudian mendirikan Kingdom of Holland (Koninkrijk Holland) atau Kerajaan Belanda dan menunjuk adiknya sebagai raja.

Sejarah mencatat, setelah diangkat jadi raja, Louis Napoleon kemudian datang ke Amsterdam. Pernyatannya dalam Bahasa Belanda, yang tak terlalu dikuasainya, jadi legenda sepanjang masa.

"Iek ben Konijn van Olland (Saya Kelinci Belanda)," kata dia seperti dikutip situs resmi Rijksmuseum, Senin (4/6/2018).

Louis Bonaparte sebenarnya berniat mengatakan, "Saya Raja Belanda (Koning van Holland)".

Louis Bonaparte, raja pertama di Kerajaan Belanda (Wikipedia/Public Domain)

Meski kedengarannya lucu, namun, salah ucapnya itu membuktikan upaya Louis mempelajari bahasa rakyat yang dia pimpin. Ia juga lebih suka menyebut dirinya Lodewijk I, bukan Louis I.

Pada 1813, kekuasaan Napolepon Bonaparte atas Belanda berakhir. Willlem, yang kala itu berada di London, dipanggil pulang.

Pria yang berasal dari Dinasti Oranje-Nassau kemudian mendeklarasikan diri sebagai pangeran berdaulat di negara itu. Dua tahun kemudian dinobatkan sebagai Willem I.

Setelah Willem I melengserkan diri, ia digantikan Willem II yang bertakhta pada 1792 hingga 1849.

Seperti dikutip dari DutchNews.nl, ada empat raja yang berkuasa di kerajaan Belanda. Yang terakhir, Willem-Alexander yang baru dinobatkan pada 2017.

Kerajaan Belanda juga tiga kali dipimpin tiga ratu yakni, Wilhelmina, Juliana, dan Beatrix.

Catharina Amalia, putri Raja Willem-Alexander yang lahir pada 7 Desember 2003 ditetapkan sebagai pewaris takhta. Ia adalah calon ratu Belanda masa depan.

Selain Ratu Belanda turun takhta, sejumlah kejadian bersejarah di dunia juga terjadi pada 4 September. Pada 1781,  Los Angeles didirikan dengan nama El Pueblo de Nuestra Senora La Reina de Los Angeles de Porciuncula oleh sekelompok pemukim Spanyol berjumlah 44 orang.

Sementara, pada 1998, Google didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin, dua mahasiswa Universitas Stanford.

Dan, pada 4 September 1971, Pesawat Boeing 727 Penerbangan 1866 milik Alaska Airlines jatuh dekat Juneau, Alaska, menewaskan seluruh penumpang yang berjumlah 111 orang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya