Liputan6.com, Ramallah - Pemerintah Israel, pada Minggu 23 September 2018, mengumumkan akan menggusur desa di Tepi Barat Palestina yang dihuni oleh Suku Badui (Bedouin). Tel Aviv menetapkan jatuh tempo delapan hari agar warga setempat menghancurkan rumah mereka dan pergi meninggalkan desa.
Peringatan pada hari Minggu datang hanya beberapa pekan setelah Mahkamah Agung Israel menolak banding terhadap pembongkaran Desa Khan al-Ahmar, Tepi Barat.
Unit kementerian pertahanan Israel yang mengawasi urusan sipil di Tepi Barat mengatakan dalam sebuah pernyataan, "Berdasarkan keputusan Mahkamah Agung, penduduk Khan al-Ahmar menerima pemberitahuan hari ini yang mengharuskan mereka untuk menghancurkan semua bangunan, (hingga jatuh tempo) pada 1 Oktober 2018," demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin (24/9/2018).
Advertisement
Baca Juga
"Jika Anda menolak, pihak berwenang akan menegakkan perintah pembongkaran sesuai keputusan pengadilan dan hukum."
Rencana Israel untuk menghancurkan desa, yang dihuni 180 orang, dan merelokasi penduduknya telah dikritik oleh Palestina dan menarik kecaman internasional.
Awal bulan ini, Inggris, Prancis, Jerman, Italia dan Spanyol memperbarui seruan mereka untuk Israel agar tidak menghancurkan desa, memperingatkan konsekuensi bagi penduduk, serta "prospek solusi dua negara".
Warga Menolak Pergi
"Tidak ada yang akan pergi. Kami harus diusir dengan paksa," kata juru bicara desa Eid Abu Khamis kepada Al Jazeera, menambahkan bahwa pertemuan warga akan diadakan kemudian tentang masalah itu.
Khamis mengatakan bahwa wacana penggusuran telah muncul sejak lama. Israel bahkan mengiming-imingi warga dengan menjanjikan akan memberikan insentif, jika mereka sepakat untuk pindah. Namun, warga menolak, mengatakan bahwa tanah itu adalah hak mereka sebagai warga Palestina.
"Jika kami ingin mengambil insentif ini, kami akan mengambilnya 30 tahun lalu, insentif terus berdatangan tetapi kami semua menolak.
"Kami tinggal di tanah kami, kami tidak akan pergi hanya karena paksaan."
Yousef Abu Dahouk, ayah empat anak berusia 37 tahun, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pasukan Israel memasuki desa dan mengayunkan persenjataan berat di depan anak-anak dekat sekolah yang juga diperkirakan akan dihancurkan.
"Pasukan Israel mencoba memasuki sekolah tetapi para aktivis mencegah mereka. Setelah itu, mereka berjalan di sekitar desa, di antara rumah-rumah dan menjelajahi tempat itu, mencoba mencari tahu berapa banyak aktivis yang ada. Lalu mereka pergi."
Simak video pilihan berikut:
Khan al-Ahmar dan Proyek Perluasan Pemukiman Israel
Khan al-Ahmar terletak beberapa kilometer dari Yerusalem, di antara dua pemukiman ilegal Israel utama, Maale Adumim dan Kfar Adumim, yang ingin dikembangkan oleh pemerintah Israel.
Penghapusan desa yang mayoritas dihuni oleh Suku Badui itu memungkinkan pemerintah Israel untuk secara efektif memotong Tepi Barat menjadi dua.
Penduduk desa adalah anggota Suku Badui Jahalin, yang diusir dari tanah mereka di gurun Naqab (Negev) oleh militer Israel pada 1950-an.
Mereka mengungsi dua kali, sebelum mereka menetap di Khan al-Ahmar, jauh sebelum pemukiman ilegal Israel di sekitarnya ada.
Komunitas kecil dari 40 keluarga tinggal di tenda-tenda dan gubuk-gubuk diklasifikasikan oleh Persetujuan Oslo 1993 sebagai Area C, yang menyumbang 60 persen dari Tepi Barat dan berada di bawah kendali administrasi dan keamanan total Israel.
Keputusan Mahkamah Agung Israel untuk menggusur desa itu sebagian besar didasarkan pada premis bahwa lokasi tersebut dibangun tanpa izin Israel --yang Palestina katakan tidak mungkin diperoleh karena perluasan permukiman ilegal Yahudi di sana.
Data PBB menunjukkan otoritas Israel telah menyetujui hanya 1,5 persen dari semua permintaan izin pengembangan pemukiman warga Palestina antara 2010 dan 2014.
Pada awal Juli, buldoser Israel menghancurkan sejumlah tenda dan bangunan lain di Khan al-Ahmar, yang memicu konfrontasi dengan penduduk setempat.
Advertisement