Liputan6.com, New York - Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, seorang figur yang telah lama bersikap keras terhadap Korea Utara, mengatakan pada Selasa 25 September 2018 bahwa dirinya bersedia bertemu dengan Pemimpin Korut Kim Jong-un.
PM Abe, yang setahun lalu memperingatkan di PBB bahwa jendela diplomasi dengan Korea Utara telah ditutup, mengambil nada yang lebih terbuka, tapi tetap berhati-hati dalam pidato terbarunya di Sidang Majelis Umum PBB 2018 di New York.
Advertisement
Baca Juga
Dia mengatakan bahwa setiap pertemuan puncak akan dikhususkan untuk menyelesaikan perselisihan selama puluhan tahun atas penculikan warga sipil Jepang oleh Korea Utara --sebuah isu yang sangat sensitif bagi sebagian besar masyarakat Jepang.
"Untuk menyelesaikan masalah penculikan, saya juga siap untuk memecahkan cengkeraman ketidakpercayaan dengan Korea Utara, memulai awal yang baru dan bertemu langsung dengan Pemimpin Kim Jong-un," kata Abe berpidato di Sidang Majelis Umum PBB di New York, 25 September 2018, seperti dikutip dari Channel News Asia (26/9/2018).
"Tetapi jika kita ingin melakukannya, maka saya memutuskan bahwa itu harus berkontribusi pada resolusi masalah penculikan," kata sang PM Jepang.
Â
Simak video pilihan berikut:
Hubungan Korea Utara-Jepang
Korea Utara menculik sejumlah warga Jepang pada 1970-an dan 1980-an, memaksa korban untuk menjadi pelatih bagi mata-mata Korut dalam bahasa dan budaya Jepang.
Mantan Perdana Menteri Jepang, Junichiro Koizumi, pernah melakukan perjalanan dua kali ke Pyongyang untuk mencari hubungan baru dengan pemimpin terdahulu Korea Utara, Kim Jong-il. Namun dalam pertemuan itu, Korea Utara mengatakan bahwa korban penculikan yang tersisa telah mati --sikap yang kemudian ditolak dengan tegas oleh anggota keluarga dan aktivis Jepang.
Spekulasi telah meningkat belakangan terakhir bahwa PM Shinzo Abe mengajukan diri untuk bertemu dengan Kim Jong-un. Hal itu dilakukan menyusul langkah Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in yang juga mendekati Kim, yang kemudian memicu kekhawatiran Jepang bahwa mereka dapat tersingikir dari resolusi akhir terkait Semenanjung Korea.
Advertisement