Liputan6.com, Berlin - Surat kabar ternama Jerman Die Welt, pada 14 Oktober 2018, mengungkap tentang latar belakang Jamal Khashoggi, jurnalis Arab Saudi yang tewas dibunuh di Konsulat Arab Saudi di Istanbul pada 2 Oktober 2018. Informasi itu diperoleh Drie Welt usai mewawancarai salah satu analis politik yang pernah bertemu dengan Khashoggi beberapa tahun silam.
Menurut Die Welt, seperti dikutip dari PJMedia.com (22/10/2018), Khashoggi bukan jurnalis biasa. Ia memiliki beragam latar belakang yang tak dimiliki oleh sembarang wartawan.
Die Welt mewawancarai analis politik keturunan Jerman-Mesir, Asiem El Difraoui, co-founder dari think-tank Candid Foundation Berlin, yang bertemu Khashoggi untuk pertama kalinya pada beberapa tahun lalu.
Advertisement
Menurut Difraoui, Khashoggi adalah eks-penasihat tinggi untuk Badan Intelijen Arab Saudi (GIP/GID) pada masa kepemimpinan Pangeran Turki bin Faisal al-Saud --anak Raja Faisal bin Abdul Aziz.
Baca Juga
"Ia bisa duduk di posisi itu berkat kedekatannya dengan Osama bin Laden, pemimpin Al-Qaeda, pada era 1980-1990an. Khashoggi pernah bertemu dengan Bin Laden di Sudan dan Afghanistan pada periode itu," kata Difraoui.
"Akibat kedekatannya dengan Bin Laden, Saudi meminta Khashoggi menjadi penasihat intelijen mereka dengan harapan, pria itu mampu membujuk Bin Laden untuk tidak menentang monarki Saudi," tambahnya.
Seperti diketahui, keluarga Bin Laden merupakan klan kaya yang terhubung erat dengan lingkaran terdalam dari keluarga kerajaan Saudi. Demikian pula keluarga Khashoggi, yang kakeknya merupakan dokter pribadi bagi Raja Abdul al-Aziz bin al-Saud.
Difraoui juga mengatakan bahwa kolumnis the Washington Post itu juga merupakan keponakan dari Adnan Khashoggi, salah satu orang tajir Arab Saudi yang dekat dengan monarki dan disebut pernah terlibat dalam transaksi perdagangan gelap senjata pada periode skandal 'Iran-Contra affairs 1986'.
Selain itu, Jamal Khashoggi juga disebut sebagai simpatisan Ikhwanul Muslimin atau Muslim Brotherhood --kelompok di balik gerakan Arab Spring di Mesir pada 2011 dan dilabel sebagai organisasi teroris oleh AS dan Arab Saudi. Simpati itu datang atas pandangan Khashoggi yang melihat bahwa Ikhwanul Muslimin "cenderung menerapkan politik Islam yang demokratis dan modern, ketimbang yang diterapkan oleh monarki Arab Saudi."
"Tapi, bagi kepemimpinan Saudi saat ini, Ikhwanul Muslimin merupakan salah satu musuh monarki," kata Difraoui
Mengapa Khashoggi Dibunuh
Kepada Die Welt, Asiem El Difraoui juga mengatakan bahwa Khashoggi dibunuh bukan semata-mata karena aktivitas jurnalismenya --memanfaatkan hal itu, Khashoggi intens mengkritik pemerintahan Arab Saudi di bawah Raja Salman dan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman.
"Saya akan sangat terkejut jika ia dibunuh hanya karena aktivitas jurnalismenya," kata Diafroui kepada Die Welt.
"Saudi sendiri memiliki setengah dari media Arab internasional. Mereka umumnya membangun perisai media yang sangat efektif. Sebagai seorang jurnalis dan aktivis, Khashoggi mungkin sangat menjengkelkan, tetapi tidak ada ancaman nyata."
"Tetapi, Khashoggi tahu banyak hal. Dia bukan hanya pejabat media biasa. Dia adalah salah satu penasihat utama intelijen Saudi dan dikatakan bekerja untuk organisasi itu untuk sementara waktu."
"Khashoggi sangat akrab dengan isu-isu sensitif kerajaan. Dan dia adalah anggota super-elite. Dia mungkin sudah tahu terlalu banyak," kata Diafroui.
Diafroui kemudian menjelaskan hal-hal soal Arab Saudi yang diketahui oleh Jamal Khashoggi dan oleh karenanya, membuat ia menjadi sosok yang 'berbahaya' bagi Saudi. "Seperti keterkaitan Saudi dengan kelompok ekstremisme di masa lampau (Saudi dulu sempat mendukung Ikhwanul Muslimin dan dekat dengan keluarga Bin Laden), konflik internal dan aib di keluarga kerajaan," ujarnya.
Â
Simak video pilihan berikut:
Menlu Arab Saudi: Putra Mahkota Tak Terkait
Pada kesempatan yang terpisah, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir mengatakan bahwa pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi adalah sebuah "kesalahan besar" dan bagian dari operasi yang sangat tidak bertanggung jawab.
"Orang-orang yang melakukan ini melakukan ini di luar lingkup otoritas mereka," katanya kepada jurnalis Fox News, Bret Baier pada hari Minggu 21 Oktober 2018, seperti dikutip dari CNN, Senin (22/10/2018).
"Jelas ada kesalahan besar yang dibuat, dan apa yang menambah kesalahan itu adalah upaya untuk mencoba menutupi. Itu tidak bisa diterima di pemerintahan mana pun."
Al-Jubeir mengatakan bahwa Arab Saudi mengambil tindakan untuk menyelidiki bagaimana Khashoggi meninggal dan meminta pertanggungjawaban terhadap mereka yang terlibat.
"Kami bertekad untuk mengungkap setiap pelaku. Kami bertekad untuk mengetahui semua fakta dan kami bertekad untuk menghukum mereka yang bertanggungjawab atas pembunuhan ini," kata al-Jubeir.
Dalam kesempatan yang sama, al-Jubeir juga mengatakan bahwa petinggi Saudi tidak mengetahui 'operasi kriminal' tersebut.
"Bahkan kepemimpinan senior yang memimpin dinas intelijen tidak menyadari hal ini," kata al-Jubeir.
Ia juga mengatakan bahwa Putra Mahkota Mohammed bin Salman tidak terkait erat dengan orang-orang yang terlibat dalam operasi itu.
Al-Jubeir juga menambahkan bahwa Arab Saudi tidak tahu apa yang terjadi pada tubuh Khashoggi dan belum mendengar rekaman audio apa pun --sebagaimana diklaim ada oleh Turki-- dari dalam konsulat.
Ketika Bret Baier menanyakan soal kapan kasus Jamal Khashoggi akan rampung, al-Jubeir mengatakan, "Hal-hal seperti itu membutuhkan waktu."
Advertisement