Menlu Inggris ke Arab Saudi, Bahas Perang Yaman dan Jamal Khashoggi

Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt mengunjungi Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) pada hari Senin 12 November 2018.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 12 Nov 2018, 18:00 WIB
Diterbitkan 12 Nov 2018, 18:00 WIB
Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt (AP/Markus Schreiber)
Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt (AP/Markus Schreiber)

Liputan6.com, Riyadh - Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt mengunjungi Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) pada hari Senin 12 November 2018. Dalam kunjungannya, Hunt membahas soal kasus pembunuhan Jamal Khashoggi dan prospek penghentian perang Yaman.

Kepada Saudi, Hunt meminta para pemimpin Negeri Petrodollar agar bekerja sama --dengan Turki dan komunitas internasional-- dalam proses penyelidikan atas pembunuhan Khashoggi.

Hunt, menteri Inggris pertama yang mengunjungi Arab Saudi sejak pembunuhan Khashoggi sebulan lalu, juga akan meminta pihak berwenang Saudi untuk berbuat lebih banyak untuk mewujudkan keadilan pada keluarga korban.

"Komunitas internasional tetap bersatu dalam kekhawatiran dan kemarahan atas pembunuhan brutal Jamal Khashoggi sebulan lalu. Jelas tidak dapat diterima bahwa apa di balik pembunuhannya masih belum jelas," kata Hunt, seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin (12/11/2018).

"Kami mendorong pihak berwenang Saudi untuk bekerja sama sepenuhnya dengan penyelidikan Turki untuk menguak misteri kematiannya, sehingga kami memberikan keadilan bagi keluarganya dan juga dunia yang terus memantaunya."

Kunjungan Hunt ke Saudi dan UEA juga terjadi ketika Riyadh dan sekutunya tengah dikritik oleh komunitas internasional karena serangan udara mereka di Yaman telah menyebabkan kematian warga sipil --termasuk di Hodeidah, Yaman, salah satu wilayah yang mana telah terjadi peningkatan intensitas konflik.

"Kerugian korban manusia dalam perang di Yaman tidak terhitung, menimbulkan jutaan pengungsi, kelaparan dan penyakit, serta bertahun-tahun pertumpahan darah. Satu-satunya solusi sekarang adalah keputusan politik untuk menyisihkan senjata dan mengejar perdamaian," kata Hunt dalam sebuah pernyataan.

Sebelum kunjungannya ke Timur Tengah, Inggris juga telah mendorong tindakan baru di Dewan Keamanan PBB untuk mencoba mengakhiri permusuhan di Yaman dan menemukan solusi politik untuk perang di sana.

"Jadi hari ini saya pergi ke Teluk (kawasan Teluk Arab) untuk menuntut agar semua pihak berkomitmen untuk proses tersebut," tambah Hunt.

Kemlu Inggris mengatakan, Hunt dijadwalkan bertemu Raja Salman dari Arab Saudi, Pangeran MBS, Putra Mahkota Abu Dhabi Pangeran Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir.

Hunt juga dijadwalkan bertemu dengan Wakil Presiden Yaman Ali Mohsen dan Menteri Luar Negeri Yaman Khaled al-Yamani.

 

Simak video pilihan berikut:

Utusan PBB Menyambut Baik Ajakan Berakhirnya Konflik Yaman

Milisi pro-pemerintah Yaman yang didukung Koalisi Arab Saudi dalam sebuah operasi untuk memasuki Kota Hodeidah (AFP PHOTO)
Milisi pro-pemerintah Yaman yang didukung Koalisi Arab Saudi dalam sebuah operasi untuk memasuki Kota Hodeidah (AFP PHOTO)

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendukung seruan untuk memulai kembali proses politik dan mengakhiri pertempuran di Yaman.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mendorong sebuah gencatan senjata dalam perang proksi Saudi-Iran di negara termiskin di dunia Arab itu, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Jumat (2/11/2018).

Farhan Haq, wakil juru bicara Sekjen PBB, mengatakan Utusan Khusus PBB untuk Yaman, Martin Griffiths mendesak "semua pihak yang terkait untuk memanfaatkan kesempatan ini" guna mengakhiri permusuhan.

Haq menggambarkan situasi itu sebagai "krisis politik, keamanan dan kemanusiaan." Diperkirakan 10.000 orang telah tewas sejak perang di Yaman dimulai tahun 2015.

Sementara itu, pemerintah Amerika Serikat pada Selasa 30 Oktober 2018, telah memberikan rincian rencana perdamaian yang ditengahi PBB yang ditujukan untuk mengakhiri perang di Yaman.

Sebagai langkah awal, rencana itu akan dimulai dengan ikrar gencatan senjata selama 30 hari, dan dalam kurun waktu tersebut, diselenggarakan dialog damai di Swedia antara pihak yang berkonflik dalam perang Yaman: koalisi Arab Saudi-Uni Emirat dan pemerintahan Yaman yang didukungnya, dengan, kelompok Houthi.

Menteri Pertahanan AS James Mattis menambahkan bahwa Arab Saudi dan sekutu-sekutunya siap untuk sebuah kesepakatan gencatan senjata serta perdamaian. Ia menambahkan bahwa pembicaraan antara Koalisi pimpinan Saudi dan pemberontak Houthi sedang diatur oleh utusan khusus PBB untuk Yaman, Martin Griffiths, demikian seperti dikutip dari The Guardian.

"Tiga puluh hari dari sekarang, kami ingin melihat semua orang berada di meja perdamaian, melakukan gencatan senjata, melakukan penarikan kembali pasukan dari perbatasan," kata Mattis.

"Itu akan memungkinkan utusan khusus PBB, Martin Griffiths, yang sangat baik, yang tahu apa yang dia lakukan, untuk mengumpulkan mereka di Swedia. Itulah satu-satunya cara kita akan menyelesaikan ini."

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo, mengeluarkan pernyataan sekitar tiga jam kemudian, mengusulkan syarat-syarat spesifik untuk gencatan senjata.

"Saatnya adalah untuk penghentian permusuhan, termasuk serangan misil dan drone dari daerah yang dikuasai Houthi ke Kerajaan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Selanjutnya, serangan udara koalisi harus berhenti di semua daerah berpenduduk di Yaman," kata Pompeo.

"Konsultasi substantif di bawah utusan khusus PBB harus dimulai November ini di negara netral, untuk menerapkan langkah-langkah membangun kepercayaan guna mengatasi isu-isu mendasar dari konflik, demiliterisasi perbatasan, dan memperketat pengaturan penggunaan semua senjata besar di bawah pengawasan internasional," tambah Pompeo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya