Kata Dubes Saudi Soal Isu Muslim Palestina Dilarang Pergi Haji dan Umrah

Dubes Arab Saudi untuk RI buka suara soal isu Saudi yang melarang muslim Palestina untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 13 Nov 2018, 18:01 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2018, 18:01 WIB
Ilustrasi Bendera Arab Saudi (iStockphoto via Google Images)
Ilustrasi Bendera Arab Saudi (iStockphoto via Google Images)

Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Osama bin Mohammed Abdullah Al Shuaibi buka suara soal isu Saudi yang melarang muslim Palestina untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah.

Pekan lalu, outlet surat kabar Israel Haaretz dan watchdog media Timur Tengah berbasis di London Middle East Eye, memberitakan kabar soal "visa ratusan ribu hingga jutaan warga Palestina di wilayah pendudukan Israel ditolak Saudi, sehingga mereka tidak bisa masuk ke wilayah Negeri Petrodollar dan melaksanakan ibadah haji dan umrah."

Laporan kedua situs itupun dikutip oleh sejumlah media asing.

Merespons, Dubes Shuaibi mengatakan, "Berita itu tidaklah benar, sesat, dan merupakan sebuah rumor internasional dan tidak ada keabsahannya, karena diambil dari sumber yang tidak benar juga," ujarnya dalam bahasa Arab yang diterjemahkan penerjemah, kepada sejumlah wartawan di Jakarta, Selasa (13/11/2018).

Ia juga mengatakan, "Informasi itu tidak bisa dipercaya, karena bersumber dari sumber Israel dan Inggris."

Shuaibi menjelaskan, "Tidaklah logis jika kuota ibadah haji bagi Palestina mencapai 1 juta orang, sebagaimana diberitakan oleh media-media tersebut."

"Kita ketahui, jumlah penduduk Palestina yaitu sekitar 7 juta, kemudian kalau kita presentasekan dengan kuota negara OKI, Palestina menerima 7.000 jemaah haji atau 1/1.000 dari total populasi."

"7.000 jemaah haji itupun dibiayai langsung oleh pribadi Raja Salman."

Kendati demikian, Dubes Shuaibi tidak menjelaskan apakah nasib serupa turut berlaku bagi jutaan orang Palestina yang hidup di wilayah pendudukan Israel atau kantung-kantung pengungsi, semisal di Yordania, Lebanon, dan Jalur Gaza. Badan PBB untuk Urusan Pengungsi Palestina (UNRWA) menyebut, ada sekitar 5 juta orang Palestina yang tinggal di kamp-kamp pengungsi di bawah pengelolaan lembaga tersebut.

Di sisi lain, ketika Liputan6.com menghubungi pihak Kedutaan Palestina di Indonesia untuk isu serupa, lembaga yang bersangkutan belum bisa memberikan keterangan.

 

Simak video pilihan berikut:

 

Kabar yang Beredar

Melihat Lebih Dekat Bangunan Kakbah
Umat muslim melaksanakan salat berjemaah menghadap bangunan Kakbah di Masjidil Haram, Mekah, Arab Saudi, Jumat (17/8). (AP Photo/ Dar Yasin)

Sekitar ratusan ribu hingga satu juta muslim Palestina yang di wilayah pendudukan Israel dilarang memasuki Arab Saudi, dan dengan demikian, tidak dapat melakukan ibadah, baik haji atau umrah, ke Makkah dan Madinah. Pelarangan ini dilakukan usai Saudi mengubah aturan terkait keimigrasiannya.

Sebagai latar belakang, Israel dan Arab Saudi tidak memiliki hubungan diplomatik, oleh karenanya, warga Israel dilarang memasuki Saudi. Namun, muslim di Israel yang kebanyakan keturunan Palestina dan tinggal di wilayah pendudukan, diizinkan masuk hanya untuk ibadah.

Perizinan itu bermula pada 1978. Sesuai dengan keputusan Raja Hussein dari Yordania, warga muslim di Israel yang ingin melakukan ziarah ke Makkah dapat pergi lebih dulu ke Yordania, di mana mereka mengeluarkan paspor sementara Yordania yang memungkinkan mereka masuk dan meninggalkan Arab Saudi.

Tapi kini, Arab Saudi dikabarkan telah mengubah aturannya. Anggota komite haji dan umrah untuk pemeluk Islam di Israel, baru-baru ini, mengetahui bahwa muslim Palestina di wilayah pendudukan Israel dilarang memasuki Arab Saudi bahkan dengan paspor sementara dari Yordania, demikian seperti dikutip dari situs surat kabar Israel Haaretz.

Keputusan Saudi juga mempengaruhi puluhan ribu orang muslim Palestina di Yordania, Lebanon, Yerusalem Timur, Tepi Barat, dan Jalur Gaza, demikian seperti dikutip dari surat kabar Haaretz.

Pengetahuan itu diperoleh komite haji dan umrah untuk muslim di Israel ketika lembaga tersebut hendak mengatur perizinan umrah yang direncanakan pada Desember 2018.

Ketua komite, Salim Shalata, mengatakan kepada Haaretz bahwa dalam kontak dengan Kementerian Urusan Wakaf Islam Yordania dan Tempat-Tempat Suci, ia mengetahui bahwa pihak berwenang Saudi tidak akan lagi mengizinkan warga muslim di wilayah pendudukan Israel yang masuk menggunakan ke Saudi menggunakan paspor sementara.

Siapa pun yang ingin memasuki Arab Saudi harus memiliki paspor reguler, perubahan yang secara efektif menghalangi warga muslim di wilayah pendudukan Israel untuk berziarah.

Shalata mengatakan, selama 40 tahun pengaturan itu ada, pelaksanaannya berjalan tanpa hambatan, dan bahwa ada ribuan peziarah muslim di wilayah pendudukan Israel yang melakukan perjalanan setiap tahun.

"Kami tidak memiliki penjelasan atas apa yang terjadi, jadi kami naik banding ke setiap jalan bantuan yang mungkin, tetapi kami sangat menyesal bahwa ziarah yang seharusnya berlangsung pada bulan Desember, di mana ribuan orang telah mendaftar, tidak akan terlaksana," kata Shalata.

Kementerian Urusan Wakaf Islam Yordania dan Tempat-Tempat Suci mengatakan bahwa pihaknya telah menangani masalah tersebut dengan mitra Arab Saudi tetapi belum ada solusi yang berhasil disepakati.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya