Liputan6.com, Jakarta - Total 10 perempuan berhasil terpilih menjadi anggota parlemen Bahrain, setelah negara monarki konstitusional di Timur Tengah itu melaksanakan pemilu legislatif nasional pada pada 20 November 2018 hingga 1 Desember 2018 lalu.
Jumlah itu adalah sebuah rekor, kata Diplomat Senior Bahrain, yang mengatakan bahwa 10 perempuan di parlemen adalah total tertinggi sejak negara monarki tersebut melaksanakan pemilu untuk pertama kali pada 2002. Itu juga menunjukkan peningkatan angka dua kali lipat dari sebelumnya.
Advertisement
Baca Juga
"Ini hasil yang membanggakan, menunjukkan bahwa Bahrain adalah salah satu negara dengan demokrasi yang berkembang," kata Duta Besar Bahrain untuk RI, Mohamed Ghassan Shaikho di Jakarta, Kamis (6/12/2018).
"Para perempuan itu terpilih murni karena kapasitas dan kapabilitasnya. Mereka mengungguli ratusan kandidat yang bersaing untuk memperebutkan kursi parlemen," kata Shaikho.
"Saya harap, keterlibatan mereka di parlemen mampu membawa kebaikan bagi masyarakat dan negara."
Pemilu nasional Bahrain 2018 digelar untuk memilih anggota National Assembly (Parlemen Nasional). Dengan sistem bikameral, National Assembly Bahrain terdiri dari Council of Representatives dan Municipal Councils.
Dari total 10 legislator perempuan yang terpilih pada pemilu 2018, enam di antaranya duduk di Council of Representatives, sementara empat sisanya di Municipal Council.
Hasil itu dikatakan bersejarah karena, pemilu nasional pertama Bahrain pada 2002 tidak melihat perempuan terpilih di parlemen, meskipun 31 kaum hawa menjadi kandidat. Pemilihan berikutnya pada tahun 2006, hanya melihat seorang perempuan terpilih, Lateefa al-Gaood. Ia mempertahankan kursinya pada tahun 2010 dan tetap menjadi legislator perempuan tunggal.
Sedangkan pada pemilu 2014, tiga wanita terpilih menjadi anggota parlemen.
Bahrain tidak memiliki sistem kuota untuk perwakilan perempuan di parlemen, dengan banyak orang Bahrain melihat skema seperti itu sebagai penerapan ideal atas konstitusi negara, yang menyatakan persamaan hak untuk semua warganya.
Berbicara kepada televisi pemerintah Bahrain, Ahlam Janahi dari Bahrain's Businesswomen's Society mengatakan pemilihan terbaru akan diingat sebagai salah satu rekor tersignifikan dalam sejarah negara.
"Akhirnya, para wanita Bahrain telah membuktikan diri bahwa mereka mampu mewakili diri mereka sendiri dalam semua segi kehidupan dan membuktikan bahwa sebagai sebuah negara, kita tidak memerlukan sistem kuota untuk menjamin keterwakilan perempuan," kata Janahi, seperti dilansir Al Jazeera pada 3 Desember 2018.
Sementara itu, Dubes Shaikho mengatakan, "hasil tersebut merefleksikan keberhasilan Raja Hamad bin Isa al-Khalifa dalam mengupayakan keberlangsungan demokrasi, hak asasi manusia dan kesetaraan gender di Bahrain."
Shaikho juga menggarisbawahi torehan positif lain pada pemilu Bahrain 2018, yakni bahwa partisipasi pemilih mencapai 67 persen, menjadi salah satu yang tertinggi dan mengalami peningkatan dari pemilu 2014 yang hanya mencapai 53 persen, mengutip keterangan tertulis resmi dari Kedutaaan Bahrain di Jakarta.
Kementerian Luar Negeri Inggris (FCO), dalam laporannya pada 2016 berjudul "Human Rights & Democracy" menyebut, "Jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan yang sama, Bahrain tetap progresif di hak-hak perempuan, perwakilan politik, hak buruh, toleransi agama dan akuntabilitas institusional. Perempuan di Bahrain juga hadir di semua tingkatan dalam bisnis dan pemerintah, termasuk menteri, peradilan dan duta besar."
Simak video pilihan berikut: