Liputan6.com, Washington DC - Lapisan es raksasa Greenland disebutkan mengandung cukup air untuk meningkatkan permukaan laut global hingga 23 kaki (setara 7 meter), jika risiko mencairnya terus membesar beberapa tahun ke depan.
Hal itu diungkapkan dalam hasil penelitian yang dimuat di jurnal Nature, di mana disebutkan risiko pencairan es raksasa itu disebut belum pernah terjadi sebelumnya, selama berabad-abad, dan mungkin ribuan tahun.
Dikutip dari CNN pada Jumat (7/12/2018), studi tersebut menemukan bahwa mencairnya es Greenland meningkat pesat dalam dua dekade terakhir, setelah sebelumnya relatif stabil sejak Revolusi Industri pada pertengahan 1800-an.
Advertisement
Saat ini, lapisan es Greenland diketahui mencair pada tingkat 50 persen lebih tinggi dibandingkan era pra-industri, yang menyebabkan 33 persen kenaikan permukaan laut di sepanjang Abad ke-20.
Baca Juga
"Apa yang kami dapat tunjukkan adalah bahwa mencairnya es Greenland saat ini benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya, dan di luar grafik dalam konteks jangka panjang," kata Sarah Das, seorang ilmuwan rekanan di Woods Hole Oceanographic Institution, yang juga menjadi rekan penulis pada studi terkait.
Untuk menentukan seberapa cepat es Greenland mencair dibandingkan dengan masa lalu, para ilmuwan menggunakan bor sebesar tiang lampu lalu lintas untuk mengambil sampel inti es.
Sampel diambil dari situs lebih dari 6.000 meter di atas permukaan laut, memberikan para peneliti sinyal tentang pencairan di atas lapisan es selama beberapa abad terakhir.
Disebutkan pula, bahwa melelehnya lapisan es Greenland adalah penggerak tunggal terbesar dari kenaikan permukaan air laut global, yang menurut para ilmuwan, dapat membanjiri kota-kota pesisir dalam beberapa dekade mendatang.
Delapan dari 10 kota terbesar di dunia berada di dekat pantai, dan 40 hingga 50 persen dari total populasi global hidup di daerah pesisir yang rentan terhadap naiknya permukaan air laut.
Studi ini juga menemukan bahwa hilangnya es Greenland, terutama didorong oleh udara musim panas yang lebih hangat dan kenaikan suhu, dapat memicu peningkatan eksponensial dalam laju lelehan permukaan beku.
Simak video pilihan berikut:
2018 Tahun Terpanas dalam Sejarah
Sementara itu, emisi karbon dioksida (CO2) yang memicu pemanasan global dikabarkan telah meningkat secara substansial, dan diperkirakan akan mencapai rekor tertinggi dalam sejarah pada tahun ini, kata para ilmuwan lingkungan dalam sebuah laporan baru.
Setelah tiga tahun hampir tidak ada pertumbuhan, emisi karbon dari bahan bakar fosil dan industri diperkirakan akan meningkat sebesar 2,7 persen pada 2018, menurut laporan tahunan oleh Global Carbon Project, sebuah kolaborasi ilmiah internasional dari akademisi, pemerintah dan industri yang melacak emisi gas-gas rumah kaca.
Laporan yang dirilis pada Rabu 5 Desember itu, merupakan salah salah satu putusan dari hasil perundingan oleh hampir 200 perwakilan negara pada konferensi perubahan iklim, yang diselenggarkan oleh PBB di Polandia, untuk membahas implementasi Perjanjian Paris.
Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengatakan pada pekan lalu, bahwa 2018 adalah catatan rekor tahun terpanas dalam sejarah, sekaligus menunjukkan peningkatan suhu yang signifikan dalam 22 tahun terakhir.
Laporan tersebut juga menyebut dunia telah menghasilkan 37,1 miliar metrik ton emisi karbon dioksida per tahun, naik dari 36,2 miliar metrik ton pada 2017.
China menghasilkan 27 persen dari emisi global tahun lalu, diikuti oleh Amerika Serikat sebanyak 15 persen, Uni Eropa 10 persen, dan India tujuh persen.
Advertisement