Liputan6.com, Pyongyang - Organisasi Pangan Dunia (FAO) mengatakan bahwa produksi bahan makanan di Korea Utara jatuh secara drastis pada 2018, akibat akses distribusi yang terblokir oleh sanksi nuklir.
Beras dan jagung adalah bahan pokok utama Korea Utara, tetapi produksi beras diperkirakan akan berada di bawah rata-rata karena hujan tidak menentu dan pasokan irigasi yang rendah, FAO mengatakan dalam laporan triwulannya yang bertajuk Crop Prospects and Food Situation.
Dikutip dari The Straits Times pada Kamis (13/12/2018), kondisi cuaca yang tidak mendukung, seperti gelombang panas dan hujan yang datang terlambat, juga mengurangi hasil panen jagung.
Advertisement
Baca Juga
Sebagai akibatnya, Korea Utara perlu mengimpor 641.000 ton pangan pada tahun depan, naik dari 456.000 ton yang masuk tahun ini, di mana terdiri dari pembelian 390.000 ton pangan, dan menerima 66.000 ton bantuan makanan via perbatasan China.
Dokumen itu juga menyampaikan informasi tentang masih sulitnya akses pangan bagi masyarakat di luar Pyongyang.
"Ketidakamanan pangan terus menjadi perhatian utama, dengan kondisi yang diperparah oleh output musim panen utama 2018, berada di bawah rata-rata," katanya.
FAO juga menyebut bahwa kualitas pertanian telah memburuk secara kronis dalam beberapa tahun terakhir, di mana Korea Utara hanya memiliki persediaan lahan garapan yang terbatas.
Simak video pilihan berikut:
Dilanda Kelaparan Secara Berkala
Korea Utara secara berkala dilanda kelaparan, dengan ratusan ribu hingga jutaan orang diperkirakan meninggal pada masa paceklik terparah, pertengahan 1990-an.
Negara ini merupakan salah satu dari daftar 40 besar zona rawan kelaparan di dunia, di mana 31 di antaranya berasal dari benua Afrika.
Seluruh negara tersebut, menurut FAO, sangat membutuhkan bantuan pangan dari pihak luar. Namun, beberapa kendala politik, seperti sanksi misalnya, mmebuat angka kelaparan sulit untu dikurangi.
Badan-badan PBB memperkirakan bahwa 10,3 juta orang di Korea Utara membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Tetapi pendanaan donor semakin berkurang, menyusul ketegangan politik atas program senjata nuklir, yang membuatnya masih digelayuti oleh beberapa sanksi internasional.
Kritikus mengatakan bahwa para pendonor telah mengeluhkan ambisi militer Korea Utara yang "terlalu tinggi", di mana membuat kesejahteraan pangan rakyat terabaikan.
Namun, menurut Kepala FAO, David Beasley, mengatakan pada Mei lalu, bahwa dampak kelaparan saat ini di Korea Utara, tidak separah yang terjadi pada 1990-an.
Advertisement