Liputan6.com, Jakarta - Nasib etnis muslim Uighhur di Provinsi Xinjiang, kembali menjadi sorotan dunia dalam beberapa waktu terakhir. Perhatian meluas, utamanya pasca-laporan jurnalisme investigatif yang dilakukan kantor berita Associated Press (AP).
Laporan AP menyebut soal kamp-kamp penahanan yang didirikan pemerintah China untuk warga muslim Uighur. Di sisi lain, Beijing mengatakan, fasilitas tersebut adalah lembaga pelatihan vokasi atau kejuruan.
Sejumlah politisi ikut bersuara pada isu terkait. Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari meminta pemerintah RI mendesak pemerintah China mengizinkan tim pencari fakta independen, untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM berat dan kejahatan kemanusiaan di Xinjiang.
Advertisement
Baca Juga
Tidak tinggal diam, perwakilan pemerintah China di Indonesia, melalui juru bicara kedutaan besar negara itu di Jakarta, memberikan klarifikasi via pernyataan tertulis tentang isu penangkapan muslim Uighur di Xinjiang.
Dalam salinan resmi yang diterima oleh Liputan6.com pada Kamis (20/12/2018), sang juru bicara membuka dengan pernyataan bahwa China adalah negara yang tersusun atas beragam kelompok etnis dan agama.
Ditegaskan bahwa konstitusi yang berlaku di China, menjamin seluruh warganya menikmati kebebasan dalam menjalankan keyakinannya masing-masing, termasuk bagi warga muslim Uighur.
Salinan tersebut juga menyebut bahwa komunitas muslim mendapat tempat yang layak di Xinjiang, di mana populasinya kini mencapai lebih dari 14 juta orang. Beijing juga menyebut provinsi di China barat daya itu memiliki sekitar 24.000 masjid, hampir 29.000 ulama, dan dua institusi pendidikan muslim terkemuka.
Selain itu, pemerintah Xinjiang juga disebut selalu mengupayakan sewa pesawat untuk melayani kebutuhan ibadah haji bagi umat muslim setempat. Mereka juga menegaskan bahwa kebijakan itu disertai dengan penyediaan layanan medis dan penerjemah bagi jamaah selama di tanah suci.
Juru bicara Kedubes China di Jakarta juga membantah telah terjadi pembakaran terhadap literatur Islam. Dikatakan bahwa pemerintah Xinjiang telah bertahap menerjemahkan buku-buku keagamaan dan Alquran ke dalam bahasa Uighur, Mandarin, Kazak, dan Kirgiz.
Simak video tentang pengelanan kamp pelatihan muslim Uighur berikut:
Bagian dari Upaya Deradikalisasi
Sementara itu, terkait isu kamp tahanan muslim Uighur, juru bicara Kedubes China di Jakarta kembali menegaskan bahwa media asing telah salah mengartikan program nasional tersebut.
Menurutnya, China tidak membangun kamp tahanan, melainkan lembaga vokasi bagi warga yang terlibat upaya separatisme di Provinsi Xinjiang.
Dalam satu dekade terakhir, dilaporkan telah terjadi ribuan aksi kekerasan oleh oknum teroris dan ekstremis, termasuk kerusuhan pada 5 Juli 2009 di Urumqi, ibu kota provinsi Xinjiang. Sebanyak 197 orang tewas, dan lebih dari 1.700 lainnya terluka.
Salinan tersebut menyetujui anggapan internasional bahwa terorisme dan ekstremisme adalah hal yang membahayakan bagi peradaban mannusia.
Melihat berbagai upaya perdamaian di seluruh dunia, Beijing membuat serangkaian program deradikalisasi, dengan memberikan pemahaman meluas tentang wawasan nasonal China, termasuk tentang hukum dan prinsip kesetaraan HAM.
Selain itu, pemerintah China juga menghadirkan kelas-kelas pelatihan keterampilan kerja, yang disertai dengan edukasi tentang anti-radikalisme. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan mereka dari kontaminasi paham-paham kekerasan, dan mengalihkannya ke kegiatan yang dapat menyongsong masa depan lebih baik.
Berbagai kelas keterampilan yang dihadirkan pada kamp vokasi tersebuta, di antaranya adalah tata busana, pembuatan sepatu, pengolahan pangan, kelistrikan, tata rias, percetakan, dan lain-lain.
Dijelaskan pula bahwa peserta kamp vokasi dipersilakan untuk memilih maksimal dua kelas pelatihan, di mana selama program berlangsung, mereka akan dibayar untuk setiap kehadiran di kelas dan juga bonus dari penjualan produk-produk yang dihasilkannya.
Advertisement