Liputan6.com, Hodeidah - Kelompok pemberontak Houthi dan pasukan pemerintahan Presiden Yaman Abdrabbuh Mansur Hadi, pada Sabtu 29 Desember 2018, dilaporkan telah memulai gencatan senjata total serta mundur teratur dari kota pelabuhan utama Hodeidah di tepi Laut Merah, kata pejabat PBB.
Peristiwa itu dilakukan di bawah pengawasan tim PBB, sebagai bagian dari perjanjian yang dicapai dalam perundingan damai antara Houthi-Yaman di Rimbo, Swedia pertengahan Desember lalu.
Dalam perundingan itu, Houthi dan pemerintahan Hadi setuju untuk menerapkan gencatan senjata di kota Hodeidah dan menarik pasukan mereka masing-masing. Gencatan senjata mulai berlaku pada 18 Desember, namun, pelaksanaan awal belum efektif dan memicu PBB turun tangan mengawasi langsung di lokasi.
Advertisement
Kelompok Houthi memulai "tahap pertama pemindahan dari pelabuhan Hodeidah", kata seorang pejabat pemberontak kepada kantor berita Saba yang dikelola Houthi.
Baca Juga
Gubernur Hodeidah, Mohammed Ayash Qaheem (Houthi), mengatakan bahwa pasukan kelompoknya telah mengundurkan diri dari pelabuhan sebagaimana ditentukan dalam perjanjian damai.
Houthi kemudian menyerahkan kendali Hodeidah dan pelabuhan kepada otoritas lokal penjaga pantai Yaman yang bertugas mengelola dan melindungi wilayah itu sebelum perang saudara meletus.
Satu sumber PBB mengafirmasi, dengan mengatakan bahwa pasukan Houthi, yang mengendalikan kota Hodeidah dan pelabuhan strategisnya, telah mulai melepas kendali dalam semalam sejak Sabtu 29 Desember, demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Minggu (30/12/2018).
Tidak jelas apakah pasukan pro-Hadi, yang menguasai beberapa bagian selatan kota Hodeidah, juga telah melakukan hal yang sama. Namun, sesuai perundingan di Swedia, kombatan pro-Hadi juga diharapkan mundur teratur dari kota itu.
Perjanjian gencatan senjata di Hodeidah yang dipersengketakan merupakan terobosan signifikan pertama dalam upaya perdamaian perang Yaman, yang telah berkecamuk selama lima tahun terakhir.
Itu adalah bagian dari langkah-langkah membangun kepercayaan yang bertujuan untuk membuka jalan bagi gencatan senjata secara nasional dan kerangka kerja untuk negosiasi politik antara Houthi dan pemerintahan Presiden Hadi.
Perang antara pemberontak Houthi dan pasukan yang setia kepada Presiden Mansour Hadi meningkat pada Maret 2015, ketika ia melarikan diri ke pengasingan di Arab Saudi dan koalisi pimpinan-Saudi turun tangan.
Sejak itu, perang telah menewaskan sekitar 10.000 orang, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), meskipun kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan jumlah korban jiwa sebenarnya bisa lima kali lebih tinggi.
Lebih dari 22 juta orang --tiga perempat populasi-- sekarang bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup.
PBB berharap, kota pelabuhan Hodeidah yang tak lagi memanas menyusul gencatan senjata, mampu memberikan kesempatan bagi suplai bantuan kemanusiaan internasional untuk masuk ke Yaman guna menolong warga sipil yang terdampak perang, dengan hampir jutaan di antaranya menderita kelaparan, malnutrisi, dan wabah kolera.
Simak video pilihan berikut:
Diawasi Tim Pemantau PBB
Pekan ini, sebuah tim pimpinan PBB yang bertugas memantau gencatan senjata dalam perang Yaman, bertemu di kota zona panas di Hodeidah yang diperebutkan, pada Rabu 26 Desember 2018.
Tim pemantau datang setelah bentrokan sporadis terjadi di Hodeidah, menggarisbawahi kerapuhan gencatan senjata yang dimulai antara pihak yang berkonflik sejak pekan lalu.
Purnawirawan Jenderal Belanda Patrick Cammaert memimpin komite bersama, yang mencakup pejabat pemerintah dan pemberontak Houthi, dan memimpin pertemuan tatap muka pertamanya pada hari Rabu 26 Desember, demikian seperti dikutip dari Voice of America, Kamis (27/12/2018).
Komite berkumpul untuk pembicaraan tentang implementasi gencatan senjata dan penarikan pasukan yang direncanakan, jelas sumber dari Yaman yang memahami jalannya diskusi tersebut.
Pekan ini, Dewan Keamanan PBB juga dengan suara bulat menyetujui resolusi yang mengesahkan penyebaran pengamat PBB untuk mengawasi gencatan senjata.
Tim pemantau PBB bertujuan untuk mengamankan fungsi pelabuhan Hodeidah dan mengawasi penarikan pasukan bersenjata dari kota tersebut.
Teks yang disetujui oleh Dewan Keamanan "menegaskan tentang penghormatan penuh oleh semua pihak dari gencatan senjata yang disepakati" untuk Hodeidah.
Ini memberi wewenang kepada PBB untuk "membentuk dan menyebarkan dalam periode awal 30 hari sejak penerapan resolusi ini, sebuah tim pendahulu untuk mulai memantau" gencatan senjata, di bawah kepemimpinan Cammaert.
Advertisement