Liputan6.com, Seoul - Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mendesak Korea Utara untuk mengambil langkah-langkah perlucutan senjata nuklir yang lebih tegas, sehingga Amerika Serikat (AS) kemudian akan memberi imbalan sepantasnya.
Moon juga menyiratkan keinginan agar sanksi-sanksi yang diberlakukan terhadap Korea Utara dicabut, sehingga Seoul bisa memulai kembali proyek-proyek kerjasama ekonomi dengan Pyongyang, demikian sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia pada Jumat (11/1/2019).
Pernyataan Moon pada hari Kamis itu, mengundang sejumlah tanggapan. Beberapa pengamat meyakini, pelonggaran atau pencabutan sanksi, jika diupayakan Korea Selatan sebelum AS siap melakukannya, akan memperlemah hubungan dengan Washington dan memperumit usaha-usaha untuk menyingkirkan senjata nuklir di Semenanjung Korea.
Advertisement
Baca Juga
Beberapa pengamat lain berpendapat, pernyataan presiden Korea Selatan itu hanyalah isyarat keinginan untuk berekonsiliasi dengan Korea Utara.
Pernyataan Moon itu dikeluarkan hanya beberapa hari setelah pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengatakan dalam Pidato Tahun Baru-nya, bahwa ia siap memulai kembali proyek antar-Korea yang selama ini tertunda.
Kim pada waktu itu juga mengatakan, ia siap mengambil langkah lain jika AS terus menekan dengan sanksi sepihak dan mempertahankan sanksi-sanksi PBB yang lebih luas.
Dua proyek yang saat ini sedang digarap antara Korea Selatan dan Utara adalah wisata Gunung Kumgang dan kompleks industri Kaesong.
Kedua proyek itu tertunda karena kebuntuan pembicaraan terkait program nuklir Korea Utara.
Lebih dari itu, kedua proyek tersebut dianggap sebagai salah satu sumber devisa penting bagi Korea Utara yang miskin.
Simak video pilihan berikut:
Singapura atau Vietnam
Sementara itu, Singapura atau Vietnam tengah dipertimbangkan menjadi tempat pertemuan puncak kedua antara Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, kata media Korea Selatan pada Jumat 11 Januari 2019.
"(Tempat-tempat yang harus Anda perhatikan) adalah yang disebutkan oleh media termasuk Vietnam, Singapura dan Hawaii," kata seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Korea Selatan kepada Korea Herald, yang berbicara dengan syarat anonim, seperti dikutip dari Channel News Asia.
"Tapi Hawaii dikatakan sebagai lokasi yang tidak realistis karena tidak memiliki kedutaan Korea Utara di sana," kata laporan itu mengutip pejabat lain.
Meskipun pemerintah Korea Selatan berharap desa gencatan senjata Panmunjom --terletak di Zona Demiliterisasi antara Korea Utara dan Selatan-- akan menjadi tuan rumah KTT kedua, namun itu tidak mungkin, salah satu pejabat mengatakan pada Herald Korea.
"Kami ingin mengadakan pertemuan di Panmunjom, tetapi kemungkinan ini menjadi kenyataan tampaknya tipis," salah satu pejabat mengatakan kepada The Korea Herald.
Para pemimpin Korea Utara dan Korea Selatan mengadakan pertemuan di desa gencatan senjata pada April 2018.
Sementara itu, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in pada Kamis 10 Januari mengatakan, pertemuan puncak Amerika Serikat-Korea Utara kedua akan berlangsung "segera".
Advertisement