12-1-1989: Kisah Ajaib 6 Korban Gempa Armenia Ternyata Hoaks Belaka...

Enam orang dikabarkan ditemukan dalam kondisi bernyawa setelah bertahan hidup selama 35 hari di bawah puing gempa Armenia. Ternyata hoaks belaka.

oleh Elin Yunita KristantiTeddy Tri Setio Berty diperbarui 12 Jan 2019, 06:00 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2019, 06:00 WIB
Gempa Bumi
Ilustrasi Gempa Bumi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Gempa dahsyat mengguncang Armenia pada siang bolong, Rabu 7 Desember 1988. Kala itu, anak-anak sedang sekolah, sementara orang dewasa ada di tempat kerja. Setelah guncangan reda, banyak yang terperangkap dalam puing bangunan yang terbukti berkualitas rendah dan rentan guncangan.

Lindu berdampak pada wilayah dengan radius 40 kilometer dari episentrum. Kota Spitak, Leninakan, dan Kirovakan nyaris rata dengan tanah. Tidak adanya rencana penanganan bencana yang baik dan lambannya penanganan medis mengarah ke malapetaka.

Dilaporkan sekitar 25 ribu hingga 60 ribu orang tewas, 130 ribu lainnya luka-luka, dan ribuan lainnya terpaksa menggelandang karena tak punya tempat berteduh.

Pada 12 Januari 1989, sebuah kabar gembira menyeruak di tengah musibah. Enam orang dikabarkan ditemukan dalam kondisi bernyawa setelah bertahan hidup selama 35 hari di ruang bawah tanah bangunan apartemen sembilan lantai yang kolaps.

Keenam pria konon terjebak di ruang bawah tanah gedung apartemen berlantai sembilan. Mereka selamat berkat mengonsumsi acar, buah kalengan, selai, dan apel yang ada di sana.

Salah satu korban selamat adalah Aikaz Akopyan, tukang listrik yang bekerja di gedung tersebut.

Televisi Uni Soviet menayangkan pria 50 tahun tersebut dalam kondisi lemah lunglai di atas tempat tidur rumah sakit di Yerevan, ibu kota Armenia.

"Yang kuingat, aku sedang berada di ruang bawah tanah bersama sejumlah tetangga. Kemudian, piring-piring pecah," kata Aikaz Akopyan mendeskripsikan saat-saat gempa seperti dikutip dari situs New York Times. "Aku mencoba bangkit, aku tidak ingat setelahnya."

Kabar penemuan enam korban gempa dalam kondisi selamat sangat menggembirakan, sekaligus mengejutkan. Tentu saja, itu adalah keajaiban.

Apalagi, korban selamat terakhir dalam gempa di Armenia ditemukan pada 26 Desember 1988.

Namun, belakangan, kisah ajaib itu ternyata dusta belaka.

Kebohongan terkuak ketika jurnalis koran pemerintah Soviet Izvestia dan kantor berita Tass tak bisa melacak lima korban lain, selain Aikaz Akopyan. Padahal mereka telah mengeceknya di semua rumah sakit di Leninakan hingga Yerevan.

Para jurnalis juga mengecek lokasi apartemen di mana enam korban ditemukan dalam kondisi selamat. Tak ditemukan bukti.

"Kami datang pukul 14.00 sementara para korban kabarnya ditemukan pagi hari," demikian menurut para jurnalis seperti dikutip dari Los Angeles Times.

Mereka tak menemukan saksi mata. Bahkan pejabat setempat mengaku tak tahu soal dugaan insiden itu.

"Sulit membayangkan bahwa seseorang dalam kondisi yang sedemikian parah akan mampu berbohong," demikian dikabarkan Izvestia. Media tersebut mengutip seorang dokter yang mengatakan bahwa Aikaz Akopyan jelas menderita goncangan hebat pada sistem sarafnya, meskipun ingatannya tampak jelas.

Sementara, seperti dikutip dari situs www.rferl.org, Artyom Shahbazian mengaku sebagai dalang dari kabar bohong tersebut. Ia adalah reporter kantor berita Armenpress.

Ini yang membuatnya berbohong: dua pekan setelah gempa, insiden tak kalah mengejutkan terjadi. Kala itu, Pesawat Pan Am Penerbangan 103 meledak di langit Lockerbie, Skotlandia.

Sebanyak 259 orang di dalam pesawat tewas. Musibah itu juga merenggut 11 orang yang ada di darat. Serangan teroris brutal itu merebut sorotan global dari Armenia. Komunitas internasional kemudian lupa tentang penderitaan para korban gempa. Mereka beralih fokus.

Saat itulah Artyom Shahbazian memutuskan untuk mengarang cerita yang luar biasa untuk memfokuskan kembali perhatian global pada tragedi mengerikan yang dialami Soviet.

Shahbazian -- yang beremigrasi ke Israel setelah bubarnya Uni Soviet dan akhirnya meninggal di Kanada pada 2005 -- yakin bahwa para korban membutuhkan bantuannya.

"Negara-negara Barat sudah mulai melupakan (kejadian gempa itu)," kata Lyova Azroyan, seorang reporter Armenpress kepada RFE/RL. "Itu sebabnya ia yang menciptakan cerita itu."

Tragedi Mina

Seorang jemaah melihat foto korban tragedi Mina pada 2006
Seorang jemaah melihat foto korban tragedi Mina pada 2006 (AFP)

Tak hanya terungkapnya hoaks dalam musibah gempa Armenia, sejumlah peristiwa bersejarah juga terjadi pada tanggal 12 Januari 2018.

Setidaknya 345 jemaah haji meninggal dunia akibat berdesak-desakan saat melaksanakan ritual lempar jumrah di Mina pada 12 Januari 2006.

Insiden bermula saat koper-koper dari sebuah bus jatuh sehingga jemaah di sekitarnya terhambat dan mengakibatkan mereka terinjak-injak. Diperkirakan sekitar dua juta jemaah haji sedang melakukan lempar jumrah pada saat kejadian tersebut terjadi.

Saksi mata, Abdullah Pulig, seorang petugas kebersihan asal India menceritakan apa yang ia saksikan pada hari nahas itu.

"Saya melihat orang berjalan, tiba-tiba terdengar teriakan, seruan, dan tangisan. Saya melihat sekeliling, orang-orang saling bertumpuk. Lalu, korban tak bernyawa ditarik dari keramaian," kata dia seperti dikutip dari BBC.

Sementara itu, pada 12 Januari 2017, Presiden Barack Obama membuat kejutan kepada wakil presidennya, Joe Biden, dengan memberikan pria yang telah mendampinginya selama delapan tahun itu penghargaan kehormatan sipil tertinggi negara, Presidential Medal of Freedom.

Joe Biden saat menerima penghargaan Presidential Medal of Freedom. (AP)

"Untuk kepercayaan Anda terhadap sesama rakyat Amerika, untuk cinta Anda kepada negara, dan untuk dedikasi seumur hidup Anda yang akan bertahan dari generasi ke generasi, saya meminta ajudan militer untuk bergabung dengan kami di atas panggung," ujar Obama dalam upacara di Gedung Putih.

"Untuk terakhir kalinya sebagai presiden, dengan senang saya memberi penghargaan sipil tertinggi bangsa kita, Presidential Medal of Freedom," imbuh Barack Obama.

Saat mendengar mendapat penghargaan tersebut, Biden terlihat emosional dan matanya berkaca-kaca. Ia pun membalik badan dan mengusap air matanya saat mendengar pengumuman itu.

"Saya tidak pantas menerimanya, tapi saya tahu ini datang dari hati presiden," kata Biden setelah menerima penghargaan.

Sebelum memberi kejutan kepada Biden dengan memberikan penghargaan tersebut, Obama menyampaikan kata-kata yang memuji Biden, istrinya Jill, anak-anak, dan cucunya. "Ini adalah keluarga yang membangun negara ini," kata Obama.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya