Jumlah Kandidat di Pemilu Thailand Pertama Sejak Kudeta Tembus Rekor

Pemilu yang pertama digelar Thailand sejak kudeta mencatatkan rekor jumlah kandidat terbanyak dalam sejarah negara itu.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 06 Feb 2019, 11:22 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2019, 11:22 WIB
Ilustrasi bendera Thailand (AP Photo)
Ilustrasi bendera Thailand (AP Photo)

Liputan6.com, Bangkok - Jelang pemilu pertama pasca-kudeta 2014, seluruh partai politik di Thailand berbondong-bondong mendaftarkan sejumlah kandidat.

Lebih dari 6.400 orang dari 60 partai politik mendaftarkan rincian kandidatnya ke Komisi Pemilihan Umum pada Senin dan Selasa (5-6 Februari 2019), dua dari lima hari waktu pendaftaran yang dibuka pekan ini.

Dikutip dari The Straits Times pada Rabu (6/2/2019), jumlah kandidat parlemen Thailand sudah lebih dari tiga kali lipat dari pemilu 2011 silam, dan menjadi yang terbanyak dalam sejarah negara itu. 

"Jumlah yang tinggi menunjukkan antusiasme dalam partisipasi politik," kata sekretaris jenderal komisi terkait,  Jaroongwit Phumma.

Alasan lain untuk peningkatan ini mungkin adalah piagam yang didukung militer, di mana mencakup unsur perwakilan proporsional, yang oleh beberapa pengamat berpendapat, menguntungkan partai-partai kecil dibandingkan pemain-pemain mapan seperti Pheu Thai dan Partai Demokrat.

"Para partai membobol faksi yang lebih kecil untuk mengambil keuntungan dari sistem," kata Punchada Sirivunnabood, profesor asosiasi ilmu politik di Universitas Mahidol.

Mantan panglima militer Prayut Chan-o-cha, perdana menteri saat ini, merebut kekuasaan pada 2014 setelah periode kerusuhan yang berkepanjangan.

Intervensi itu menggulingkan dominasi kekuasaan Partai Pheu Thai yang dipimpin oleh Yingluck Shinawatra, saudara perempuan mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra yang diasingkan.

Thaksin atau sekutunya telah memenangkan setiap pemilu di Thailand sejak 2001, namun sering digulingkan oleh pengadilan atau intervensi militer.

Pemilu pada 24 Maret mendatang menempatkan kembali fokus pada risiko politik di suatu negara, dengan sejarah pemungutan suara yang diikuti oleh demonstrasi dan kudeta.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Empat Menteri Mundur Jelang Pemilu

Ilustrasi bendera Thailand (AP/Sakchai Lalit)
Ilustrasi bendera Thailand (AP/Sakchai Lalit)

Sementara itu, empat orang menteri utama yang bertarung dalam pemilu Thailand, mengundurkan diri secara bersamaan pada Selasa 29 Januari 2019. Hal itu terjadi ketika partai-partai politik setempat mulai menunjukkan kandidat dan platform kampanye mereka secara sungguh-sungguh.

Kuartet --menteri industri Uttama Savanayana, menteri ilmu pengetahuan dan teknologi Suvit Maesincee, menteri perdagangan Sontirat Sontijirawong dan menteri di kantor perdana menteri Kobsak Pootrakool-- mengajukan pengunduran diri setelah berbulan-bulan diterpa kritik sebagai 'penjilat' Partai Palang Pracharat, partai baru yang memberikan jabatan kunci kepada keempatnya.

Partai Palang Pracharat, secara luas, diperkirakan akan mendorong Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha --yang duduk sebagai pemimpin-- untuk tetap berada di posisinya sekarang.

Pemilu yang akan datang berpotensi mengakhiri pemerintahan militer di Thailand, menyusul kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Prayut pada 2014, dan menggulingkan pemerintahan kala itu, yang dipimpin Partai Pheu Thai.

Konstitusi baru yang diberlakukan pada 2017 akan mempersulit Pheu Thai untuk memenangkan suara mayoritas, sebagaimana berlaku terakhir kali pada 2011 silam.

Hal ini dikarenakan perdana menteri Thailand di masa depan tidak perlu ikut serta dalam pemilihan umum.

Di bawah aturan transisi, setelah dinominasikan oleh partai politik, seseorang dapat diangkat menjadi perdana menteri Thailand jika partai yang mengusungnya memenangkan suara mayoritas di majelis tinggi dan majelis rendah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya