Liputan6.com, Manila - Pihak berwenang di Filipina telah menyatakan wabah virus campak yang sangat menular di ibu kota, Manila.
Departemen Kesehatan Filipina melaporkan pada Rabu 6 Februari 2019 bahwa setidaknya ada 861 kasus yang diduga campak telah dilaporkan pada 2 Februari 2019.
Baca Juga
Quincy Kammeraad, Kiper Filipina yang Gawangnya Kebobolan 7 Kali oleh Timnas Indonesia 7 Tahun Lalu Kini Jadi Pahlawan di Piala AFF 2024
Harga Mentereng Kristensen, Pemain Filipina yang Pupuskan Asa Indonesia di Piala AFF 2024
Piala AFF 2024 Sedang Berlangsung, Tonton Live Streaming Pertandingan Timnas Indonesia VS Filipina di Sini
Sekitar 50 orang --kebanyakan anak-anak-- diyakini telah meninggal karena penyakit itu, kata para pejabat kepada media setempat seperti dikutip dari BBC, Kamis (7/2/2019).
Advertisement
Pihak berwenang mengatakan ada lebih dari dua juta anak yang tidak divaksinasi berisiko tertular wabah campak tersebut.
Sekretaris Departemen Kesehatan Filipina, Francisco Duque mengatakan kepada media setempat bahwa bronkopneumonia dari campak, dapat mematikan. Oleh sebab itu, para orangtua diminta untuk segera memberi imunisasi terkait.
"Orangtua seharusnya tidak menunggu untuk vaksin," kata Duque.
Kabarnya orang-orang di Filipina enggan untuk mengimunisasi anak-anak mereka di pusat-pusat kesehatan pemerintah, setelah ada komplikasi penyakit terkait vaksin dengue, Dengvaxia.
Campak adalah penyakit yang sangat menular dan bisa menginfeksi melalui udara yang menyebar dengan mudah melalui batuk dan bersin. Gejala awal biasanya termasuk demam, batuk, pilek dan mata meradang. Ruam merah muncul di wajah dan tubuh beberapa hari kemudian.
Saksikan juga video berikut ini:
Vaksinasi Tak Merata Picu 110 Ribu Kematian di Dunia
Wabah penyakit yang berkepanjangan dan parah menyebabkan kasus campak di dunia melonjak dari 2017. Sebuah laporan terbaru dari World Health Organization (WHO) mengungkapkan hal ini.
Mengutip dari rilis di laman resmi WHO, who.int pada Senin 3 Desember 2018, diperkirakan ada 110 ribu kematian terkait campak di daerah-daerah terdampak. Kesenjangan dalam cakupan vaksinasi menjadi faktor yang menyebabkan tingginya angka tersebut.
Laporan itu menyebutkan, sejak 2000, lebih dari 21 juta jiwa diselamatkan melalui imunisasi campak. Namun, hal ini tidak menghalangi meningkatnya kasus yang dilaporkan dengan angka 30 persen di seluruh dunia pada 2016.
Kenaikan terbesar pada 2017 terjadi di wilayah Amerika, Mediterania Timur, dan Eropa. Sementara Pasifik Barat adalah satu-satunya daerah yang mengalami penurunan insiden campak.
"Tanpa upaya mendesak untuk meningkatkan vaksinasi dan mengidentifikasi populasi dengan tingkat yang tidak dapat diterima anak-anak atau tidak diimunisasi, kita berisiko kehilangan banyak dekade kemajuan dalam melindungi anak-anak dan masyarakat terhadap penyakit yang menghancurkan ini, tetapi sepenuhnya bisa dicegah," ujar Deputy Director General for Programmes di WHO.
CEO GAVI, the Vaccine Alliance Dr. Seth Berkley mengatakan, peningkatan ini memang memprihatinkan tapi tidak mengejutkan. Kurangnya pengetahuan tentang penyebaran penyakit dan vaksin di Eropa, sistem kesehatan yang rendah di Venezuela, serta cakupan imunisasi rendah di Afrika, menjadikan angka campak di dunia tinggi.
"Ada strategi yang perlu diubah. Lebih banyak upaya perlu ditingkatkan untuk meningkatkan cakupan imunisasi rutin dan memperkuat sistem kesehatan," kata Berkley.
Advertisement